Sistem Kapitalis Melahirkan Manusia Keji dan Sadis
OpiniSikap individualisme yang lahir dari rahim sekularisme liberal
menjadikan masyarakat tidak peduli perilaku orang sekitarnya melanggar syariat atau tidak
_____________________________
Penulis Yani Ummu Qutuz
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa waktu lalu, jagat media digemparkan dengan berita pembunuhan mutilasi. Mutilasi adalah aktivitas menghilangkan nyawa seseorang yang diikuti dengan pemotongan tubuh korban menjadi beberapa bagian terpisah. Pelaku biasanya melakukan hal ini untuk menghilangkan jejak.
Kasus terbaru, penghilangan nyawa yang diikuti oleh mutilasi terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Alvi Maulana (24) tega menghabisi nyawa Tiara Angelina Saraswati (25) yang merupakan teman hidup kohabitasinya. Lalu dengan keji dan sadis memutilasinya menjadi ratusan potong. Atas tindakannya itu, AM layak mendapat hukuman pidana mati, penjara seumur hidup, atau penjara kurun waktu tertentu maksimal 20 tahun.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Polres Mojokerto Ajun Komisaris Besar Ihram Kustarto, Senin (15 September 2025) bahwa AM dijerat pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan maksimal hukuman mati. Sebagian kalangan juga menginginkan hukuman yang layak bagi pelaku demi keadilan bagi korban dan keluarganya. (Kompas.id.com, 15-09-2025)
Kasus ini menambah panjang kejahatan serupa di Indonesia. Sebuah survei pernah dilakukan Litbang Kompas yang meneliti pemberitaan ini sejak tahun 1965 sampai 2024. Dalam rentang waktu 60 tahun tersebut terdapat ratusan kali kasus mutilasi.
Rata-rata kasus yang ditangani kepolisian berhasil diungkap. Namun, ada kasus yang selama ini masih misterius, yaitu kasus “potong 13” yang terjadi di Jl. Sudirman, Jakarta Pusat pada 1981 silam. Identitas korban tidak pernah terungkap oleh pihak kepolisian meski petunjuk forensik seperti sidik jari dan wajah korban masih utuh dan dianggap sebagai kasus yang sangat mengerikan. (Kompastv.com, 27-01-2025)
Sekularisme Liberal Pangkal Kerusakan
Kalau kita cermati, dalam kasus AM ini ada dua kemaksiatan yang terjadi. Pertama, aktivitas kohabitasi yang dilakukan pasangan AM dan TAS. Kedua, pembunuhan berikut mutilasi. Diketahui bahwa AM dan TAS telah melakukan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Pasangan ini dilaporkan telah melakukan hubungan pacaran selama empat tahun dan tinggal bersama. Akhirnya, hubungan mereka berakhir tragis, Alvi dengan sadis dan tega menghabisi nyawa TAS hanya karena kesal karena tidak dibukakan pintu saat pulang larut malam.
Manusia-manusia macam Alvi ini (pelaku kohabitasi) bermunculan di negeri ini. Kasus kohabitasi yang tidak terungkap bisa mencapai puluhan ribu bahkan mungkin ratusan ribu orang. Hal ini terjadi karena negeri ini menerapkan kapitalisme sekuler. Sistem ini menihilkan peran agama serta mendewakan kebebasan berperilaku dalam kehidupan. Setiap orang bebas melakukan apa pun yang menurutnya akan mendatangkan kebahagiaan. Tidak peduli apa yang dilakukannya melanggar syariat yang akan mendatangkan dosa.
Maraknya kohabitasi bukan hanya faktor individu yang tidak bertakwa, tetapi juga karena tidak berjalannya kontrol masyarakat. Sikap individualisme yang lahir dari rahim sekularisme liberal, menjadikan masyarakat tidak peduli perilaku orang sekitarnya melanggar syariat atau tidak, yang penting dia tidak melakukannya. Padahal di hadapan Allah dia akan ditanya mengapa tidak melarang perbuatan dosa.
