Alt Title

Stop Normalisasi Tren Living Together

Stop Normalisasi Tren Living Together

 


Pengaruh liberalisasi Barat menjadi faktor utama dalam membibitnya tren living together ini

Alhasil, menyebabkan pergeseran nilai sosial yang mengedepankan kebebasan individu

______________________________


Penulis Penti Herdiani

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kasus pembunuhan berujung mutilasi wanita muda hingga ratusan potong terjadi pada minggu (31-8) sekitar pukul 02.00 WIB di sebuah rumah kos di jalan raya Lidah Wetan, Kelurahan Lidah Wetan, Surabaya. (DetikNews.com, 08-09-2025)


Pelaku pembunuhan mutilasi ini adalah pacarnya sendiri yang telah tinggal bersama dalam satu atap tanpa ikatan pernikahan. Motif pembunuhan tersebut dilatari karena pelaku merasa kesal dan sakit hati dengan sikap korban selama berhubungan.


Selain mutilasi sadis, yang menjadi point of view adalah tren living together yaitu hidup bersama atau kumpul kebo (kohabitasi) yang ternyata banyak dipilih oleh generasi muda saat ini. 


Fenomena living together belakangan makin membudaya seiring dengan kemajuan zaman. Mereka yang mendukung berargumen atas dasar hak asasi manusia dan privasi individu menyatakan bahwa setiap orang berhak menjalani hidup sesuai keinginan selama tidak mengganggu orang lain.


Pengaruh liberalisasi Barat menjadi faktor utama dalam membibitnya tren living together ini. Alhasil, menyebabkan pergeseran nilai sosial yang mengedepankan kebebasan individu. Selain itu, mereka menjadikan alasan ingin lebih mengenal pasangan sebelum melangkah ke jenjang lebih serius, bahkan sampai pertimbangan praktis seperti efisiensi biaya hidup. 


Living Together Ide Liberalisme


Menjamurnya gaya hidup bebas living together ini tidak lepas dari ide liberalisme atau kebebasan yang muncul dari sistem kapitalis sekuler. Ide liberalisme ini berhasil menguasai pola pikir generasi muslim, menjadikan kebebasan sebagai gaya hidup yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari. 


Dalam sistem sekuler kapitalisme, kehidupan mengutamakan pencapaian materi dengan memisahkan aturan agama. Hubungan antara lawan jenis dianggap kebebasan individu di mana mengesahkan hubungan tanpa ikatan pernikahan. Salah satunya dengan hidup bersama dalam satu atap. Akhirnya, pintu zina pun terbuka lebar. 


Di sisi lain, maraknya living together menjadi alasan atas mahalnya ongkos sebuah pernikahan dalam sistem ekonomi kapitalis ini. Kawula muda yang dilanda jatuh cinta terimpit tuntutan sosial dan akhirnya terbawa tren gaya hidup harus melaksanakan pesta mewah pernikahan yang menjamur di masyarakat.


Masyarakat yang individualistis tidak peduli dengan kebebasan dari gaya pacaran anak muda saat ini. Bahkan mereka seolah menutup mata melihat pergeseran nilai sosial terkait hubungan lawan jenis yang syarat dengan kebebasan berperilaku. Alhasil, kontrol masyarakat tidak terjadi sehingga generasi muda makin menikmati kebebasan. 


Di samping itu, negara tidak berperan aktif dalam membentuk akhlak dan kepribadian rakyatnya sebab hukum negara berasaskan pada sekularisme yang aturannya justru menghasilkan kebebasan individu tidak terkendali. Kebebasan media ikut membawa pengaruh masyarakat mewajarkan tren living together yang syarat dengan pergaulan bebas menjadi sesuatu yang tidak tabu lagi. Selain itu, hukum terkait perzinaan di negara ini tidak akan menjerat pelaku yang melakukan living together selama dilakukan atas dasar suka sama suka.


Islam Mengatur Pergaulan


Islam telah mengatur dengan detail terkait interaksi pergaulan antara laki-laki dan wanita. Dalam Islam, naluri melestarikan keturunan atau gharizah nau atau identik dengan naluri seksual dipandang merupakan anugerah yang diberikan Allah Swt. kepada seluruh makhluk-Nya. Ketika naluri tersebut muncul, maka wajib terikat dengan hukum syarak dalam pemenuhannya. 


Perihal tren living together ini, sistem Islam akan menjadi solusi tuntas. Negara berupaya maksimal dalam menutup semua celah masuknya ide-ide di luar dari Islam seperti ide liberalisme yang mengusung kebebasan berperilaku. 


Negara dengan sistem Islam akan menerapkan sanksi hukum yang adil terhadap siapa pun yang melakukan kejahatan, baik itu kohabitasi dan perzinaan sebagai upaya kuratifnya. Selain itu, negara pun akan melakukan upaya preventif sebagai berikut:


Pertama, penerapan sistem pergaulan Islam yang berfungsi menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan syariat Islam. Negara mengedukasi sekaligus memastikan masyarakat paham untuk melaksanakan sistem pergaulan antara lawan jenis.


Kedua, pendidikan berbasis akidah Islam. Dalam hal ini, masyarakat harus diajarkan sejak dini tentang tujuan hidup dan memosisikan Islam sebagai pedoman hidup. Memberikan motivasi ruhiyah dan menghindarkan mereka dari pergaulan bebas. 


Ketiga, pengaturan media harus disusun dengan baik agar hanya menyiarkan kebaikan serta mendukung peningkatan keimanan dan ketakwaan masyarakat. Media sosial, khususnya, harus digunakan untuk menjaga akidah dan menyebarkan tsaqafah Islam. 


Semua upaya kuratif dan preventif dari negara ini akan optimal jika memfungsikan tiga pilar, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna dalam bingkai Khil4fah. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]