Alt Title

Fatherless Lahirkan Generasi Cemas

Fatherless Lahirkan Generasi Cemas




Ayah yang hadir secara utuh dalam memimpin keluarga menuju ketakwaan

kelak akan meninggalkan warisan terbesar bagi anak, yaitu iman dan akhlak

______________________________


Penulis Aksarana Citra 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Ayah adalah sosok yang menjadi pelindung dan penopang keluarga. Ia bekerja keras tanpa banyak kata, mengorbankan waktu dan tenaga demi kebahagiaan anak-anaknya. Di balik wajah tegasnya, tersimpan kasih yang tulus dan doa yang tak pernah putus.


Seorang ayah sama pentingnya seperti ibu bagi anak-anak. Pemimpin, pendidik, dan pengayom keluarga. Keduanya mempunyai peran dan kontribusi yang saling melengkapi dalam perkembangan anak dan keluarga. Akan tetapi, kini isu fatherless menjadi trending di dunia. Indonesia bahkan berada di posisi ke-3 sebagai negara dengan angka fatherless tertinggi di dunia. Sebenarnya apakah fatherless itu.


Fatherless artinya “ tanpa ayah” atau ketiadaan figur atau sosok ayah secara emosional, psikologi, atau peran sosial meskipun secara fisik sang ayah ada. Namun, ayah tidak menjalankan fungsinya sebagai ayah. Ini bukan soal kematian ayah, tetapi tentang hilangnya peran dan kedekatan ayah dalam kehidupan anak-anak.


Analisis jurnalis menunjukkan 15,9 juta anak di Indonesia berpotensi tumbuh tanpa pengasuhan ayah. Dari 15,9 juta itu 4,4 juta anak tinggal tanpa sosok ayah. Sisanya 11,5 anak-anak tinggal bersama ayahnya, tetapi dengan jam kerja ayah lebih dari 60 jam per minggu atau lebih dari 12 jam per hari. Ini menunjukkan seorang ayah banyak menghabiskan waktu di luar rumah dari pada dalam rumah. (Kompas.id, 8-10-2025)


Mengutip data UNICEF yang menyebut tahun 2021 sebanyak 20,9 anak Indonesia fatherless. Artinya seperlima anak di Indonesia kehilangan sosok ayah. (VOI.id)


Ekonomi Indonesia yang permasalahannya cukup kompleks karena buah dari sistem sekularis kapitalis. Membuat para ayah banyak menghabiskan waktu di luar rumah serta minimnya pendapatan. Belum lagi sistem kerja yang penuh tekanan, jam kerja yang padat menjadi faktor pemicu fatherless di Indonesia.


Dari data di atas, tuntutan ekonomi menjadi salah satu faktornya. Ayah terlalu sibuk kerja mengakibatkan ayah tidak hadir pada pembinaan anak. Dalam sistem ekonomi sekularis kapitalis yang sangat kompetitif ini, mengharuskan para ayah bekerja keras, bahkan mengambil side job demi memenuhi kebutuhan keluarga.


Hal ini menjadi pemicu berkurangnya waktu kebersamaan dengan anak dan energi sudah habis di tempat kerja, jadi interaksi anak dan ayah berkurang. Selain itu, long distance marriage di mana ayah harus berkerja di luar kota ataupun luar negeri demi terpenuhinya kebutuhan anak dan istri.


LDM bisa merenggangkan hubungan istri dan suami dan meningkatkan risiko perceraian, serta tekanan finansial seperti masalah keuangan, kemiskinan terlilit utang, dapat menciptakan stres dan konflik dalam rumah tangga. Tekanan ini membuat ayah menarik diri secara emosional dan akhirnya memicu kondisi fatherless.


Fatherless bukan isu yang bisa dianggap sepele karena fatherless bisa memengaruhi anak-anak dalam kehidupan di kemudian hari. Anak-anak yang fatherless tumbuh dengan kepribadian sulit mengambil keputusan, suka menahan emosi, kesepian, susah minta tolong, terpaksa mandiri, sangat butuh validasi, tidak bisa terbuka, people pleaser, trust issue.


Beberapa studi juga menemukan korelasi tinggi antara ketidakhadiran ayah dengan risiko kenakalan, putus sekolah, dan masalah psiko sosial lainnya. (Referensi: Effect of father love absence on  well being the mediating role hope 2024)


Menurut pakar pemerhati masalah keluarga dan aktif sebagai pembicara dan sesi konseling keluarga bersama tim Fatherman, yaitu ayah Irwan Rinaldi menurutnya ciri ciri fatherless itu sama di seluruh dunia kecuali Indonesia.


Di dunia itu fatherless selalu dampaknya kepada Father Hunger dan Daddy Issues. Dampaknya langsung ke anak-anak laki-laki mengalami father Hunger dia tidak dapat tokoh laki laki dan anak perempuan Daddy Issues tidak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya.


Bedanya di Indonesia yang hancur pertama dari fatherless itu ibu. Menurutnya dalam menyebutkan fenomena fatherless di Indonesia, anak-anak sekarang memberi istilah “gua punya ibu bapak yang sedunia tapi tidak sesurga, serumah tapi tidak sejiwa”. Sering kali di Indonesia didapati fenomena seperti ini di mana ibu atau istri pun menjadi korban, dan dampaknya apa?