Di negeri ini, kohabitasi atau perzinaan merupakan delik aduan terbatas. Hal ini diatur dalam pasal 411 dan 412 bahwa perzinaan akan diproses jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Pada kasus kohabitasi tidak ada pihak yang merasa dirugikan, mereka melakukannya karena suka sama suka.
Oleh karena itu, masyarakat tidak bisa melarang praktik kumpul kebo dengan menggerebeknya, yang ada nanti malah kena delik mengganggu ketertiban. Inilah kelalaian negara ketika tidak menerapkan sanksi yang tegas terhadap para pelaku zina sehingga perzinaan mewabah di masyarakat.
Begitu juga dengan kejahatan pembunuhan, saat ini orang begitu mudah menghilangkan nyawa orang lain, bahkan orang terdekatnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. Hari ini manusia begitu sadis, tega membunuh sekaligus memutilasinya seperti memperlakukan seekor hewan. Ini semua karena diterapkannya aturan sekularisme liberal.
Orang sudah hilang hati nuraninya. Mereka lebih menuruti hawa nafsu daripada akal sehatnya. Ketika rasa marah memuncak didorong dengan dendam kesumat, mencelakai bahkan sampai membunuh menjadi jalan pintas melampiaskan kekesalan.
Sanksi bagi penghilangan nyawa orang tidak tegas. Hanya hukuman penjara paling lama seumur hidup. Jelas hukuman ini tidak membuat efek jera bagi para pelaku dan tidak memberikan rasa keadilan bagi korban.
Islam Solusi Tuntas Memberantas Kemaksiatan
Peristiwa semacam ini tidak pantas muncul ketika Islam diterapkan. Kohabitasi tidak akan ada dalam masyarakat Islam, Allah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 32, “Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Islam dengan seperangkat aturannya menetapkan sistem pergaulan antara laki-laki dan wanita. Para wanita hidup bersama para mahramnya di rumah dalam kehidupan khusus. Wanita tidak boleh keluar rumah tanpa seizin wali atau suaminya. Islam melarang berkhalwat (berdua-duaan) dengan yang bukan mahram seperti pacaran, tidak boleh ikhtilat (campur baur) dengan laki-laki seperti di bioskop, konser, dan sebagainya.
Wanita harus menutup aurat yang sempurna ketika keluar rumah dengan mengenakan jilbab atau gamis dan kerudung. Dengan seperangkat aturan yang tegas dan jelas ini sebagai preventif agar terhindar dari perbuatan zina. Syariat telah menegaskan bahwa zina itu adalah perbuatan keji yang akan menyeret pelakunya ke dalam neraka. Jangankan berbuat zina, mendekati zina merupakan perbuatan dosa yang akan diberikan azab oleh Allah.
Apabila perzinaan telah terjadi, Islam menetapkan sanksi rajam sampai mati bagi pezina yang sudah menikah. Hukuman jilid 100 kali bagi pezina yang belum menikah, jika masih hidup dia diasingkan. Sanksi yang tegas ini akan memberikan efek jera sehingga membuat orang berpikir seribu kali untuk melakukan perzinaan.
Begitu pula hukuman bagi pembunuh dan mutilasi yang merupakan dosa besar. Sanksinya adalah dengan kisas (balasan setimpal bahkan sampai hukuman mati), yaitu pembalasan bagi pelaku kejahatan pembunuhan atau penganiayaan. Namun, keluarga korban dapat memilih untuk memaafkan dan menerima diat (uang tebusan) sebagai gantinya.
Begitulah Islam memberikan sanksi tegas untuk menjaga jiwa seorang manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya, “Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (TQS. Al-Maidah: 32)
Khatimah
Jika Islam diterapkan, niscaya kejahatan dan kemaksiatan itu akan bisa dieliminasi. Hanya saja sistem Islam hanya bisa diterapkan dalam institusi Daulah Islamiah. Seluruh aturan Islam baru bisa diterapkan secara sempurna dalam sistem Islam. Oleh karena itu, tugas kita adalah memperjuangkan tegaknya kembali kekhilafahan yang merupakan kewajiban agar kelak kita memiliki hujjah di hadapan Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


