Masalah Keracunan Massal Telusuri Akar Masalahnya
Opini
Seharusnya kasus di atas menjadi alarm keras bagi negara
untuk segera mengevaluasi terkait kebijakan tersebut
_______________________
Penulis Mulyaningsih
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Lagi, kasus keracunan MBG (Makan Bergizi Gratis) kembali muncul dan memakan korban. Sebagaimana diberitakan salah satu media nasional menyebutkan 384 penerima MBG mengalami gejala pusing, mual, muntah, serta sesak nafas.
Hal tersebut terjadi setelah mengonsumsi menu MBG soto ayam suir dari SPPG Kota Soe 1. Kejadian tersebut patut diduga kuat karena kesalahan dalam pengolahan serta penyimpanan bahan pangan. Kasus terbanyak terjadi di SD GMIT 2 Soe dan RSUD Soe.
Gejala yang muncul mual, muntah, dan pusing yang disertai dengan buang air besar terus-menerus. Bahkan ada yang sampai sesak nafas. Dengan kejadian ini, maka SPPG (Satuan Pelayanan Pemuhuhan Gizi) Kota Soe 1 langsung menghentikan distribusi makanan. BGN (Badan Gizi Nasional) juga menghentikan operasional SPPG Kota Soe 1 sampai keluar hasil laboratorium. (tempo.com, 08-10-2025)
Fakta di atas adalah kasus terbaru keracunan MBG yang terjadi di Kota Soe. Jauh sebelum itu kita mungkin melihat, baik di televisi atau media massa mengenai kasus serupa. Rasanya tidak satu atau dua wilayah saja yang mengalami kasus tersebut. Kini kasus tersebut hampir merata di wilayah negeri ini. Memang yang terbanyak masih di kawasan Pulau Jawa.
Melihat perkembangan kasus tersebut, jujur sebagai orang tua saya begitu khawatir akan program MBG ini. Nasib anak-anak menjadi taruhannya. Ini benar-benar nyawa peserta didik sedang berada di ujung tanduk.
Seharusnya, sebelum ketok palu terhadap suatu kebijakan, pertimbangan segala sesuatunya harus jelas dan pasti. Segala lini tentunya harus dipikirkan secara matang agar tidak menimbulkan persoalan baru.
Ini ibarat menyelesaikan satu persoalan, namun memunculkan persoalan baru. Niatnya ingin membantu keluarga di seluruh negeri ini agar mendapatkan makanan yang bergizi. Tetapi, pada faktanya ternyata justru keracunan yang didapati.
Hal tersebut mengacu pada kebijakan yang dibuat bersifat bisnis semata. Hanya menguntungkan sebagian orang pemegang kebijakan tersebut. Termasuk juga kurang ketatnya pengawasan pada program MBG. Salah satunya adalah bagian distribusi pangan dan standarisasi yang masih belum merata pada SPPG di seluruh wilayah negeri ini.
Dengan begitu, wajar ketika pangan diolah pada pagi hari. Kemudian, disajikan ke siswa pada siangnya kemungkinan pangan terkontaminasi menjadi cukup besar. Hingga akhirnya muncul keracunan massal di beberapa wilayah, baik di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, serta lainnya.
Seharusnya, kasus di atas menjadi alarm keras bagi negara untuk segera mengevaluasi terkait kebijakan tersebut karena ini menyangkut nasib generasi serta anggaran negara. Jangan sampai egoisme para pemimpin akhirnya mengorbankan para generasi yang menjadi pemegang estafet pembangunan negeri.
Patut diduga kuat bahwa semua muncul dari penerapan sistem yang saat ini ada. Kapitalisme berhasil mencetak manusia hanya memikirkan persoalan dunia semata. Bagaimana caranya mendapatkan keuntungan serta manfaat pada sesuatu? Tidak memikirkan bagaimana kemudian harinya.
Begitu pula terkait dengan tanggung jawab atas amanah yang ada di pundak para penguasa ternyata diserahkan sepenuhnya kepada pihak lain alias swasta. Bak lepas dari tanggung jawab menyerahkan sepenuhnya kepada pihak yang notabenenya belum siap akan amanah tersebut.
Hal tersebut akan berbeda manakala Islam hadir dalam kehidupan manusia. Akidah sebagai dasar atas segala sesuatu telah membentuk manusia menjadi insan yang penuh tanggung jawab atas segala amanah yang ada di pundaknya. Begitu pula dengan para penguasa, mereka benar-benar menjalankan kewajibannya untuk menciptakan kemaslahatan umat.
Termasuk pula mengeluarkan berbagai kebijakan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Karena mereka yakin bahwa semua ini akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di yaumil akhir. Memandang MBG, Islam sendiri akan memikirkan secara keseluruhan terkait dengan hal tersebut.
Mulai dari dana, penyedia pangan, serta hal-hal yang terlibat dengan kebijakan tersebut. Termasuk, memikirkan secara serius bagaimana efektivitasnya terhadap umat dan apakah yang menjadi latar belakangnya diadakan program tersebut harus diketahui secara runut serta jelas. Jika ingin meningkatkan kualitas pangan umat dan mengurangi gizi buruk di masyarakat hal yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu adalah melihat pada para pencari nafkah.
Apakah para ayah sudah mendapatkan pekerjaan layak? Nah, ini sangat menarik kita bicarakan sebab berawal dari sini semua akan berjalan. Jika ayah memiliki pekerjaan layak, dapat dipastikan bahwa keluarga akan sejahtera dan terpenuhi pangannya.
Namun, jika belum mendapatkan pekerjaan layak, menjadi tugas negara untuk membuka lapangan seluas-luasnya agar semua ayah dapat pekerjaan dan mampu menghidupi keluarganya.
Inilah yang kemudian harus dilakukan secara serius oleh negara agar masalah cabang yang ada dapat teratasi dengan sempurna. Alhasil, negara dengan fondasi Islam yang mampu menyelesaikan seluruh persoalan hidup manusia. Masalah cabang bahkan pokok teratasi dengan baik tanpa menimbulkan persoalan baru.
Itulah institusi Daulah Islam yang berbalut hukum syarak dengan tujuan utama mencapai kemaslahatan umat serta amanah terhadap segala sesuatu yang dibebankan. Sebagaimana dahulu pernah berkuasa selama 1300 tahun lamanya menuai kegemilangan yang luar biasa termasuk menjadi mercusuar dunia di segala lini kehidupan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


