Alt Title

Ironi Fenomena Duck Syndrome

Ironi Fenomena Duck Syndrome



Fenomena duck syndrome ini sangat berbahaya bagi para pemuda.

Pasalnya fenomena ini mengisyaratkan bahwasanya mahasiswa saat ini sedang tidak baik-baik saja

_________________________


Penulis  Siti Nurtinda Tasrif 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com,OPINI - Fenomena Duck Syndrome
Beberapa waktu yang lalu, heboh pembahasan tentang duck syndrome yang awalnya bermula di sebuah universitas di luar negeri. Di universitas ini, mahasiswanya terkena duck syndrome. Sebuah fenomena yang seolah menjadikan para mahasiswa ini berlaku seperti bebek yang sedang berenang. Di atas permukaan terlihat tenang, sedangkan di bawah air sangat khawatir.


Hal yang serupa juga terjadi di Indonesia. Di mana mahasiswa yang di permukaannya terlihat sangat mampu dan bisa melakukan segala sesuatunya, padahal dalam pikiran dan hatinya dipenuhi rasa takut dan gelisah. Takut tidak sesuai ekspektasi dan gelisah bila tertinggal dengan yang lainnya.


Sebagaimana yang penulis kutip dari media detikedu.com (19-08-2025) bahwasanya Anisa Yuliandri psikolog dari Career and Student Development Unit (CSDU) FEB UGM mengatakan duck syndrome digunakan untuk menggambarkan mahasiswa yang tampak tenang namun sebenarnya berada di bawah tekanan. Mahasiswa ingin terus memenuhi ekspektasi tinggi dari diri sendiri maupun tuntutan lingkungan. Mereka kemudian berusaha mempertahankan IPK, aktif berorganisasi, magang, ikut lomba, hingga menjaga eksistensi di media sosial.


Di samping itu, media juga yang mendukung para mahasiswa berlaku demikian. Di mana beranda sosmed dipenuhi oleh pemuda-pemuda yang memiliki pencapaian dan segudang prestasi di usia muda. Menjadikan mahasiswa tergerak dan merasa khawatir akan tertinggal sangat jauh oleh teman-temannya yang lain.


Sungguh ironis, mahasiswa yang harusnya bisa menjadi generasi emas yang ditunggu-tunggu ternyata diserang oleh fenomena seperti ini. Jika mahasiswa terus seperti ini, kapan negara Indonesia bisa menjadi negara yang independen?


Sepertinya ini hanya akan menjadi angan-angan belaka. Pasalnya, masalah yang ada di negara Indonesia tidak ada akhirnya. Namun, hal ini tidaklah mengherankan, mengingat pemerintah Indonesia tidak memiliki program yang fokus untuk kesehatan pemikiran generasi namun yang dipikirkan apakah ada keuntungan atau tidak.


Kehidupan Kapitalistik 


Fenomena duck syndrome ini sangat berbahaya bagi para pemuda. Pasalnya, fenomena ini mengisyaratkan bahwasanya mahasiswa saat ini sedang tidak baik-baik saja. Apalagi ketika masalah sebenarnya adalah pihak eksternal. Di mana korban fenomena ini mengarah pada pandangan bahwa semua orang bisa melakukan berbagai hal yang hebat dan keren sehingga aku juga harus melakukannya agar tidak dianggap tertinggal oleh orang lain. 


Hal ini menunjukkan bahwa manusia saat ini melakukan aktivitas tersebut dengan tujuan duniawi semata dan bukan akhirat. Bagaimana tidak, orang yang melakukan aktivitas agar diketahui orang lain betapa hebatnya dirinya dalam segala hal. Hal ini menjadikan setiap manusia harus memenuhi ekspektasi orang lain bahkan bergantung pada yang orang lain lihat bukan apa yang dirimu lihat apalagi pilih.


Semua ini adalah akibat dari dijalankannya gaya hidup yang kapitalistik. Semua berhubungan dengan ekspektasi dunia kerja, kepentingan, keuntungan dan materi tentu saja. Materi telah menjadi tujuan dari semua orang yang menggiring kehidupan yang kapitalistik serta hedonis. Di samping itu, para pemuda sudah kehilangan jadi diri sebagai agen perubahan, agen sosial dan agen yang mengontrol jalannya berbagai aktivitas di tengah-tengah masyarakat.


Kapitalismelah yang menjadikan setiap individu rakyat hanya peduli tentang dirinya sendiri, termasuk berbagai rasa takut, gelisah dan capaian-capaian aktivitas yang menjadi tujuan dalam hidupnya. Menjadikan individu rakyat hanya peduli pada keadaannya dan tidak mampu mengurusi urusan yang di luar dari tujuannya.


Islam Menjaga Generasi


Berbeda dengan kapitalisme, Islam sangat mengistimewakan pemuda. Bahkan dalam sejarahnya, semua individu-individu yang lahir dalam penjagaan Islam adalah orang-orang yang hebat dengan takwa nya kepada Allah Swt.. Sebagaimana sabdanya Rasulullah saw. bahwasanya, 


"Sesungguhnya Allah mencintai anak muda yang menghabiskan masa mudanya dalam ketaatan kepada Allah." (HR. Abdullah bin Umar)


Generasi yang mencari tujuan hingga ke akhirat. Di mana tujuannya adalah mendapatkan rida Allah swt. semata. Sehingga ekpektasi terhadap dunia tidak menjadi fokus utama melainkan pencapaian untuk meraih banyak kebaikan di dunia dan akhirat. Tentu saja hal ini membutuhkan pendidikan yang intensif. Hal ini didukung oleh pendidikan yang berasaskan Islam. 


Pendidikan yang tujuannya melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa. Yang beramal dengan iman. Bukan mencari pengakuan, materi apalagi haus akan eksistensi. Generasi ini juga tidak terpengaruh oleh eksternal bahkan tujuan generasi dalam Islam adalah merubah realitas kehidupan yang rusak menjadi damai dengan cahaya Islam.


Islam melahirkan generasi yang berkepribadian islami. Dimana ia memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islam. Setiap pola pikir akan mengarahkan dalam pilihan hidupnya. Di mana setiap pilihan akan mengarahkan dirinya untuk memilih sesuai dengan ketetapan Allah Swt.. Apakah pilihan tersebut baik atau buruk.


Begitu pula dengan pola sikap. Di mana, tatkala individu muslim bersikap, maka sikapnya akan meneladani Rasulullah saw.. Tauladan sepanjang jaman, yang menjadikan setiap orang berlaku sesuai dengan hukum-hukum Islam. Apakah perbuatan itu wajib atau bahkan haram. Inilah potret kehidupan ala Islam. Kehidupan yang tanpa beban duniawi, tetapi tidak menghilangkan peran dunia dalam hidup. Karena di dalam Islam, dunia itu adalah tempat bersenda gurau bukan negeri yang kekal seperti akhirat.


Khatimah


Demikianlah kebutuhan manusia akan tegaknya sistem Islam kafah di dunia. Agar manusia bisa mengetahui tujuan diciptakannya oleh Allah Swt., yakni untuk beribadah kepadanya. Jika Islam tidak kunjung diterapkan, maka masalah hanya akan semakin bertambah. Tidak ada solusi dan tidak ada penyelesaian. Hal ini akan semakin membuat generasi kehilangan arah dalam menjalani hidup. Akibatnya, Indonesia tidak akan punya alasan untuk terus berdiri dengan percaya diri apalagi berharap bisa menjadi negara maju. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]