Alt Title

KEWAJIBAN PEMIMPIN UNTUK MENJADIKAN RAKYAT SEJAHTERA

KEWAJIBAN PEMIMPIN UNTUK MENJADIKAN RAKYAT SEJAHTERA



Hanya dengan Islam, sistem kekuasaan dan para penguasa yang benar-benar mengurusi umat dapat tercipta


Mengabaikan urusan rakyat, menelantarkan amanah, bahkan memperkaya diri sendiri dapat menjadikan bencana bagi mereka di Yaumil Akhir


Penulis Mey Maryati

Kontributor Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com-Terusiknya hati nurani rakyat ketika seorang Pejabat Direktorat Jenderal Pajak memiliki kekayaan yang fantastis, yakni mencapai Rp56 miliar. Akibatnya, semua pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan mendapat peringatan dari Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak supaya tidak bergaya hidup mewah, apalagi kemewahannya dipamerkan.


Tetapi, perilaku seperti itu masih banyak dilakukan oleh para pejabat, termasuk para pemimpin mereka, khususnya Ditjen Pajak. Perilaku tersebut sangat memprihatinkan dan tidak pantas. Karena mereka digaji oleh rakyat melalui pajak yang dipungut oleh penguasa.


Hak Rakyat Tidak Terpenuhi


Diberlakukannya sistem Kapitalisme dalam suatu negara akan menjadikan pajak sebagai sumber perekonomian. Sebagai contoh APBN Indonesia, 70-80% dibiayai dari pendapatan pajak. Apalagi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp655 triliun di tahun 2020 dan Rp744,8 triliun di tahun 2021 yang mana itu semua berasal dari pajak.


Dengan adanya pajak membuat warga semakin kesusahan dan tidak sejahtera. Angka kemiskinan semakin meningkat. Ditambah jumlah warga miskin dari 24,75 juta penduduk pada September 2019 menjadi 26,36 juta penduduk pada September 2022. Di sisi lain, banyak rakyat yang penghasilannya di bawah Rp 1,1 juta/bulan.


Begitu pun dengan jalan yang tidak layak di berbagai daerah. Pada tahun 2016 BPS melaporkan lebih dari 10 ribu desa di Indonesia memiliki infrastruktur jalan yang buruk. Sekitar lima ribu desa/kelurahan yang akses jalannya tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat di sepanjang tahun. Ada juga akses jalan yang bisa dilalui pada musim kemarau saja, tapi tidak di saat musim hujan.


Maka, sangat wajar jika banyak warga yang bertanya mengenai hak-hak mereka. Yang membuat rakyat semakin sakit hati saat mengetahui betapa besarnya kekayaan para pejabat yang terbiasa dengan hidup mewah.


Wajibnya Menyejahterakan Rakyat


Berbeda dari Kapitalisme yang abai menyejahterakan rakyat, negara dalam sistem Islam sangat bertanggung jawab menyejahterakan rakyatnya. Ia merupakan sistem yang sempurna. Dimana negara wajib melindungi harta rakyat dan menjamin kehidupannya.


Rakyat merupakan amanah yang wajib dijaga dan dilindungi oleh pemimpinnya. Nabi saw. bersabda: "Imam (Pemimpin) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurus." (HR. Al-Bukhari dan Ahmad)


Seperti yang dijalankan Rasulullah saw. sebagai kepala negara di Madinah. Juga Khulafaur Rasyidin, mereka semua menerapkan hukum-hukum Allah Swt. Diperintahkan untuk menjaga hak-hak kaum Muslim beserta seluruh rakyat dan menjamin kebutuhan mereka.


Sebagai contoh, Rasulullah saw. pernah menyediakan dokter yang beliau terima dari Raja Mesir untuk melayani umat. Beliau juga menyediakan jaminan hidup untuk Ahlus-Suffah yaitu kaum dhuafa dan pencari ilmu di Madinah.


Kemudian kegiatan tersebut diteruskan oleh Khulafaur-Rasyidin yakni,.Khalifah Umar bin Khatab ra. Beliau menyediakan pendidikan untuk kaum Muslim dan memberikan gaji yang layak kepada pengajar sebanyak 15 dinar.


Khalifah berikutnya yaitu, Utsman bin Affan ra. yang memberikan 1 dirham setiap hari untuk kaum Muslim selama Ramadhan. Khalifah berikutnya yaitu, Bani Umayah. Beliau membangun rumah sakit, rumah panti jompo dan rumah-rumah bagi orang-orang yang tersesat. Pada periode tahun 120-126 H Bani Umayah menganggarkan dana sebanyak 10 dirham untuk penanganan bencana dan memerdekakan budak.


Di sisi lain, Islam mengancam para pemimpin yang membuat rakyat terlantar, apalagi menghambat hak-hak rakyat. Penetapan pajak sebagai sumber penghasilan suatu negara bukan ketetapan syariat Islam. Apalagi dijadikan sebagai sumber ekonomi negara. Islam sudah menetapkan sumber-sumber pendapatan negara (khilafah). Seperti harta kepemilikan umum (contoh: pertambangan), zakat dan sedekah, ghanimah, kharaj, harta yang tidak ada ahli waris dan sebagainya.


Seperti yang dinyatakan Al-'Allamah Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabani RahimahulLah dengan menggunakan syariat Islam sumber-sumber pendapatan ekonomi negara sudah ada ketentuannya. Karena itu, khilafah tidak memerlukan pajak dari rakyat, baik secara langsung atau tidak langsung. (An-Nabhani, Nizhaam al-Iqtishaad fii al-Islam, hlm. 242)


Tetapi Khilafah boleh memungut pajak dari kaum Muslim yang kaya untuk digunakan sebagai kebutuhan umat ketika Baitulmaal atau kas negara mengalami kekurangan (defisit). Misalnya untuk membiayai penanganan bencana alam,  fakir miskin, kemaslahatan umat yang mendesak seperti pembangunan rumah sakit, sekolah, jalan, dan sebagainya. (Syaikh Abdul Qadim Zallum, Al-Amwaal fii Dawlah Al-Khilaafah, hlm.162-168)


Pemungutan ini bersifat sementara dan tidak mengambil dari rakyat keseluruhan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


Nabi saw. bersabda: "Sedekah terbaik adalah yang berasal dari orang kaya." (HR. Al-Bukhari)


Dari sini, sudah jelas perbedaan pajak dalam Islam dengan pajak dalam sistem Kapitalisme. Dengan menggunakan sistem ekonomi Islam segala urusan rakyat dipermudah dan tidak membebani rakyat. Adapun pungutan jizyah yang diwajibkan atas ahluz-zimmah (warga negara non-Muslim) juga diberikan dispensasi jika mereka mengalami kesusahan hidup.


Khalifah Umar bin Khattab ra. telah menghapus kewajiban jizyah bagi seorang lelaki tua yang miskin. Bahkan, beliau memerintahkan petugas Baitulmaal untuk memberikan bantuan keuangan kepada orang tersebut.


Hanya dengan Islam sistem kekuasaan dan para penguasa yang benar-benar mengurusi umat dapat tercipta. Karena mengabaikan urusan rakyat, menelantarkan amanah, bahkan memperkaya diri sendiri dapat menjadikan bencana bagi mereka di Yaumil Akhir.


Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menerapkan syariat Islam. Dan sudah menjadi kewajiban seluruh kaum Muslim untuk menerapkan syariat Islam secara kafah. Karena dengan diterapkannya syariat Islam dapat memberikan keselamatan di dunia dan akhirat. Wallahualam bissawab.