Alt Title

Dilematik, Antara Palestina dan Timnas U-20 Israel

Dilematik, Antara Palestina dan Timnas U-20 Israel



Akar masalah yang dihadapi Indonesia terhadap Israel adalah karena negara ini telah menjadi agresor, pendudukan dan penjajahan atas Palestina dan penduduknya. Dari sini bisa dipahami bahwa yang menjadi permasalahan dasarnya adalah bukan sebatas dari batas wilayah yang memisahkan antara Palestina dan Israel. Tapi lebih kepada pencaplokan negara Palestina oleh Israel


Penyelesaian tuntas terhadap Palestina adalah dengan jihad. Mempertahankan tempat kelahirannya para nabi dengan menerapkan Islam sebagai satu-satunya hukum


Aisah Oscar

Penggiat Literasi Kabupaten Subang


KUNTUMCAHAYA.com-Penting untuk dipahami bahwasanya kaidah ahwan asy-syarrayn (keburukan yang lebih ringan di antara dua keburukan) adalah tidak melegalisasi sesuatu yang haram berubah hukumnya. Baik itu bergeser menjadi makruh, ataupun halal. Contoh Kaidah ahwan asy-syarrayn (keburukan yang lebih ringan di antara dua keburukan) ini adalah hubungan yang terjadi antara negara Palestina dan Israel. 


Penjaga keamanan dunia menyolusikan agar masalah Palestina dan Israel ini adalah dengan mendirikan dua negara. Yaitu wilayahnya dibagi untuk Israel dan untuk Palestina. Hal ini dimaksudkan agar di kemudian hari bisa meminimalisir bahaya lebih besar yang akan menimpa penduduk Palestina, dimana peperangan terus-menerus berlanjut dan tidak kunjung berhenti. Ini akan menimbulkan dharar (bahaya) yang lebih besar daripada bahaya akibat dibentuknya dua negara, Palestina dan Israel.


Diketahui pula Indonesia dengan penduduk mayoritas beragama Islam ini menjadi salah satu negara penentang ide ini. Akibatnya hubungan Indonesia dan Israel belum memiliki hubungan kenegaraan. Baik secara ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan olahraga yang saat ini menjadi pro-kontra kedatangannya di bumi Nusantara.


Dilansir dari voaindonesia[dot]com (10/03)2023) Pakar Hubungan Internasional di Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Dr. Lukman Fahmi Djarwono, Kamis (9/3) mengatakan kehadiran U-20 Israel ditolak oleh sejumlah pihak beranggapan Indonesia belum memiliki hubungan diplomatik, termasuk belum ada kedutaannya di Indonesia. Tinta sejarah pun telah menulis panjang tentang beberapa hal mengenai Indonesia yang memang menolak menerima Israel dalam bentuk apapun. 


Patut dipahami pula sejarah Israel sebagai negara penjajah yang melakukan penyerangan ke Palestina, tidak bisa dibantahkan. Kedatangan Israel sebagai peserta di Piala Dunia U-20 itu pun menjadi dilematik. Beberapa potensi akan hilang saat ultimate penolakan ini bergulir. Seperti di bidang ekonomi dari perhelatan piala dunia yang sangat besar, seperti hotel, penonton (wisatawan), dsb. 


Kaidah Ahwan asy-syarrayn


Sayangnya potensi keuntungan ekonomi tersebut tidaklah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan Israel terhadap saudara Muslim kita di Palestina. Pengibaratan permasalahan ini dengan kaidah Ahwan asy-syarrayn atau bisa juga disebut dengan qâ’idah kulliyyah atau qâ’idah fiqhiyah. Diketahui pula bahwa qâ’idah kuliyyah ini bukanlah nash (dalil) syariat. Melainkan hanyalah hukum syariat yang digali dari nash syariat (Al-Quran dan assunnah). Al-hukm asy-syar’i al-kulli (hukum syariat yang bersifat global) inilah yang dimaksudkan oleh Mahmud Abdul Karim Hasan sebagai qâ’idah kulliyyah. Kaidah ini pun digunakan sebagai hukum syariat yang tidak hanya bersifat umum atau global saja, tapi bisa meliputi bagian lainnya yang termasuk jenisnya (afrâdihi). Kaidah ini pun harus bersumber pada dalil syariat, yaitu Al-Quran, assunnah, qiyas maupun ijmak sahabat sebagai hukum syarak. 


