Ketika Ruang Digital Melemahkan Karakter Generasi
AnalisisPenegakan syariat Islam kafah di setiap aspek kehidupan
akan mengeliminasi bekembangnya praktik rusak di ruang digital
______________________________
Penulis Aksarana Citra
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - AI bukan sekadar aplikasi, tetapi sebuah teknologi atau sistem yang memungkinkan computer robot atau pun perangkat digital bisa melakukan tugas seperti manusia, seperti berpikir memahami bahasa, mengenali gambar, dan lain-lain.
Teknologi digital kini makin meresap ke diri remaja dan generasi penerus kita. Seperti halnya api, teknologi bagai dua sisi yang bisa memberi manfaat dan di sisi lainnya malah bisa merusak sebagaimana manusia memanfaatkannya. Konten-konten di media sosial tiap hari tidak ada habisnya memenuhi jagad maya. Dari hal positif bahkan hal negatif seakan silih berganti tanpa ada filter atau pengawasan dari pemerintah
Di era digital kini manusia dipermudah dalam mencari informasi dan ilmu, tetapi yang menjadi pertanyaan mengapa di era digital yang makin maju, tetapi berbanding terbalik dengan akhlak generasi kita. Banyaknya tindak perundungan daring, manipulasi seksual dengan memanfaatkan teknologi AI, kecanduan narkoba, kecanduan konten pornografi, tindakan arnarkisme, dan lain-lain. Ruang digital kini telah berubah menjadi medan rawan bagi generasi muda.
ARB 19 tahun seorang remaja di Gresik yang mengedit foto teman perempuannya dengan memanfaatkan teknologi AI kini telah berubah statusnya menjadi tersangka utama dalam peredaran foto tak senonoh tersebut. Dia tidak menyangka karena kejahilannya, membuatnya gagal berkuliah bahkan sekarang mendekam di balik jeruji besi Polres Gresik.
Ia mengakui segala perbuatannya dan foto tersebut menjadikan alat pemuas hasrat seksualnya. Semua itu karena terinspirasi dari platform Twitter. Ia merekayasa foto tersebut sejak tahun 2023, setelah mengedit foto tersebut disebarkan di media sosial. (detikjatim, 15-07-2024)
Dua remaja meregang nyawa setelah melakukan challenge terjun ke sungai dari jembatan di Kabupaten Tegal. Satu ditemukan meninggal dan satu lainnya sedang proses pencarian. Aksi nekat tersebut terjadi pada Kamis (17-10) di atas jembatan sungai Gung desa Kaligayam Kecamatan Talang Kabupaten Tegal.
Menurut kesaksian teman korban, nyatanya mereka berdua tidak bisa berenang, tetapi nekat terjun. Awalnya mereka berlima hendak membuat konten dua orang terjuan dan yang lainya merekam, tetapi naas karena tidak bisa berenang membuat mereka tenggelam dan tidak bisa terselamatkan. (detikBali, 17-10-2025)
Konten-konten yang merusak berseliweran setiap detiknya dan memengaruhi cara berpikir dan sikap bahkan memengaruhi cara beragama. Belum lama ini istilah agnostic dilontarkan secara terang-terangan oleh seorang influencer muda. Pandangannya tersebut didasari oleh argumen bahwa bukti-bukti yang ada mengenai keberadaan tuhan belum cukup baginnya.
Ia merasa ada di posisi yang abu-abu antara percaya atau tidak. Selain itu, paham ateis pun sering dilontarkan oleh para idol Kpop. Tidak aneh kalau di Korea karena sebagian besar penduduknya memang ateis atau tidak beragama. Namun, cara pemikiran itu yang bisa memengaruhi para remaja muslim kita.
Belum lagi banyak konten yang memojokkan agama Islam. Bukan karena ajarannya, tetapi karena oknum yang berlindung di balik agama. Hal hal itu makin membuat remaja kebingungan karena di satu sisi mereka muslim, tetapi di sisi lain cara pandang yang salah telah memengaruhi mereka dalam berpikir dan bertindak. Agama hanya sebuah kolom saja di KTP tidak lebih, dan cara berpikir mereka sudah jauh dari Islam.
Akhirnya, lahirlah generasi yang split personality rapuh dan sekuler. Dulu zaman orang tua kita seperti generasi milenial, Gen X, dan generasi babyboomers tampak lebih kuat personalitynya karena tidak hidup di era digital hidup mereka lebih real nyata, tidak maya atau semu.
Mereka belajar mengahadapi realitas secara langsung bukan melalui layar, maka mental dan personality mereka lebih kuat, ritme hidup lebih stabil, tantangan yang mereka hadapi membentuk karakter kuat karena terdidik dari perang kesulitan ekonomi dan keterbatasan informasi dan transportasi, pergaulan secara langsung tatap muka yang membentuk empati, keberanian sosial dan kemapuan komunikasi yang baik.
Generasi spilt personality (kepribadian terpecah, labil, atau tidak stabil) lahir karena pengaruh ruang digital dan media sosial. Generasi sekarang hidup dalam dua dunia, yakni dunia nyata dan maya atau digital yang penuh tekanan dan berstandar serta tekanan dari timpangnya perbandingan sosial. Informasi yang mereka dapat pun terlalu cepat.
