Alt Title

Mengatasi Masalah Perekonomian dengan Islam

Mengatasi Masalah Perekonomian dengan Islam



Untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil

tidak akan didapatkan dari sistem yang sekarang diterapkan, yaitu sistem ekonomi kapitalisme

_____________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Belum lama ini Presiden Prabowo memberikan lampu hijau atas kebijakan dari Menteri Keuangan (Kemenkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang mengucurkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke bank nasional mulai Jumat (12 September 2025).


Menurutnya, kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan likuiditas perbankan agar kredit dapat tumbuh dan mendorong pertumbuhan ekonomi. (Kompas.com, 13-09-2025)


Namun, para pakar ekonomi menilai kebijakan ini tidak akan efektif untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi Indonesia saat ini karena dengan mengalirkan uang ke bank tidak langsung menyelesaikan pokok masalah ekonomi yang kompleks di Indonesia. 


Sistem Perekonomian yang Gagal


Perekonomian Indonesia telah mengalami kemerosotan yang serius. Semenjak pascapandemi perekonomian nasional belum stabil, konsumsi rumah tangga lemah, kemudian berimbas pada daya beli masyarakat yang menurun. Belum lagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah, dan diperparah dengan fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.


Jumlah utang ke luar negeri saat ini kian membengkak yang sudah jatuh tempo sekitar Rp800 triliun plus bunga utang Rp500 triliun juga beban pajak yang memberatkan masyarakat. Tak heran jika menurut standar Bank Dunia sekitar 60,3% masyarakat Indonesia kini tergolong miskin dan rentan miskin efek dari krisis ekonomi. 


Di sisi lain, bukti keberhasilan suatu negara sering kali dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi. Di mana angka pertumbuhan yang tinggi sering dianggap perekonomian sedang sehat dan masyarakat yang sejahtera. Namun pada faktanya, penilaian itu hanya untuk ukuran makro yang bersifat rata-rata, bukan kondisi ekonomi masyarakat apalagi per individu yang sebenarnya. Jika itu dijadikan tolok ukur, yang ada hanya paradigma yang menyesatkan.


Maka dari itu, jika menggelontorkan dana sebesar Rp200 triliun yang berasal dari pajak rakyat, lalu mengharapkan kondisi ekonomi membaik itu jelas keliru, yang ada hanya kemubaziran, uang sebesar itu akan lenyap sia-sia. Hal itu tidak akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat secara menyeluruh dan merata. 


Untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil, tidak akan didapatkan dari sistem yang sekarang diterapkan, yaitu sistem ekonomi kapitalisme karena sudah terbukti gagal dalam hal menyejahterakan rakyat secara menyeluruh. Apalagi sistem ini menormalisasikan pajak dan utang ribawi.


Sungguh kesalahan yang sangat fatal padahal Indonesia telah diberi sumber daya alam yang melimpah, tetapi tidak dikelola oleh negara secara mandiri. Malah dikuasai oleh asing dan aseng. 


Islam Hadir dengan Keadilan dan Kesejahteraan 


Berbeda dengan sistem Islam yang mengatur roda perekonomian negara dan kepemilikan sumber daya alam. Dalam kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm (Sistem Ekonomi Islam) milik ulama dan pemikir Islam pada abad ke 20, yaitu Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani beliau menegaskan bahwa Islam menetapkan aturan tegas tentang kepemilikan, pengelolaan kekayaan dan peran negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya.


Dalam kepemilikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu milkiyyah fardhiyyah (kepemilikan individu), milkiyyah ‘âmmah (kepemilikan umum), dan milkiyyah ad-dawlah (kepemilikan negara). Dengan begitu, Islam menutup celah privatisasi sumber daya alam bagi swasta, asing maupun aseng. 


Air, listrik, tambang atau yang lainnya adalah milik umum yang harus dikelola langsung oleh negara dan dimanfaatkan kembali untuk pemenuhan kebutuhan rakyat. Bukan diserahkan pada pihak swasta apalagi pihak asing atau aseng. 


Dalam Islam, untuk menyelesaikan persoalan ekonomi tidak terfokus pada pertumbuhan ekonomi secara angka atau memanfaatkan kekayaan alam setempat saja. Akan tetapi, dari pendistribusian kekayaan. Oleh karena itu, Islam melarang sumber kekayaan alam dimiliki oleh segelintir orang dan berputar hanya di orang-orang kaya saja.


Pemerintah yang seharusnya mengelola sumber daya alam sesuai prinsip Islam dan hasilnya disalurkan kembali kepada rakyat demi memenuhi hak-hak dasar rakyat berikut membuka peluang lapangan pekerjaan untuk warganya. Allah Swt. berfirman, yang artinya: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (TQS. Al-Hasyr [59]: 7)


Islam juga melarang warganya untuk menimbun harta dan sebaliknya Islam mendorong warga, agar harta mereka berputar melalui berbagai macam muamalah dan investasi riil, bersedekah/infak, hibah, dan wakaf, serta mewajibkan zakat. Begitulah Islam, agama sekaligus sistem yang menawarkan solusi ekonomi yang sangat relevan untuk menjawab tantangan ketimpangan dan menciptakan sistem yang lebih adil dan berkeadilan sosial. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


Ummi Qyu