Alt Title

Pergaulan Liberal Penyebab Kekerasan Seksual Meningkat

Pergaulan Liberal Penyebab Kekerasan Seksual Meningkat

Seruan adanya sexual consent  yang merupakan solusi kekerasan seksual oleh kaum yang menjadikan liberalisme sebagai paradigma berpikir atas solusi masalah kekerasan seksual. Padahal liberalisme yang dijadikan sebagai dasar paradigma dalam bertingkah laku menjadi penyebab utama kekerasan seksual terus meningkat

Manusia tidak mungkin hidup seperti hewan yang bisa bebas melakukan apapun, karena jika dibebaskan maka akalnya akan menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri

_____________________________


Penulis Nio Naalfaen, S.Pi.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Baru-baru ini kasus kekerasan seksual terjadi di Kota Luwuk Banggai. Perbuatan amoral ini dilakukan oleh seorang pria berinial AN (24) terhadap seorang mahasiswi di kos-kosan. Pelaku diamankan oleh Satreskrim Polres Banggai dengan dugaan tindak pemerkosaan. (beritabanggai[dot]com, 08/06/2023)


Kekerasan seksual pada perempuan di Indonesia seringkali terjadi. Menggambarkan lemahnya aturan kehidupan hari ini, perempuan terkhususnya terus menerus menjadi korban kekerasan seksual. Pemerkosaan terjadi di mana-mana entah itu yang terekspos media ataupun tidak.


Data Kemen PPPA menyebut, pada 2019, kasus KtP (kekerasan terhadap perempuan) tercatat sekitar 8.800 kasus. Pada 2020 sempat turun di angka 8.600 kasus. Data November 2021, naik lagi di angka 8.800 kasus. Artinya, dalam tiga tahun terakhir hingga November 2021 sudah ada 26.200 kasus KtP. Dari data sebanyak itu, kekerasan fisik mencapai 39%, kekerasan psikis 29,8%, dan kekerasan seksual 11,33%. Sisanya kekerasan ekonomi.


Dalam laporan catatan tahun 2021 yang dilansir oleh Komnas Perempuan kasus kekerasan seksual pada perempuan berjumlah 1.983 kasus dalam ranah personal dan pelaku kekerasan seksual tertinggi dilakukan oleh pacar dengan jumlah 1.074 kasus, menyusul mantan pacar berjumlah 263 kasus. 


Sedang dalam ranah komunitas/publik di antara 4 jenis kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual menempati posisi pertama dengan jumlah 1.731 kasus dan pelaku kekerasan seksual tertinggi adalah teman (330 kasus) kedua adalah tetangga (209 kasus) dan orang tidak dikenal (138 Kasus).


Kehidupan Sosial yang Liberal


Gaya hidup serba bebas yang merupakan konsekuensi logis dalam peradaban sekuler-liberal hari ini menjadi alasan utama mengapa kasus kekerasan seksual terus meningkat setiap tahunnya. Kebebasan itu tercermin dengan tidak adanya lagi batasan bergaul antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. 


Perempuan dan laki-laki yang tidak lagi memiliki rasa malu menghabiskan waktu berdua-duaan, berikhtilat dan bercampur baur pada tempat-tempat nongkrong dalam artian interaksi antara laki-laki dan perempuan begitu bebas tidak adanya aturan dalam interaksi pergaulan sehari-hari.


Pacaran menjadi hal yang legal dilakukan oleh pemuda dan pemudi, bahkan senda gurau dan candaan lumrah dilakukan oleh siapa saja tak peduli sekalipun bukan mahramnya. Realitas ini tampak tergambar jelas dalam kehidupan masyarakat saat ini.


Banyak tontonan dan tampilan fashion yang diperlihatkan di publik sehingga menstimulus dan merangsang bangkitnya naluri seksual. Jika naluri tersebut hanya disandarkan pada kontrol individu sebagai manusia maka bukan hal yang aneh kekerasan seksual selalu meningkat. Apalagi banyak hari ini individu yang tak paham aturan Islam. Alhasil mereka dengan mudahnya melampiaskan hasrat seksualnya  pada yang bukan haknya.


Ditambah dengan seruan adanya sexual consent  yang merupakan solusi kekerasan seksual oleh kaum yang menjadikan liberalisme sebagai paradigma berpikir atas solusi masalah kekerasan seksual. Padahal liberalisme yang dijadikan sebagai dasar paradigma dalam bertingkah laku menjadi penyebab utama kekerasan seksual terus meningkat. Manusia tidak mungkin hidup seperti hewan yang bisa bebas melakukan apapun, karena jika dibebaskan maka akalnya akan menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri.


Kehidupan sosial yang bersandar pada sudut pandang sekuler dan liberal tersebut telah disokong agar mampu menangani kasus kekerasan seksual namun tetap tidak menyelesaikan kekerasan seksual. Bahkan bukannya menurun malah semakin meningkat. Dalam artian hukum jauh dari standar efek jera.


Amerika Serikat negara yang menjunjung tinggi nilai kebebasan dalam berperilaku mengalami hal serupa yaitu peningkatan kasus kekerasan seksual setiap tahunnya. Di sana, serangan seksual terjadi setiap 98 detik dengan mayoritas perempuan sebagai korbannya. RAINN (Rape, Abuse & Incest National Network) juga mengungkapkan, bahwa satu dari setiap enam wanita Amerika telah menjadi korban perkosaan atau percobaan perkosaan dalam hidupnya. 


Ini menunjukkan selama sekulerisme-liberalisme masih menjadi asas dalam pergaulan dan interaksi manusia maka kasus kekerasan seksual tidak akan pernah teratasi. 


Solusi Islam Mencegah Kekerasan Seksual


Indonesia negara mayoritas muslim seharusnya tidak mengalami hal tersebut dikarenakan Islam agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia memiliki solusi komperensif dalam menghadapi kekerasan seksual dimulai dari langkah preventif sampai kuratif. 


Paradigma Islam dalam memandang hubungan laki-laki dan perempuan menggunakan paradigma ta’awun atau tolong-menolong dalam beribadah kepada Allah Swt.. Pandangan itulah yang seharusnya diemban oleh setiap Muslim saat beraktivitas di tengah kehidupan manusia termasuk di dalamnya pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga hubungan terhadap lawan jenis tidak akan dibangun kecuali dalam rangka menjadikan hubungan itu sebagai sarana untuk menaati Allah Subhanahu wa Ta’ala. 


Paradigma itu akan disokong oleh aturan preventif berupa pelarangan ikhtilat-khalwat, pelarangan traveling lebih dari 24 jam tanpa mahram, perintah ghadul bashar (menundukkan pandangan) dan menutup aurat, serta sanksi yang tegas bagi pelaku perzinaan berupa cambuk 100 kali dan juga hukuman mati. 


Namun paradigma dan aturan yang menyokong seperti itu hanya akan terjadi jika mayoritas masyarakat Muslim termasuk para pejabatnya mau menjadikan Islam sebagai way of life untuk mengatur seluruh sendi kehidupan dalam bermasyarakat maupun bernegara. Wallahualam bissawab. []