Alhasil hukum pokok dari kaidah di atas adalah tentang kemadaratan, mafsadat dan keharaman harus patut dihindari atau dihilangkan. Terkecuali jika dua bahaya ini bertentangan dan kemungkinan keduanya dihindari sekaligus tidak bisa maka diputuskan untuk menghindari bahaya yang lebih besar ataupun bisa juga jika terpaksa menempuh bahaya yang lebih kecil atau lebih ringan. Dalam menentukan pilihan dari bahaya-bahaya yang lebih besar dan yang lebih kecil ini. Permasalahan penentuan ini tidak boleh diserahkan pada akal dan hawa nafsu saja, tetapi harus merujuk pada dalil-dalil syariat.  Dengan demikian syariat ini bukan hanya menjelaskan halal dan haram saja, tapi juga menjelaskan mana yang lebih ringan keharaman dan kemadharatannya.


Negara Israel Penjajah


Dengan demikian solusi menghadapi Israel bukan sekadar mengutuk Israel, atau menolak kedatangan tim sepak bolanya saja, tetapi seharusnya memerangi siapa pun yang memerangi kaum Muslimin. Di sini bisa dipahami bahwa akar masalah yang dihadapi Indonesia terhadap Israel adalah karena negara ini telah menjadi agresor, pendudukan dan penjajahan atas Palestina dan penduduknya. Indonesia harus melihat saat para ulama memandang negara Palestina dan Israel adalah qâdhiyah Filistin adalah qâdhiyah wujûd, bukan qâdhiyah hudûd. Dari sini bisa dipahami bahwa yang menjadi permasalahan dasarnya adalah bukan sebatas dari batas wilayah yang memisahkan antara Palestina dan Israel. Tapi lebih kepada pencaplokan negara Palestina oleh Israel. 


Sayangnya konteks masalah Palestina khususnya dan negeri-negeri Islam umumnya, dalam berbagai forum dan pertemuan itu seringkali memberikan solusi sekadar untuk meredam kemarahan umat Muslim Indonesia saja. Sehingga tidak ada gerakan besar guna membungkam kependudukan Israel atas Palestina. Para elit politik negeri ini pun sering ketakutan akan bisa membahayakan rezim dan hegemoni Kapitalisme negara kafir penjajah ini. 

 

Solusi dua negara atas Palestina dan Israel ini terlalu dipaksakan untuk bisa diterima dan menjadi komitmen dunia Islam dan seluruh kaum Muslim. Padahal sudah jelas, solusi dua negara tersebut berarti pengakuan terhadap keberadaan Israel, sang penjajah Palestina. Jadi, saat negeri ini mengumumkan keikutsertaan Israel dalam kontestasi piala dunia U-20 ini, maka secara tidak langsung mengumumkan pula keberadaan Israel sebagai sebuah negara. Alhasil, solusi dua negara ini adalah palsu alias bukan solusi. Ini pun memberi makna penyerahan dan pengkhianatan umat Islam di Indonesia terhadap Palestina. Tak ayal pula solusi dua negara ini pun  merupakan bentuk pengakuan dan pembenaran atas perampokan Israel atas tanah Palestina. 


Solusi Hakiki 


Penyelesaian permasalahan Palestina ini harus berdasarkan kepada syariat. Masalah Palestina ini merupakan masalah bagi seluruh kaum Muslim. Sehingga patutlah Indonesia simpatik terhadap Palestina. Pasalnya, Tanah Palestina ini pun merupkan tanah milik umat Muslim di seluruh dunia. Statusnya akan tetap sebagai tanah kharajiah sampai Hari Kiamat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang berhak menyerahkan tanah kharajiyah kepada pihak lain, apalagi kepada perampok dan penjajah seperti Israel. Sikap inilah yang ditunjukkan oleh Sultan Abdul Hamid II sebagai Khalifah atau pemimpin negeri kaum Muslim yang menolak sama sekali segala bentuk penyerahan tanah Palestina kepada kaum kafir meskipun hanya sejengkal.


Sikap inilah yang mesti dilakukan oleh kaum Muslimin terhadap Israel yang telah merampas Tanah Palestina. Hal ini sebagaimana telah Allah Swt sampaikan dalam Al-Qur’an, yakni perang dan usir.


Allah Swt. juga berfirman:

وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ

Artinya: "Usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian." (QS. Al-Baqarah [2]: 191)


Dari ayat di atas dengan tegas penyelesaian tuntas terhadap Palestina adalah dengan jihad. Mempertahankan tempat kelahirannya para nabi dengan menerapkan Islam sebagai satu-satunya hukum. Lalu mewujudkan kekuasaan Islam yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan sunnah. Inilah Khilafah Islam yang mengikuti manhaj kenabian. Khilafah ini adalah satu-satunya pelindung umat yang hakiki, yang bakal melancarkan jihad terhadap siapa saja yang memusuhi Islam dan kaum Muslim. Tentu dengan kekuatan jihad pula Khilafah akan sanggup mengusir Israel dari Tanah Palestina. Maka masihkah dilematik antara menerima atau menolak kedatangan kafir penjajah ini. Wallahualam bissawab.