Alt Title

Bolehkah Menjalani Frugal Living Menurut Islam?

Bolehkah Menjalani Frugal Living Menurut Islam?



"Di dalam Islam, ketika seseorang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka caranya bukan dengan menerapkan frugal living. Tetapi negara akan hadir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik kehidupan asasinya atau sekundernya dengan cara yang makruf," terangnya. 

______________________________


KUNTUMCAHAYA.com, TSAQAFAH - "Belakangan ini, perbincangan tentang frugal living menjadi viral di media sosial," tutur Ustazah Rif'ah Kholidah dalam kajian Islam Menjawab: Bolehkah Menjalani Frugal Living? di Youtube Muslimah Media Center (MMC), Minggu (06/08/2023)


Beliau mengungkapkan, awalnya ada beberapa konten kreator mengunggah video yang menceritakan bagaimana dirinya menerapkan frugal living. Dalam video tersebut, konten kreator bisa menjalani kehidupan yang layak dengan gaji sebesar 3,5 juta rupiah per bulan. Ia mampu membeli mobil dengan cash, membeli rumah, mempunyai asuransi kesehatan, dan yang lainnya. Video frugal living ini menuai pro kontra dari netizen. 


"Lantas, apa sebenarnya frugal living ini? Dan bagaimana Islam memandang tentang frugal living ini?" tanya Ustazah. 


Frugal living adalah gaya hidup hemat atau irit terhadap pengeluaran agar dapat menabung lebih banyak. (djkn[dot]kemenkeu[dot]go[dot]id)


Ustazah menjelaskan, hal ini mereka lakukan untuk mencapai target keuangan jangka panjang yang ingin diraihnya. Inilah makna dari frugal living yang ada dalam kehidupan sekuler kapitalis. Seseorang dianjurkan untuk hidup hemat atau irit baik untuk dirinya sendiri ataupun keluarganya. Hal itu bisa saja mengantarkan kepada pemenuhan kebutuhan yang tidak layak, misalnya makan seadanya. Padahal dia bisa mendapatkan makanan yang lebih layak. 


"Tentunya seruan frugal living sangat bertentangan dengan syariat Islam. Islam adalah agama yang sempurna telah memberikan seperangkat aturan yang jelas dan detail dalam mengelola dan membelanjakan harta untuk memenuhi kebutuhan," jelasnya. 


"Adapun hukum dalam membelanjakan harta dalam kitab An-Nidhamul Iqtishoddi fil Islam halaman 202. Pertama, Islam melarang seseorang untuk berbuat israf. Israf mempunyai dua makna, yaitu makna lughowi dan makna syar'i. Dalam suatu kaidah bahasa jika satu kata mempunyai dua makna, yaitu makna syar'i maka yang didahulukan adalah makna syar'inya," cakapnya. 


Ustazah menceritakan saat ini masih banyak orang-orang yang menggunakan kata israf dengan makna lughowinya yaitu melampaui batas. Hal ini tentunya menyalahi kaidah bahasa dan merupakan sebuah kesalahan. Sedangkan yang dimaksud israf dalam makna syar'i adalah membelanjakan harta dalam perkara yang diharamkan Allah Swt..


Membelanjakan harta sedikit atau banyak dalam perkara yang diperbolehkan atau mubah dan perkara yang diperintahkan tidak termasuk ke dalam kategori israf. Demikian juga ketika membelanjakan harta dalam upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.. Walaupun dalam harta yang dikeluarkan dalam jumlah yang  besar seperti untuk infak, sedekah, zakat dan sebagainya tidak termasuk kategori israf. Sedangkan berbuat bakhil dalam perkara yang mubah adalah termasuk perbuatan yang tercela. 


"Kedua, Islam melarang seseorang untuk berfoya-foya. Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam Surah Al-Mu'minun ayat 64 yang artinya, sehingga apabila Kami limpahkan siksaan kepada orang-orang yang hidup bermewah-mewah di antara mereka, seketika itu mereka berteriak-teriak meminta tolong," bebernya. 


"Thorf memiliki makna bahasa yakni sikap sombong karena kenikmatan yang dimilikinya. Sikap thorf yang diharamkan adalah tindakan menyombongkan diri yang muncul akibat banyaknya kenikmatan harta dan kekayaan. Allah Swt. membenci orang-orang yang bersifat sombong dan arogan," imbuhnya. 


Ia mengingatkan bahwa yang diharamkan di sini adalah bukan menikmati harta kekayaan dan rezeki yang diberikan Allah Swt., tetapi yang diharamkan adalah sikap sombongnya. Sebaliknya, Allah menyukai hamba-Nya yang menikmati nikmat Allah dan merasakan rezekinya yang baik.


"Ketiga, Islam melarang tindakan kikir terhadap dirinya sendiri dan menahan diri dari kenikmatan yang diperbolehkan oleh syarak. Dan Allah menghalalkan untuk menikmati rezeki yang baik yang telah diberikan kepada para hamba-Nya," ungkapnya.


"Membeli rumah yang luas dan megah, kendaraan yang bagus, memberi nafkah yang layak tanpa menyombongkan diri adalah bagian dari menikmati rezeki yang diberikan oleh Allah," tuturnya. 


Ia menambahkan jika seseorang itu memiliki harta, sementara dia bertindak bakhil atau pelit terhadap dirinya, maka tindakan itu adalah dosa. Demikian juga jika seseorang itu mempunyai harta dan bertindak bakhil terhadap orang-orang yang dinafkahinya, selain tindakan itu merupakan sebuah dosa dalam pandangan Allah, yang bersangkutan juga harus dipaksa oleh negara agar mampu menafkahkan hartanya untuk keperluan keluarganya sehingga mendapatkan nafkah yang layak. 


Ustazah menegaskan, frugal living yang diserukan atau diopinikan dalam kehidupan kapitalis saat ini, tidak lain merupakan tindakan untuk bersikap kikir terhadap dirinya sendiri atau keluarganya demi mencapai target jangka panjang yang diinginkan. Bisa jadi menzalimi dirinya dan keluarganya. 


"Di dalam Islam, ketika seseorang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka caranya bukan dengan menerapkan frugal living. Tetapi negara akan hadir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik kehidupan asasinya atau sekundernya dengan cara yang makruf," ujarnya.


"Sejatinya seruan frugal living adalah khayalan kesejahteraan yang diciptakan oleh sistem sekuler kapitalis. Karena negara lepas tangan dari tanggung jawabnya sebagai periayah su'unil ummah. Hanya dengan Khilafah lah yang mampu memberikan jaminan kebutuhan umat hingga menghantarkan kepada kesejahteraan yang hakiki," pungkasnya. 


Wallahualam bissawab. [Siska]