Alt Title

Gedung Ponpes Ambruk Potret Jaminan Fasilitas Pendidikan Buruk

Gedung Ponpes Ambruk Potret Jaminan Fasilitas Pendidikan Buruk



Ambruknya gedung ponpes merupakan musibah dari Yang Maha Kuasa

Hanya saja sebelum musibah itu terjadi, semestinya ada hal yang bisa dilakukan manusia untuk menanggulangi datangnya musibah tersebut

______________________________


Penulis Dewi Jafar Sidik

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan peristiwa yang memprihatinkan, yakni ambruknya sebuah pondok pesantren. Gedung Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo ambruk dan menelan korban jiwa. Gedung lantai empat ponpes tersebut roboh dan menimpa santri yang sedang salat Asar di lantai dua.


BNPB memperbarui data terkini jumlah korban jiwa ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Per siang ini, jumlah korban meninggal dunia menjadi 37 orang.

 

Berdasarkan data BNPB, Minggu (5-10-2025), terhitung pukul 06.30 WIB sampai 12.00 WIB, tim gabungan telah menemukan 12 jenazah dan satu lagi potongan tubuh manusia dari balik reruntuhan bangunan lantai empat musala. Penemuan itu menambah data jumlah korban meninggal dunia menjadi 37 orang dan bagian tubuh menjadi dua potongan. (detiknews.com, 5-10-2025)


Kejadian ambruknya ponpes tersebut menyisakan duka mendalam bagi korban dan keluarganya. Niat hati ingin memberikan pendidikan agama terbaik untuk putra mereka, tetapi takdir berkata lain, putra mereka justru tewas tertimpa reruntuhan bangunan.


Buruknya Pengawasan terhadap Fasilitas Pendidikan


Memang benar, ambruknya gedung ponpes merupakan musibah dari Yang Maha Kuasa. Hanya saja sebelum musibah itu terjadi, semestinya ada hal yang bisa dilakukan manusia untuk menanggulangi datangnya musibah tersebut. Manusia bisa memastikan apakah bangunan tersebut, dibangun sudah sesuai prosedur yang berlaku atau tidak? Aman dan layak untuk dipergunakan atau tidak?


Peristiwa ambruknya gedung tersebut disinyalir karena konstruksi bangunan tidak kuat dan buruknya pengawasan. Lantai bawah bangunan tidak mampu menopang bangunan tiga lantai di atasnya. Terlebih lagi jika setiap lantai dibangun tidak sesuai dengan standarisasi keamanan bangunan yang berlaku. Model bangunan seperti ini bisa jadi salah satu penyebabnya karena keterbatasan anggaran. 


Diketahui pada umumnya dana pembangunan ponpes biasanya bersumber dari wali santri dan donatur yang terbatas. Keterbatasan dana ini seringkali menjadikan pembangunan tidak direncanakan dengan matang, dan hanya mengandalkan kemampuan yang serba terbatas. Padahal untuk membangun gedung yang memadai sesuai standar keamanan membutuhkan perencanaan yang benar, baik dari sisi pembiayaan maupun konstruksi bangunan.


Komersialisasi Pendidikan


Pendidikan adalah hak semua warga negara. Namun, peristiwa ambruknya ponpes di Sidoarjo menunjukkan betapa lemahnya tanggung jawab negara dalam menyediakan fasilitas pendidikan. Pendidikan saat ini seolah menjadi barang komersial yang tidak semua kalangan masyarakat bisa menikmatinya, dan ini menjadi ciri khas dalam negara kapitalisme.


Jika pendidikan sudah sama halnya dengan barang komersial, akibatnya masyarakat yang memiliki dana besar saja yang bisa menikmati fasilitas pendidikan yang layak. Sementara masyarakat berekonomi rendah hanya bisa menikmati fasilitas pendidikan ala kadarnya, yang tak jarang justru mengancam keselamatan jiwa mereka.


Sistem kapitalis dalam penyediaan insfrastruktur pendidikan sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, pendidikan baik negeri maupun swasta harus memiliki standar yang sama sebagaimana yang ditetapkan negara. Sistem Islam akan memberikan fasilitas yang merata bagi seluruh warganya sesuai dengan standarisasi pendidikan.


Pendidikan dalam Islam Hak Seluruh Rakyat


Sistem Islam memandang pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyatnya dan menjadi tanggung jawab negara secara mutlak. Artinya, negara menjadi penanggung jawab sepenuhnya terhadap pendidikan warga negaranya. 


Prinsip ini berdasarkan perbuatan Rasulullah saw. ketika beliau menjadi kepala negara di Madinah. Kala itu Rasulullah saw. menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan. Di masa itu, masjid menjadi tempat menuntut ilmu, dan disampaikannya khutbah setiap Jumat yang di dalamnya dibacakan Al-Qur'an.


Pada masa itu juga Rasullulah saw. pernah membuat kebijakan untuk para tawanan perang. Tawanan yang tidak mampu membayar tebusan, sementara mereka bisa membaca dan menulis bisa menggantinya dengan mengajarkan umat Islam dan anak-anak Anshar baca tulis.

 

Sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abbas.

 

“Beberapa tawanan perang Badar ada yang memiliki uang untuk tebusan, maka Rasulullah menjadikan tebusannya dengan mengajar anak-anak Anshar.” 


Perbuatan Rasulullah saw. ini menjadi dalil bahwa negara wajib menyediakan pendidikan untuk rakyatnya secara gratis dengan kualitas terbaik. Tawanan perang merupakan harta ganimah. Ganimah termasuk harta milik negara yang alokasinya dibelanjakan untuk kemaslahatan umat. Apalagi jika dipergunakan dalam sektor pendidikan akan sangat bermanfaat. karena dengan pendidikan manusia akan mendapatkan ilmu yang akan menjauhkan mereka dari kebodohan dan kekufuran.


Sistem Islam Menjamin Fasilitas Pendidikan dengan Baik


Dengan demikian, semua hal yang berkaitan dengan pendidikan termasuk menyediakan fasilitas pendidikan dengan standar keamanan, kenyamanan, dan kualitas terbaik menjadi tanggung jawab negara. Bahkan bangunan itu akan dilengkapi berbagai sarana dan prasarana dengan teknologi terkini yang memenuhi prasyarat keamanan dan kenyamanan bagi proses belajar mengajar.


Rasullullah saw. bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)


Sekalipun standarisasi fasilitas pendidikan menjadi tanggung jawab negara, dalam hal ini negara tidak akan membatasi jika ada masyarakat yang ingin membangun fasilitas pendidikan. Hanya saja mereka harus mengikuti standarisasi keamanan bangunan yang diwajibkan negara. Satuan pendidikan baik negeri maupun swasta diwajibkan mengikuti standar dari negara. 


Adapun pembiayaan fasilitas pendidikan yang dibangun oleh negara akan dibiayai dari pos kepemilikan umum dan pos kepemilikan negara Baitulmal. Pos kepemilikan umum berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA), sementara pos kepemilikan negara berasal dari harta fai, ganimah, jizyah, kharaj, dan sejenisnya.


Dengan dana yang tersedia dari kedua pos tersebut negara tidak akan kesulitan membangun fasilitas pendidikan yang memadai. Bahkan negara bisa bertanggung jawab penuh terhadap fasilitas pendidikan tanpa membedakan sekolah negeri maupun swasta. Dengan konsep seperti ini, jika Allah Taala. menghendaki ambruknya pesantren dapat dicegah oleh negara. Wallahualam bissawab.