Bangunan Pesantren Runtuh Tanggung Jawab Siapa?
OpiniDengan segala keterbatasan dana dan kurangnya tenaga ahli
menyebabkan pembangunan sarana pendidikan menjadi ugal-ugalan
_____________________
Penulis Anastasia, S.Pd
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sekolah adalah tempat terbaik untuk mencari ilmu. Setiap orang tua berharap anaknya mendapatkan pendidikan yang baik, nyaman, dan aman. Namun, di tengah harapan tersebut, peristiwa tragis telah menimpa dunia pendidikan, yaitu runtuhnya bangunan pesantren. Kejadian pilu tersebut korban jatuh dan telah merenggut nyawa santri.
Tragedi ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, memasuki hari kesembilan. Tercatat, ada sebanyak 167 orang menjadi korban dari peristiwa itu. Dari total jumlah tersebut, terdapat 104 orang selamat, sedangkan 63 orang meninggal dunia. Basarnas secara resmi menutup operasi. (Liputan6.com, 08-10-2025)
Pendidikan Mahal Kapitalisme
Sungguh miris, peristiwa runtuhnya bangunan pondok pesantren. Tempat di mana orang tua memberikan kepercayaannya menitipkan anaknya ke lembaga pendidikan harus menerima kenyataan pahit. Anak-anak mereka menjadi korban dari peristiwa naas tersebut.
Disinyalir, peristiwa ini karena ada kelalaian yang menyalahi kaidah teknis pembangun. Hal itu diperkuat oleh Kepala Kantor SAR Surabaya selaku SAR Mission Coordinator (SMC) Nanang Sigit mengatakan kejadian ini bermula saat dilakukan pengecoran di lantai empat sejak pagi. "Diduga fondasi tidak kuat sehingga bangunan dari lantai empat runtuh hingga lantai dasar," ujarnya. (Liputan6.com, 08-10-2025)
Ambruknya bangunan ini menuai sorotan dari berbagai pakar. Salah satunya Pakar Teknik Sipil Struktur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mudji Irmawan mengatakan struktur bangunan yang ambruk di Ponpes Al Khoziny dalam keadaan tidak stabil atau labil. Karena konstruksi bangunan awalnya direncanakan untuk satu lantai, tetapi dibangun tiga lantai.
Dari sini kita memahami, bahwa pembangunan pesantren tidak direncanakan dengan baik. Dengan keadaan yang sangat terbatas, minimnya biaya, mengakibatkan pembangunan pondok pesantren hanya mengandalkan kemampuan yang serba terbatas padahal untuk membangun lembaga pendidikan tentu dibutuhkan biaya yang sangat besar.
Hal ini disebabkan penerapan kapitalisme peristiwa tersebut menjadi sesuatu yang klasik yang tidak akan pernah selesai. Karena negara tidak memberikan perannya secara penuh menjamin kebutuhan pendidikan. Pemerintah menetapkan anggaran pendidikan 20% dari APBN.
Anggaran dari pemerintah, tidak hanya bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah (di bawah tata kelola Kemdikbudristek) saja. Namun, terbagi ke beberapa kementerian yang memiliki program terkait pendidikan. Dari sini juga tampak bahwa anggaran pendidikan sebenarnya amat terbatas jika hanya 20% dari APBN yang saat ini (2024) berjumlah Rp660,8 triliun.
Hal ini berimbas pada pembangunan sekolah yang akhirnya dibebankan kepada para orang tua atau mengandalkan donatur sehingga dengan segala keterbatasan dana dan kurangnya tenaga ahli menyebabkan pembangunan sarana pendidikan menjadi ugal-ugalan. Pemerintah tidak memberikan pengawasan ketat dengan memberikan standar operasional terhadap pembangunan sekolah.
Pendidikan merupakan barang mahal dalam kapitalisme. Pendidikan adalah komuditas yang dijualbelikan, diserahkan kepada siapa saja yang memiliki modal dia akan mudah mengakses pendidikan yang baik. Peran swasta mengambil alih tanggung jawab dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas. Negara hanya bertindak sebagai regulator dari kepentingan pemodal.
Pendidikan Kewajiban Negara
Dalam syariat Islam, mencari ilmu adalah kewajiban. Allah Swt. menegaskan bahwa siapa pun yang berilmu, dia memiliki kedudukan mulia di sisi Allah Swt.. Oleh karena itu, pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam mencetak generasi unggul dan prestasi.
Di tangan generasi inilah, kejayaan Islam akan diwariskan sebagai estafet penerus peradaban dunia. Untuk itu, Islam memandang pendidikan sebagai kewajiban yang harus diemban oleh setiap orang. Seperti hadis Rasulullah saw. yang berbunyi: Dari Anas r.a. berkata: "Rasulullah saw. bersabda: menuntut ilmu itu wajib atas setiap orang Islam, karena sesungguhnya semua (makhluk) sampai binatang-binatang yang ada di laut memohonkan ampun untuk orang yang menuntut ilmu."
Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh negara. Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, mulai dari infrastruktur, gaji guru atau dosen, sarana, dan sekolah, semua itu akan ditanggung oleh negara. Pos pengeluaran untuk biaya pendidikan diambil dari Baitulmal.
Ada dua sumber pemasukan Baitulmal, yang pertama diambil dari dari pos fai dan kharaj, yang merupakan kepemilikan negara, seperti ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Kedua, pos kepemilikan umum, seperti sumber kekayaan alam, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).
Islam memberikan kesempatan bagi siapa saja yang memiliki harta berlebih untuk berwakaf dalam bidang pendidikan. Namun, sepenuhnya pendidikan merupakan yang tanggung jawab negara. Sistem Islam merupakan sistem yang sempurna, meliputi segala aspek kehidupan yang bertujuan untuk menyejahterakan seluruh lapisan umat manusia sehingga pendidikan gratis dan berkualitas bukan sesuatu yang utopis.
Hanya dengan penerapan Islam, jaminan pendidikan dapat direalisasikan secara sempurna. Untuk itu, kita sebagai bagian dari umat Islam, wajib memahamkan umat untuk berjuang dalam penerapan syariat Islam secara kafah dalam bingkai negara. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


