Terjadi Lagi Kekerasan pada Ibu dan Generasi
OpiniItulah yang terjadi jika kapitalisme sekuler tetap bercokol dan diterapkan dalam kehidupan manusia
Masalah demi masalah akan kerap datang menghantui manusia
________________________
Penulis Mulyaningsih
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kembali, kekerasan itu ada dan hadir dalam kehidupan keluarga di negeri ini. Rasa aman, nyaman, tenang, dan bahagia tak lagi tampak dalam setiap sendi-sendi keluarga. Bahkan parahnya adalah tak hanya kekerasan, namun sudah mengancam jiwa. Sebagaimana dikutip dari salah satu laman nasional menyebutkan NAT (19) mendapat kekerasan fisik dari seorang Ustaz inisial EE. Padahal korban adalah anak kandungnya sendiri. (detikjabar.com, 28-08-2025)
Dikutip dari detikjateng.com (30-06-2025) Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Chairi Fauzi mengungkapkan tercatat 13.845 kasus kekerasan perempuan dan anak terjadi Januari-Juni 2025. Sebagian besar kasusnya berupa kekerasan seksual.
Parahnya, pelaku adalah orang terdekat korban bahkan orang tuanya sendiri. Sebagai contohnya kasus anak SD hamil 6 bulan. Ternyata pelakunya adalah ayah kandungnya sendiri. Kemudian kasus kekerasan fisik sampai berujung pada kehilangan nyawa menimpa seorang anak MA (4) di Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Fakta lain kekerasan terhadap istri terjadi di Kota Surabaya Jawa Timur. Suami AAS (40) dengan sengaja menganiaya istrinya IGF (32) di depan anak mereka. Korban telah mengalami lebih dari 20 kali kekerasan fisik dan psikis. Kini suami korban sudah diringkus polisi. (detikjatim, 23 Agustus 2025).
Fakta di atas adalah salah satu persoalan yang muncul dalam kehidupan di dunia. Tentunya kita tidak menginginkan hal serupa terjadi di daerah lainnya. Namun, sebagaimana yang kita lihat dan saksikan bersama bahwa masalah itu akan muncul kapan saja ketika pemicunya ada. Sehingga yang harus dicari adalah akar persoalannya agar tidak kembali terulang lagi. Tentu memerlukan pemikiran yang mendalam agar kita bisa mendapati akar persoalan sesungguhnya, jangan sampai hanya pada bagian ranting atau dahan saja.
Fakta di atas muncul akibat penerapan sistem kapitalis sekuler yang ada saat ini. Sekuler membuat manusia akhirnya menjauhi aturan dari penciptanya sehingga yang terjadi manusia berusaha dengan keras untuk membuat aturan tersebut, yang terjadi aturan tersebut menimbulkan masalah lain.
Mungkin manusia yang satu bisa menerima aturan tersebut karena ada sisi manfaat baginya, akan tetapi bagi sebagian lainnya ternyata tidak cocok dengan aturan tersebut. Alhasil, aturan yang dibuat manusia memang bersifat terbatas, lemah, dan serba kurang. Ada sisi manfaat yang pastinya muncul. Belum lagi jika ada ulah segelintir oknum yang menyalahgunakannya tentu akan semakin kacau aturan tadi.
Kemudian sekuler juga membuat pola pikir dan sikap manusia jauh dari kata Islami. Mereka berbuat semau sendiri tanpa memikirkan apakah sesuai dengan hukum syarak atau tidak. Halal haram tak lagi dijadikan sebagai patokan untuk berbuat sesuatu. Apa yang terjadi? Aktivitas manusia tak lagi terkontrol bahkan jauh dari kata baik.
Belum lagi, ketika menempuh pendidikan mereka sudah menyusupkan kurikulum yang bebas dan jauh dari Islam. Wajar, jika generasi sekarang mempunyai pola pikir dan sikap yang benar-benar jauh dari hukum syarak. Mereka terbiasa dengan gaya bebas yang telah tertanam kuat dari diri individu-individu muslim. Ketika berkeluarga, yang terjadi adalah kurangnya ilmu terkait dengan bagaimana keluarga menjadi sesuatu yang indah dan bervisi surgawi.
Bisa jadi berkeluarga hanya sebatas tuntutan dari orang tua untuk segera menikah dan mempunyai keturunan hingga dapat melanjutkan silsilah keluarga. Itu pemikiran yang mungkin saja ada pada benak para generasi sekarang. Mereka nihil akan ilmu-ilmu terkait dengan keluarga serta pendidikan untuk ananda.
Alhasil wajar, pada akhirnya fakta di atas dapat terjadi dan bahkan bisa terjadi berulang kali. Innalillahi, sedih memang namun mau bagaimana lagi sistem sekarang membuat kita terhimpit oleh timbunan masalah yang akan muncul satu per satu tanpa kita sadari.
Belum lagi soal ekonomi yang kini tengah membelenggu kita. Masyarakat dikekang dengan bayar pajak yang makin melangit, iuran sekolah, BPJS, dan lainnya. Apalagi sekarang banyak yang di PHK oleh perusahaan tempat berkerja. Yang terjadi adalah banyak para pencari nafkah menganggur.
Ini bisa jadi pemantik atas persoalan kehidupan manusia. Ayah tak lagi mampu berpikir jernih ketika menghadapi ananda yang merengek minta dibelikan apa atau bayaran iuran sekolah. Sehingga main fisik mulai dilakukan terhadap anak atau pada istrinya.
Itulah yang terjadi jika kapitalisme sekuler tetap bercokol dan diterapkan dalam kehidupan manusia. Masalah demi masalah akan kerap datang menghantui manusia. Berbeda ketika Islam hadir dalam kehidupan manusia.
Dalam Islam akidah menjadi fondasi dasar ketika menjalani kehidupan. Termasuk dalam kurikulum sekolah, akidah dijadikan sebagai dasarnya. Semua mengacu ke sana dan membentuk pola pikir serta sikap sesuai dengan Islam saja.
Denga begitu, halal haram akan dijadikan patokan ketika melakukan sesuatu. Termasuk ketika menempuh jenjang kehidupan yang sesungguhnya, yaitu berkeluarga. Mereka akan sadar dan paham bagaimana hak dan kewajiban sebagai suami istri. Menjalankan kehidupan dengan bertolak pada hukum syarak saja, bukan lainnya.
Negara juga berperan optimal dalam menyediakan seluruh kebutuhan di bidang pendidikan. Sarana serta prasarana akan dilengkapi dan dihadirkan yang terbaik. Termasuk para pengajar mumpuni, yang akan mendidik anak-anak menjadi insan bertakwa lagi cerdas. Generasi yang sadar akan kewajiban bagi seorang hamba (manusia).
Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak, agar para pencari nafkah mendapatkannya. Para ayah akan mampu mencukupi kebutuhan keluarga dengan baik serta memberikan kasih sayang kepada istri dan anandanya. Alhasil, kekerasan yang terjadi saat ini hanya bisa diputus rantainya ketika Islam hadir.
Dalam bentuk sebuah institusi Daulah Islam, yang menerapkan hukum syarak secara sempurna dan menyeluruh. Serta pemimpin yang amanah terhadap tanggung jawab untuk melaksanakan hukum syarak tadi. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]