Alt Title

Hubungan Tanpa Ikatan Berakhir Duka

Hubungan Tanpa Ikatan Berakhir Duka




Islam mengatur hubungan antara wanita dan pria dalam batasan

agar sesuai dengan prinsip menjaga kehormatan, kesucian, dan ketertiban sosial

______________________________


Penulis Aksarana Citra 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Jatuh cinta berjuta indahnya
Dipandang, dibelai, amboi rasanya
Jatuh cinta berjuta nikmatnya
Menangis, tertawa karena jatuh cinta


Saat jatuh cinta dunia memang terasa indah dunia serasa milik berdua yang teringat hanya wajah si dia. Secara medis, jatuh cinta itu bukan cuma soal perasaan “berbunga-bunga”, tetapi ada proses biologis dan neurokimia yang nyata di otak dan tubuh.


Aktivasi otak yang aktif ada area VTA pusat “reward system”, maka timbul rasa senang dan ketagihan. Ada hormon dopamin yang membuat perasaan euforia semangat bahagia. Hormon adrenalin yang membuat jantung berdebar, telapak tangan berkeringat, napas cepat.


Respons tubuh yang dirasakan jantung berdebar karena akibat peningkatan adrenalin. Wajah memerah karena vasodilatasi pembuluh darah. Aktivasi sistem saraf simpati juga memengaruhi pencernaan. Tidur & nafsu makan bisa terganggu mirip gejala “stres”, tetapi dengan nuansa positif.


Itulah respons yang dialami oleh tubuh kita. Jatuh cinta bagaikan candu untuk manusia. Candu yang bisa membuat para pencintanya lupa diri bahkan lupa norma dan agama. Mereka terbuai dengan kenikmatan duniawi yang hanya sementara. Mirisnya, cinta tidak selamanya indah, banyak cinta yang berujung sakit hati, duka bahkan bencana.


Akhir-akhir ini banyak berita yang menggegerkan. Kasus mutilasi hampir terjadi di setiap bulannya di tahun 2025. Motif yang melatarbelakanginya adalah asmara. Ironi saat cinta dari dua orang yang saling mencintai berujung petaka di tangan sang jagal.


Cinta Berujung Petaka 


Contohnya saja pada kasus mutilasi di Pacet, Jawa Timur. Ratusan potongan tubuh jasad wanita ditemukan di semak-semak dusun Pacet Selatan. Seorang pria berusia 24 tahun ditangkap usai membunuh dan memutilasi kekasihnya, wanita berumur 25 tahun secara keji.


Kapolres Mojokerto menjelaskan pelaku dan kekasihnya tinggal satu kos di daerah Kelurahan Lidah Wetan, Surabaya. Keduanya belum menikah secara resmi maupun siri. Korban dipastikan tidak hamil. Mereka hidup layaknya suami istri tanpa menikah sah, (nikah siri) itu juga tidak dilakukan,” dilansir detikJatim.com, Selasa (09-09-2025).


Pembunuhan disertai mutilasi yang dilakukan pelaku kepada korban dilakukan pada Minggu (31-8) dini hari. Pelaku awalnya menusuk leher korban dengan memakai pisau dapur. Setelah memastikan korban tewas, pelaku memutilasi jasad pacarnya itu di kamar mandi kos.Tersangka memotong daging dan tulang belulang korban menjadi ratusan potongan.


Sebagian potongan jasad korban dibuang tersangka di semak-semak Dusun Pacet Selatan, Desa/Kecamatan Pacet, Mojokerto. Sebagian lainnya disimpan pelaku di balik laci lemari di kamar kosnya, serta dikubur di depan kosnya. Alasan pelaku membunuh pacarnya karena kesal tidak dibukakan pintu kos. Selain itu, pelaku kesal karena tuntutan ekonomi dari korban. (detiknews.com, 09-09-2025)


Kohabitasi Buah Sekularisme 


Living together kumpul kebo atau kohabitasi menjadi tren di kalangan anak muda bahkan menjadi gaya hidup. Ini menjadi hal biasa karena terpengaruh budaya global, film, media sosial, dan pergaulan karena ditinjau dari efisiensi praktis dan fleksibilitasnya. Misalnya, untuk berbagi biaya sewa listrik dan kebutuhan sehari-hari. 


Selain itu, banyak pasangan yang menunda menikah karena alasan karier, pendidikan atau ketidakstabilan ekonomi. Jadi, memilih kohabitasi sebagai jalan tengah sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius.


Pandangan  bahwa kebebasan pribadi lebih penting dari aturan norma dan agama, dan lingkungan sosial menjadikan sebagian orang menganggapnya wajar terutama di kota besar sudah tidak lagi dianggap tabu.


Masyarakat sudah banyak meninggalkan aturan norma agama karena sistem sekularisme yang sudah berakar dan tumbuh subur di masyarakat. Paham sekuler yang memisahkan agama dan kehidupan nyatanya menjadi momok besar dalam rusaknya moral generasi penerus bangsa.


Liberalisasi seksual menjadikan aktivitas seksual dipandang sebagai kebutuhan biologis, bukan lagi aktivitas yang harus terikat pada institusi pernikahan. Karena sekularisme masyarakat kini merasa bebas bertindak, berekspresi dalam melampiaskan suasana hati mereka. Tanpa memperhitungkan halal dan haramnya. 


Normalisasi kumpul kebo dan aktivitas pacaran bukan lagi hal tabu di negara yang menganut sistem sekuler liberalis dan menganggap wajar living together before maried. Di negara yang tidak berlandasan hukum Islam, menjadikan aktivitas kumpul kebo dan pacaran menjadi wajar dan tidak masuk pada tindakan pidana, tetapi kalau sudah timbul korban baru dikatakan tindakan pidana.


Nyatanya sudah banyak kasus seperti kehamilan di luar nikah dan keluarga tanpa legalitas yang jelas dan munculnya ketidakpastian hak anak dan perlindungan hukum. Sudah pasti yang menjadi korban itu wanita dan anak. Namun, dari sekian banyak contoh kasus, kohabitasi melenggang bebas di tengah masyarakat.


Pandangan Islam


Islam mengatur hubungan antara wanita dan pria dalam batasan agar sesuai dengan prinsip menjaga kehormatan, kesucian, dan ketertiban sosial. Ini bukan bentuk pengekangan, tetapi bentuk perlindungan negara terhadap masyarakatnya dari kerusakan moral dan dampak pergaulan bebas.


Ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan dibatasi. Islam tidak melarang interaksi, tetapi membatasi agar sesuai dengan syariat Islam. Wanita wajib menutup auratnya sesuai dengan syariat Islam yang terkandung di QS. An-Nur ayat 31 Allah Subhanahu wa taala berfirman:


“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat......"


Selain itu, laki-laki dan perempuan diwajibkan menjaga pandangannya (QS. An-Nur:30) 


Islam melarang berdua-duaan (khalwat) lawan jenis yg nonmahram karena bisa menimbulkan fitnah.


Khatimah


Menegakkan syariat Islam di tengah masyarakat tidak hanya akan mengantarkan pada kestabilan kodisi moral masyarakat, tetapi juga menggapai rida Allah Swt. agar terjaganya kehormatan (iffah) dan kesucian diri, menjaga nasab dan keturunan, menutup jalan menuju perbuatan zina, dan menciptakan masyarakat yang bersih dari fitnah kerusakan moral dan pelecehan. Tujuannya agar manusia bisa hidup sesuai fitrahnya dan hukum syarak. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC