Alt Title

Ilusi Mengentaskan Kemiskinan

Ilusi Mengentaskan Kemiskinan

Negara sejatinya telah berbuat zalim dengan menetapkan standar kemiskinan yang sangat rendah. Hal ini menunjukkan negara abai terhadap kesejahteraan rakyat dan tidak sungguh-sungguh menjadikannya prioritas

Negara hanya ingin menunjukkan secara formalitas dalam angka bahwa kemiskinan di negeri ini sudah berkurang. Padahal realitas sebenarnya justru adalah sebaliknya. Inilah model pengurusan rakyat ala sistem kapitalis sekuler sehingga mengentaskan kemiskinan dengan sistem ini hanyalah sebuah ilusi

_______________________


Penulis Ade Aisyah, A.Md.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Generasi 



KUNTUM CAHAYA.com, OPINI - Miris, ketika penduduk Indonesia yang miskin naik menjadi 40%. Hal ini terjadi jika standar angka kemiskinan mengikuti rekomendasi bank dunia yakni sebesar US$3,20 per hari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011 sebesar US$1,9 per hari.  Paritas daya beli digunakan untuk mengukur angka kemiskinan yang terjadi. 


Dikutip dari cnbcindonesia[dot]com (9/5/2023) bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan ukuran garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia belum bisa menunjukkan kondisi riil perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, jika ukuran garis kemiskinannya dinaikkan menyebabkan 40% masyarakat malah tergolong orang miskin.


Sejak 2011 Indonesia menggunakan ukuran angka kemiskinan sebesar US$1,9 per hari. Rendahnya ukuran tersebut jelas tidak bisa menggambarkan kondisi riil tingkat kemiskinan di negeri ini. Apalagi biaya hidup selama lebih dari 10 tahun ini semakin tinggi. Angka stunting di Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, persentase stunting bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia tercatat 21,6 persen pada 2022. (kompas[dot]com, 14/5/2023)


Negara sejatinya telah berbuat zalim dengan menetapkan standar kemiskinan yang sangat rendah. Hal ini menunjukkan negara abai terhadap kesejahteraan rakyat dan tidak sungguh-sungguh menjadikannya prioritas. Negara hanya ingin menunjukkan secara formalitas dalam angka bahwa kemiskinan di negeri ini sudah berkurang. Padahal realitas sebenarnya justru adalah sebaliknya. Inilah model pengurusan rakyat ala sistem kapitalis sekuler sehingga mengentaskan kemiskinan dengan sistem ini hanyalah sebuah ilusi.


Berbeda dengan Islam. Dalam Islam, tolok ukur kemiskinan dilihat dari sejauh mana seseorang memenuhi kebutuhan primernya berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.


Standar tersebut diwujudkan dengan mewajibkan penguasa untuk mengurus dan menjamin kesejahteraan orang per orang sehingga bisa hidup layak dan tercukupi semua kebutuhan dasarnya. Penguasa dalam Islam menjalankan mekanisme untuk menjamin kesejahteraan rakyat dan menjauhkannya dari kemiskinan. Apalagi kemiskinan dapat memicu tindak kriminal yang membahayakan umat.


Adapun solusi Islam dalam mengentaskan kemiskinan adalah dengan memberi jaminan atas kebutuhan primer. Ini yang pertama. Hal ini bukan bermakna negara membagikan secara cuma-cuma berbagai kebutuhan pokok rakyat baik berupa makanan, pakaian, atau rumah hingga menjadikan rakyat hidup bermalas-malasan karena kebutuhan mereka sudah dipenuhi. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok maksudnya adalah negara menjamin berjalannya pengaturan serta mekanisme yang dapat menjadi solusi masalah kemiskinan, yaitu sebagai berikut:


(1) Mewajibkan laki-laki menafkahi diri dan keluarganya. Allah Swt. berfirman, "Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.” (QS. Al-Baqarah [2]: 233)


(2) Mewajibkan kerabat dekat untuk membantu. Kadang kala ada kepala keluarga yang benar-benar tidak bisa mencari nafkah disebabkan meninggal, cacat baik mental atau fisik, sering sakit, sudah lansia, dll., maka kewajiban nafkah beralih kepada kerabat dekat yang mampu menanggung nafkah keluarga tersebut.


(3) Mewajibkan negara membantu rakyat miskin. Apabila seseorang yang tidak sanggup menanggung nafkah tidak memiliki kerabat atau kondisi kerabat juga hidupnya pas-pasan, maka negara menjadi pihak yang berkewajiban memberinya nafkah melalui Baitulmaal.


(4) Mewajibkan kaum Muslim membantu rakyat miskin. Jika kas negara kosong, maka kewajiban nafkah beralih ke kaum Muslim secara kolektif. Allah Ta’ala berfirman, “Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian.” (QS. Az-Zariyat [51]: 19)


Kedua, pengelolaan kepemilikan. Ada tiga aspek kepemilikan dalam Islam yaitu, kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memberi kesempatan kepada siapa saja untuk mencari harta yang digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan cara halal. Berbeda dengan kepemilikan umum. Kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, berupa harga yang terjangkau murah bahkan bisa gratis. Kepemilikan umum ini berupa hasil tambang, minyak bumi, sungai, laut, danau, hutan, jalan umum, listrik, dll.. Negara wajib mengelola harta ini dan tidak boleh pengelolaannya diserahkan kepada swasta atau diprivatisasi seperti yang terjadi  dalam praktik kapitalisme saat ini.


Ketiga, distribusi kekayaan yang merata. Negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan.


Negara bisa saja menyerahkan sebidang tanah kepada seseorang yang mampu untuk mengelolanya. Bahkan, setiap orang berhak menghidupkan tanah yang terlantar, dengan memagari dan menggarapnya. Dalam Islam, dengan cara itu dia berhak memilikinya. Jika tanah tersebut ditelantarkan selama tiga tahun, maka negara berhak mengambil tanah tersebut. Dengan demikian negara akan menjaga agar setiap tanah bisa produktif, tidak ada yang disia-siakan. 


Keempat, penyediaan lapangan kerja. Negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja yang bisa menyerap banyak tenaga kerja terutama untuk laki-laki. Karena merekalah pencari nafkah bagi keluarganya. Akan tetapi, negara juga membolehkan perempuan untuk mengambil peran di tengah masyarakat, seperti menjadi dokter, perawat, guru, dll.. Hanya saja, kewajiban perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah tangga harus tetap dijalankan dengan sempurna.


Kelima, penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan. Masalah kemiskinan biasanya juga disebabkan tingkat pendidikan rendah yang berpengaruh pada kualitas SDM. Negara Khilafah akan menyediakan pendidikan gratis tapi tetap berkualitas untuk rakyatnya. Demikian pula dengan layanan kesehatan yang diberikan secara gratis. Hal ini disebabkan pendidikan dan kesehatan adalah termasuk kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara.


Mekanisme tersebut hanya bisa diterapkan oleh negara yang menerapkan sistem Islam secara paripurna dalam seluruh aspek kehidupan. Semoga kita segera bisa mewujudkannya. Wallahualam bissawab. []