Alt Title

Guru Sejahtera dengan Islam

Guru Sejahtera dengan Islam

 



Sudah saatnya Islam hadir dalam negara

untuk menerapkan syariat-Nya dan mewujudkan kesejahteraan para guru


______________________________


Penulis Nina Marlina, A.Md

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Guru adalah profesi yang mulia. Namun sayangnya, banyak di antara mereka tidak mendapatkan penghasilan yang memadai. Hal ini karena adanya perbedaan status antara guru honorer, ASN, dan PPPK. Banyak guru honorer yang sudah lama mengabdi, tetapi kesejahteraan mereka masih minim karena tidak kunjung diangkat menjadi PNS. 


Begitu pula dengan guru PPPK yang belum bisa menjadi solusi. Termasuk PPPK paruh waktu yang memiliki gaji minim. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang akhirnya terjerat utang bank atau pinjol. 


Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani meminta pemerintah agar tidak hanya menaikkan gaji guru dan dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga memperhatikan nasib guru honorer. Menurutnya, peran guru honorer sangat vital dalam memajukan pendidikan nasional, tetapi kesejahteraan mereka masih jauh dari layak. Lalu, ia menegaskan bahwa dirinya akan terus memperjuangkan nasib guru honorer di parlemen. Ia berharap mulai tahun 2026 mendatang tidak ada lagi guru honorer yang menerima gaji hanya Rp300.000 per bulan. (beritasatu.com, 22-09-2025)


Guru Belum Bisa Sejahtera 


Pengangkatan guru PPPK digadang-gadang akan menjadi solusi untuk kesejahteraan para guru. Status ini menawarkan gaji, tunjangan, dan fasilitas yang lebih baik daripada guru honorer, serta memungkinkan perpanjangan kontrak berdasarkan kinerja dan kebutuhan instansi.


Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Guru adalah tenaga pendidik yang memiliki status kepegawaian sebagai ASN. Namun, berbeda dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bersifat tetap. Mereka tidak mendapat uang pensiun. Guru PPPK tidak memiliki jenjang karir meskipun banyak berpendidikan tinggi (S2/S3).


Namun faktanya, untuk mendapatkan status PPPK tidaklah mudah. Banyak prosedur yang harus dilalui. Misalnya, kelengkapan administrasi dan teknis ujian yang cukup menyulitkan khususnya bagi kalangan orang tua yang belum bisa menggunakan komputer. Ironisnya, setelah ujian banyak yang tidak lolos PPPK termasuk para guru yang sudah puluhan tahun mengabdi. 


Hal ini diperparah dengan adanya oknum di instansi yang berbuat kecurangan. Kondisi sesungguhnya, negara dalam sistem kapitalis tidak memiliki anggaran cukup untuk menggaji guru secara layak. Guru dianggap beban negara sehingga kesejahteraan mereka diabaikan sebab sumber daya alam (SDA) negeri ini dikelola dengan prinsip kapitalisme, yakni dikelola swasta atau asing atas nama investasi.


Jika dikelola oleh negara akan menghasilkan devisa yang berlimpah sehingga mampu menyejahterakan rakyat termasuk para guru. Sementara itu, pemasukan negara hanya bergantung pada pajak dan utang yang justru memberatkan rakyat. Guru PPPK didiskriminasi dan dizalimi negara, dipandang sekadar faktor produksi, bukan pendidik mulia generasi.


Cara Islam Menyejahterakan Guru


Berbeda dengan kapitalisme, sistem Islam memiliki sumber pemasukan tetap di Baitulmal. Adapun sumber pemasukannya berasal dari fai', ganimah, anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya. Pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat.


Hanya saja, harta zakat diletakkan pada kas khusus Baitulmal, serta tidak diberikan selain untuk delapan ashnaf (kelompok) yang telah disebutkan di dalam Al-Qur'an. Adapun besaran gaji ditentukan berdasarkan nilai jasa yang diberikan, bukan status ASN/PPPK. Bukan pula diperkirakan berdasarkan batas taraf hidup yang paling rendah di tengah-tengah suatu komunitas.


Biaya pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin oleh negara dengan kualitas terbaik sehingga gaji para guru tidak akan dibebani untuk sejumlah biaya ini. Dalam Islam, Baitulmal menjadi pihak yang akan memberikan upah kepada orang-orang telah memberikan jasa kepada negara.


Misalnya para tentara, pegawai negeri, hakim, tenaga edukatif, dan sebagainya. Pemberian untuk keperluan ini tidak ditentukan berdasarkan adanya harta di Baitulmal. Akan tetapi, pemberian tersebut merupakan hak yang bersifat paten, baik harta tersebut ada maupun harta tersebut tidak ada di dalam Baitulmal.


Apabila harta tersebut ada, saat itu wajib diberikan. Apabila tidak ada, negara wajib mengusahakannya. Dengan cara memungut harta yang diwajibkan atas kaum muslim. Apabila dikhawatirkan akan terjadi kerusakan, bila pemberian tersebut tidak segera diserahkan, negara harus meminjam harta untuk diberikan seketika itu juga, berapa pun jumlah hasil pengumpulan hartanya dari kaum muslim, kemudian negara melunasinya.


Apabila tidak khawatir akan terjadi kerusakan, diberlakukanlah kaidah: "Fa Nadhiratun Ila Maisarah." (maka, dilihat saja yang mudah), di mana pembagian tersebut bisa ditunda, hingga harta tersebut terkumpul baru setelah itu diserahkan kepada yang berhak (Nidzhamul Iqtishadiy fil Islam).


Islam amat memperhatikan pendidikan dan kesejahteraan para guru. Pasalnya, mencari ilmu adalah sesuatu yang mulia dan wajib dalam Islam. Nabi saw. bersabda, "Menuntut ilmu ada wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)


Sudah saatnya Islam hadir dalam negara untuk menerapkan syariat-Nya dan mewujudkan kesejahteraan para guru. Dengan ini pula, akan terwujud generasi cerdas pemimpin peradaban Islam. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]