Alt Title

Nasib Para Penghuni Jalanan

Nasib Para Penghuni Jalanan




Maraknya anak jalanan dan sejenisnya menjadi bukti bahwa

sistem hari ini tidak mampu memberikan kehidupan yang layak bagi mereka

______________________


Penulis Ummu Fadiya

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Dari dulu hingga sekarang, kehadiran para penghuni jalanan selalu menjadi masalah yang tak pernah terselesaikan. Mereka dianggap sebagai penyakit masyarakat karena sering dikejar-kejar oleh pihak yang berwenang atas nama ketertiban umum.


Para penghuni jalanan juga belum bisa dipisahkan sepenuhnya dari tempat mereka mengais rezeki. Pasalnya, masyarakat masih memiliki kepedulian untuk berbagi. Kondisi tersebut membuat aktivitas para pengguna jalan menjadi terganggu saat mereka sedang beraksi.


Dikutip dari radarbanyumas.co.id (10-9-2025) di beberapa daerah yang terjaring razia, keberadaan para penghuni jalanan terdiri dari anak jalanan, pengamen, anak punk, dan pengemis sepertinya susah untuk ditertibkan. Aktivitas mereka masih saja memenuhi ruas-ruas jalan. Fenomena yang sama juga terjadi di wilayah Kecamatan Banyumas meskipun jumlahnya tidak sebanyak tahun 2024.


Berdasarkan informasi dari Kasi Operasi dan Pengendalian (Opsdal) Satpol PP Banyumas Catur Wahyono jumlah anak jalanan dan pengamen yang terjaring razia sekitar 50–60 orang di pertengahan tahun 2025. Namun, aktivitas mereka masih terlihat di sekitar Jalan Jendral Sudirman, Kalibagor, Tanjung, Simpang Karangpucung, dan Simpang Santen. 


Sementara itu, keberadaan para pengemis bisa ditemui di Karangbawang sampai Bancarkembar. Sedangkan di titik Simpang Pasar Manis dan Alun-alun Purwokerto terpantau lebih tertib karena anak jalanan sudah jarang terlihat. Kondisi yang demikian karena pengaruh dari adanya razia yang rutin dilakukan oleh pihak berwenang.


Solusi yang Tak Tuntas


Keberadaan anak jalanan dan semacamnya yang menggangu aktivitas para pengguna jalan, sebenarnya sudah sering ditertibkan. Namun, pada faktanya, setelah diberi pengarahan dan dibina, mereka tetap kembali lagi dengan berbagai macam alasan. Mengutip laman Jurnal DPR RI, maraknya anak jalanan dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya:

1. Kondisi ekonomi keluarga yang lemah.

2. Minimnya perhatian orang tua kepada anaknya.

3. Hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis.

4. Lingkungan pergaulan yang salah.

5. Kualitas pendidikan yang rendah.


Hal-hal di atas menjadi masalah besar yang harus diselesaikan dengan segera. Jika tidak, keberadaan anak jalanan tentu akan menimbulkan masalah sosial yang lebih besar ke depannya.


Kondisi yang sama juga menimpa para pengamen dan pengemis. Kedua kelompok ini juga tak luput dari sasaran petugas Satpol PP. Sayangnya, kehadiran mereka pun sering luput dari patroli karena berhasil kabur demi menghindari razia. Masalah tersebut diperparah dengan kebiasaan para pengguna jalan yang masih memberikan uang. Hal itu tentu makin menyulitkan  penertiban yang dilakukan.


Butuh Peran Berbagai Pihak


Kesulitan yang dihadapi oleh para petugas Satpol PP memang cukup besar. Pasalnya, keberadaan para penghuni jalan yang dikategorikan sebagai penyakit masyarakat tersebut belum mendapatkan jalan keluar. Hal tersebut harus segera diatasi agar mereka tidak kembali ke jalanan.


Upaya di atas tentu membutuhkan kerja tim yang saling mendukung satu sama lain. Di sini, peran keluarga dan masyarakat mutlak diperlukan. Selain itu harus ada juga sebuah institusi global yang akan memberikan pengurusan dan perlindungan yang maksimal. Tanpa itu, masalah yang datang dari anak jalanan tidak akan pernah terselesaikan. 