Dampaknya ibu dengan kondisi seperti itu nanti dia sakit secara mental dan emosional sehingga dia tidak mampu mengurus anaknya, dan abai terhadap anaknya. Jadi, anak di Indonesia yang fatherless itu dapet double kill. Sakit dari ayahnya dan ditambah lagi sakit dari ibunya.


Akar Masalah


Fenomena fatherless tidak bisa dilepaskan juga dari sistem patriarki yang sudah mengakar bahkan menjadi budaya di sebagian masyarakat. Patriarki menempatkan laki-laki, khususnya ayah sebagai sosok yang berkuasa dan berperan penting dalam urusan ekonomi keluarga, tetapi peranan emosional terhadap keluarganya sering diabaikan.


Ayah simbol otoritas dalam sistem patriarki. Akibatnya, istri menanggung beban ganda dalam keluarga. Selain mengurusi kebutuhan keluarga menjadi pendidik dan pengatur emosional keluarga, istri sering kali perasaannya diabaikan karena perannya dianggap tidak penting.


Sering kali perempuan diajarkan untuk menahan diri mengalah dan menerima perlakuan yang tidak setara dengan apa yang sudah ia korbankan demi menjaga keharmonisan keluarga. Dalam jangka panjang, akan membuatnya menjadi perempuan yang pasif, rendah diri atau kehilangan jati diri. Bisa juga sebaliknya istri tumbuh menjadi sosok kuat secara batin karena kekuatannya itu lahir dari luka. Dia terpaksa kuat karena tuntutan sistem. 


Sejatinya sistem patriarki sistem sekuler kapitalis mempunyai korelasi yang saling menguatkan dalam pembentukan tatanan sosial di Indonesia. Di mana laki-laki dalam sistem patriarki menjadi simbol otoritas dan pusat kekuasaan, sedangkan perempuan perannya terabaikan.


Lalu sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan, menjadikan konsep moral agama yang berlaku di masyarakat dan keadilan menjadi hilang aspek rohaninya dan tidak berperan penting. Karena pemisahan itu, para ayah menjadi kehilangan peran sebagai qawaam (pemimpin), murrobbi dan pelindung.


Istri pun yang harusnya diperlakukan baik dan dihargai sebagai madrasatul ula sering terpinggirkan oleh sistem. Karena tidak tertanamnya nilai-nilai spiritual di kehidupan. Kapitalisme yang merajai perekonomian dunia nyatanya menjadi penyumbang besar dalam fenomena fatherless.


Peran Ayah dalam Islam


Dalam perspektif Islam, peran ayah sangat penting sebagaimana dicontohkan oleh Luqman dalam mendidik anak-anaknya. Sosok ayah harus bisa menjadi sebagai qawwam (pemimpin), murabbi (pendidik), dan muhafidz (pelindung) dan tanpa kehadirannya keluarga akan salah arah.


Ayah sebagai Qawwam


Qawwam berasal dari firman Allah Swt. dalam QS. An-Nisa ayat 34: “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum perempuan.” 


Makna qawwam adalah pemimpin, penanggung jawab, dan pengatur urusan keluarga maksudnya menjadi pemimpin dan penuntun mengarahkan keluarga agar hidup sesuai syariat Islam. Menafkahi dan menanggung kebutuhan keluarga baik sandang pangan maupun tempat  tinggal. Menegakkan keadilan dan tanggung jawab moral, bukan dengan cara yang otoriter, tetapi kasih sayang dan keberadaannya dalam pengasuhan anak karena nantinya harus menjadi teladan dalam hal ketaatan kepada Allah Swt..


Ayah sebagai Murabbi


Murabbi artinya pendidik dan pembina rohani dan emosional akhlak keluarga. Peran ayah sebagai murabbi adalah menanamkan nilai tauhid dan akhlak mulia kepada anak sejak dini. Mendidik dengan kasih sayang dan ketegasan agar menumbuhkan kedisiplinan dan tanggung jawab. Menjadi figur yang teladan dalam menanamkan nilai nilai Islam dan menerapkan ketaatan akan syariat Islam.


Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

 

Ayah sebagai Pelindung (Muhafidz)


Perlindungan ini mencakup perlindungan fisik emosional moral dan ketaatan serta keimanan pada penerapan syariat. Melindungi keluarga dari kezaliman kekerasan pembullyan. Menjaga kehormatan keluarga dengan menerapkan hukum-hukum Islam di tengah keluarga dan memastikan anggota keluarga taat dan patuh kepada hukum syar’i.

 

Menjadi tempat yang aman untuk keluarga agar setiap anggota mendapatkan rasa aman lahir batin. Melindungi keluarga dari pengaruh buruk zaman seperti sekularisme kapitalisme liberalisme yang menjauhkan pemikiran dari pola pikir dan pola sikap Islam.


Khatimah 


Dalam pandangan Islam, fatherless bukan hanya masalah keluarga, tetapi buah sistem sekuler kapitalis. Dalam Daulah Islam, negara akan memastikan kebutuhan pokok dan distribusi harta terpenuhi sehingga ayah bisa berperan utuh dalam pembinaan anak tanpa menjadi khawatir tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga. 


Bahwasanya peran ayah sangat penting bukan hanya sebagai pemimpin atau pemberi nafkah, dan kelak yang akan di dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinanya. Ayah yang hadir secara utuh dalam memimpin keluarga menuju ketakwaan kelak akan meninggalkan warisan terbesar bagi anak yaitu iman dan akhlak. Karena investasi yang berharga itu adalah mendidik keluarga menuju rida Allah Taala. Wallahualam bissawab.