Alt Title

Antara SEA Games dan Meningkatnya Kemiskinan

Antara SEA Games dan Meningkatnya Kemiskinan

Ibarat kata pepatah rakyat sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Saking ironisnya nasib rakyat saat ini, tak sedikit di antara mereka yang bahkan untuk makan saja sulit. Sedangkan negara dengan mudahnya menggelontorkan dana sebesar miliaran rupiah untuk ajang SEA Games ini

Makin lengkap sajalah penderitaan yang dihadapi oleh rakyat

__________________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - SEA Games merupakan sebuah ajang olahraga internasional, dimana sejumlah negara berkontribusi untuk menyukseskan ajang ini. Bahkan rela menggelontorkan dana yang besar hingga mencapai miliaran rupiah. Ajang ini juga menjadi salah satu cara untuk menunjukkan kepada dunia betapa negara memiliki banyak potensi. Baik SDA maupun SDM yang dimilikinya, maka sudah pasti acara ini juga akan memberikan keuntungan bagi Indonesia. Terutama bagi industri negeri, mengingat Indonesia tengah memanfaatkan berbagai macam sarana untuk meraup materi sebanyak-banyaknya. Namun untuk mencapai tujuan itu, haruslah ada sesuatu yang diberikan yaitu dana yang miliaran.


Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya manusia. Negara yang di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki kemampuan lagi cakap. Sehingga mudah saja bagi sebagian warga negara Indonesia untuk terjun dalam acara seperti ini. Namun sebagai negara yang notabenenya memiliki penduduk yang sangat banyak seharusnya tidak terlalu memberikan perhatian lebih pada acara ini.


Mengingat begitu banyaknya persoalan yang terjadi dan tengah dihadapi oleh rakyat terutama bagi masyarakat Indonesia secara umum. Dimana sebagian besar dari masyarakatnya memiliki pendapatan di bawah rata-rata. Bahkan hidup dengan taraf kehidupan menengah ke bawah, di samping kebutuhan semakin mahal hari demi hari.


Ibarat kata pepatah rakyat sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Saking ironisnya nasib rakyat saat ini, tak sedikit di antara mereka yang bahkan untuk makan saja sulit. Sedangkan negara dengan mudahnya menggelontorkan dana sebesar miliaran rupiah untuk ajang SEA Games ini. Sehingga makin lengkap sajalah penderitaan yang dihadapi oleh rakyat.


Negara sungguh telah kehilangan jati dirinya sebagai pengurus urusan umat. Negara yang bertanggung-jawab atas urusan umat. Baik umat dalam kondisi suka maupun duka, negara semestinya menjadi garda terdepan dalam mengayomi umat. Bukan malah organisasi-organisasi kemasyarakat yang lebih dulu mengambil peran.


Maka mau tidak mau, suka tidak suka, rakyat harus menerima dengan lapang dada ketika kemiskinan menggerogoti mereka. Bahkan angka kemiskinan semakin meningkat saja tahun demi tahunnya. Sebagaimana yang penulis kutip dari Media Palopopos[dot]co[dot]id (29/05/2023) bahwasanya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat tingkat kemiskinan September 2022 sebesar 9,57 persen.


Lebih tinggi dari Maret 2022 yang 9,54 persen, yaitu sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Mirisnya, 4 persen dari jumlah tersebut atau 10,86 juta mengalami kemiskinan ektrem. Jumlah yang cukup besar, bahkan bisa dikatakan separuh dari jumlah penduduk di Indonesia yang harus menghadapi kemiskinan tersebut.


Ironis memang, nasib negara Indonesia saat ini. Bahkan Indonesia tidak hanya diserang dari kemiskinan saja, bahkan stunting juga tidak luput dari padanya. Maka, ketika negara sudah menjauhkan dirinya dari peran yang sejati, tidak ada sebab yang lebih pasti melainkan semua ini efek dari penerapan sistem yang beracun. Yaitu sistem sekularisme kapitalisme. Tatkala umat hidup di dalam sebuah negara maka sejauh itu pula agama dihilangkan peranannya, sehingga rakyat hanya bisa menerima tanpa tahu atau pun sadar akan musibah yang dihadapinya ini.


Sistem sekularisme kapitalisme hanya berorientasi kepada materi semata. Sehingga yang dilihat hanya materinya saja dan bukan yang lain. Tidak ada yang namanya bantuan tulus dari negara, yang ada hanyalah bantuan pamrih. Dimana tidak ada bantuan yang gratis tanpa umat harus membayarnya, entah itu melalui suara atau bahkan dukungan, baik dukungan secara lisan maupun dana.


Namun lebih parah lagi, dengan melihat apa yang terjadi, umat masih saja tidak sadar dan tetap menaruh kepercayaan pada penguasa. Sehingga sekali lagi umat harus menelan pil pahit yaitu penyesalan, kenapa harus memilih pemimpin ini? Kalau pada akhirnya akan seperti ini. Maka benarlah perkataan bahwa penyesalan selalu datang di akhir.


Maka dari itu, melihat bagaimana persoalan umat semakin kompleks. Hendaklah para pengemban dakwah untuk maju dengan keberanian dan kekuatan pemikirannya untuk berjuang dalam menyadarkan umat. Sehingga umat tidak terus-terusan ditipu. Karena pada dasarnya negara yang menjadikan pemikiran beracun sebagai paradigmanya akan melahirkan penguasa-penguasa yang sama pula sebagaimana sistem yang melahirkannya.


Karena kapitalisme sebuah pandangan hidup yang rusak, oleh sebab itu, hendaklah kita membuang jauh-jauh sistem kufur ini dan mengambil kembali sistem yang mulia yakni Islam.


Sistem yang satu-satunya diridai oleh Allah Swt. sekaligus sistem yang sempurna dan paripurna. Yang dari padanya terpancar seluruh peraturan yang sesuai dengan fitrah manusia. Sehingga tatkala diterapkan maka bagi individu akan merasa tenteram ketika diatur oleh Islam. Sedang bagi negara akan merasakan rahmat yang tiada putus-putusnya dari Allah Swt.. Wallahualam bissawab. []