Anak muda kini di bombardir berita, drama, standar kecantikan, gaya hidup, dan tren baru setiap harinya yang membuat mental mereka menjadi lelah, sulitnya untuk fokus dan kepribadian yang tidak stabil karena lingkungan berubah sangat cepat.
Selain itu, keluarga dan sosial yang melemah. Dulu keluarga solid karena peran orang tua sangat kuat dalam mendidik anak-anak, dan nilai-nilai spiritual, moral, norma masih menjadi landasan dalam mendidik anak. Sekarang banyak keluarga yang sibuk, ayah ibu bekerja siang malam. Pertemuan hanya sekilas saja, anak-anak dibesarkan oleh gadget. Interaksi antara anggota keluarga berkurang dan tidak secara langsung karena diganti oleh gadget.
Krisis role model, dulu figur panutan jelas orang tua, guru, Rasulullah, tokoh ulama, sekarang berganti menjadi influencer yang tidak jelas. Konten-konten sensasional yang sekadar viral dan idola instan. Split personality bukan gangguan psikologis klinis, tetapi lebih ke kepribadian yang terpecah antara dua sisi.
Satu sisi ingin terlihat kuat, pintar, dewasa, dan percaya diri. Di sisi lain, ternyata rapuh, mudah terpancing, dan bingung menentukan jati diri. Mereka hidup dengan dua kepribadian yang ditampilkan di online dan yang ditampilkan di dunia nyata berbeda.
Spilt personality rapuh tidak timbul di generasi sekarang. Semua itu timbul karena paham sekuler yang merambah ke pemikiran anak-anak. Sistem yang memisahkan kehidupan dengan nilai-nilai spiritual, konsep moral, agama tidak diterapkan dalam keseharian anak-anak.
Akhirnya, mereka hidup seakan tanpa jiwa. Badan mereka kuat, cara berpikirnya cerdas, tetapi jiwanya rapuh dan lemah. Mereka percaya diri di dunia maya, tetapi introvert di dunia nyata. Terlihat tangguh di luar, tetapi lemah secara mental.
Negara sekuler nyatanya tidak bisa hadir sebagai penjaga, malah menjerumuskan masyarakat ke dalam kehancuran. Sistem yang lahir dari memisahkan kehidupan dengan agama nyatanya gagal dalam menciptakan ekosistem ruang digital aman bagi generasi muda.
Generasi yang terjajah pemikirannya menjadikan mereka jauh dari keimanan. Ditambah pendidikan yang tidak didasari oleh nilai-nilai agama menjadikan generasi sekarang minim akhlak. Mereka bebas berbicara, bertindak, karena tidak ada akidah yang mengikatnya.
Daulah atau Khil4fah Islam berfungsi sebagai raa’in sebagai pemimpin, pengurus, dan penanggung jawab bagi masyarakat. Memastikan kebutuhan dasar terpenuhi dan sebagai pengurus rakyat, khalifah akan memfilter segala sesuatu yang bisa merusak mental dan akhlak karena penyelamatan generasi adalah visi utamanya, menutup platform digital yang disinyalir berkonten negatif, menutup akses judol maupun pinjol, perbuatan maksiat riba akan di berantas sampai akar-akarnya, dan memberikan pendidikan kepada generasi bukan sekadar pendidikan duniawi, tetapi pendidikan moral, akhlak dan memperkuat akidah dan ketakwaan kepada islam.
Khalifah hadir sebagai junnah atau perisai, khalifah akan melindungi masyarakat terutama generasi muda dari ancaman eksternal dan internal, menjaga akidah, kehormatan, dan harta. Menghentikan perbuatan zalim dan menidak tegas kepada masyarakat yang berbicara, atau melakukan cyberbulliying.
Khalifah akan melakukan pengawasan ketat agar tercipta ruang digital yang ramah bagi generasi muda. Alhasil, mereka tidak akan mudah terjerumus dan terciptanya ruang aman serta membentuk generasi yang kuat. Mereka akan tumbuh di lingkungan yang benar-benar terlindungi sehat secara moral, sosial, dan mental.
Selain memfilter konten-konten negatif, khalifah juga akan memaksimalkan kemajuan teknologi untuk sarana pendidikan bagi generasi dan penguat dakwah Islam. Hal-hal positif akan menjadi konten di keseharian, masyarakat akan disajikan meteri materi dakwah sehingga dapat memperkuat pemahaman pada Islam.
Penegakan syariat Islam kafah di setiap aspek kehidupan akan mengeliminasi bekembangnya praktik rusak di ruang digital. Ketika negara menerapkan hukum Allah secara sempurna, maka segala bentuk penyimpangan dari konten yang merusak akhlak berita hoax dan lain-lain akan dicegah melalui mekanisme pengawasan, edukasi serta memberikan saksi yang tegas kepada siapa pun yang melanggar.
Penerapan syariat secara total akan membentuk masyarakat yang bertakwa dan terciptanya suasana masyarakat yang amar makruf nahi mungkar jauh dari mental yang lemah dan kerusakan akhlak. Dengan demikian, memperjuangkan Islam menjadi tugas kita bersama agar terciptanya ruang yang aman dan berjalan sesuai petunjuk Allah Swt. serta membawa kemaslahatan bagi seluruh umat.
“Wahai orang-orang beriman masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan (kafah).“ (QS. Al-Baqarah: 208)
Wallahualam bissawab