Keberadaan institusi yang dimaksud tentu tidak akan pernah didapatkan dalam sistem hari ini. Sebab, penyelesaian yang diberikan tak menyentuh semua sisi. Hal itu bisa dilihat dari keberadaan anak jalanan yang tetap kembali ke jalan meskipun sudah dilakukan razia berulang kali.


Berada di Sistem Rapuh


Maraknya anak jalanan dan sejenisnya menjadi bukti bahwa sistem hari ini tak mampu memberikan kehidupan yang layak bagi mereka. Di sistem ini, mereka dipaksa untuk berjuang sendiri dalam memenuhi kebutuhannya tanpa kehadiran negara. Padahal, peran negara merupakan sebuah penopang utama setelah keyakinan diri, keluarga dan masyarakat sekitarnya.


Rapuhnya sistem yang dianut sejatinya salah dari lahirnya. Pasalnya sistem tersebut merupakan buatan manusia. Maka, menjadi sesuatu yang wajar karena pembuatnya juga makhluk rapuh yang banyak kekurangannya. Tentunya bukan hal yang mengherankan ketika sistem tersebut tak bisa memberikan solusi yang sempurna.  


Lebih dari itu, sistem rapuh ini juga mengabaikan aturan kehidupan yang ditetapkan oleh Allah Swt. Pasalnya, di sistem tersebut, manusia merasa lebih berhak dari Sang Pencipta saat mengatur urusan hidupnya. Alhasil, mereka pun merasa lebih tahu apa yang dibutuhkannya. 


Pemikiran itu berimbas kepada kepengurusan negara terhadap rakyatnya. Sebab, negara juga mengambil hukum yang berasal dari aturan manusia. Kondisi itu pula yang membuat nasib para penghuni jalanan akan tetap merana karena negara tak mampu hadir sebagai pelindung baginya.


Ketika Negara Berdasarkan Islam


Berbeda cerita ketika Islam dibawa di ranah urusan negara. Di sini peran negara akan terlihat nyata. Pasalnya, Islam memerintahkan agar negara memberikan pelayanan yang benar kepada seluruh rakyat di setiap ranah kebutuhannya. Untuk kebutuhan utama, negara akan menyediakan kebutuhan yang berhubungan dengan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.


Untuk masalah pendidikan, negara akan memberikan secara gratis kepada semua kalangan. Di sini, pendidikan yang berbasis akidah Islam menjadi hal yang sangat diperhatikan. Sebab, pendidikan yang demikian akan membuat rakyat mampu membedakan baik buruk dan halal haram. Bukti dari keseriusan negara di bidang pendidikan telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.


Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, saat itu Rasulullah saw. memberikan syarat pembebasan bagi tawanan Perang Badar. Syarat tersebut adalah setiap tawanan mengajari 10 anak-anak kaum muslim agar bisa baca tulis. Hal itu diberikan kepada tawanan yang tidak mampu memberikan tebusan.


Negara Menjamin Kebutuhan Rakyatnya


Sementara itu, untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga, negara akan memfasilitasi rakyatnya terutama laki-laki untuk bisa mengakses pekerjaan yang layak dan memadai. 

Dengan begitu, para lelaki tidak akan kengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Mereka tak perlu mencari nafkah dengan menjadi meminta-minta di jalanan karena balasannya di akhirat sungguh mengerikan.


Rasulullah saw. dalam sebuah hadis bersabda, "Orang yang selalu meminta-minta kepada orang lain sampai tiba hari kiamat sedang di wajahnya tidak ada lagi tersisa sepotong daging pun.” (HR. Bukhari)


Hal yang sama juga berlaku di semua aspek termasuk kesehatan, keamanan, dan semua fasilitas pendukungnya. Lantas, dari mana biaya untuk itu semua? Di sini, negara akan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, hasilnya akan diberikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai macam kebijakan.


Namun untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan adanya negara yang menerapkan sistem Islam. Tanpanya, kesejahteraan secara menyeluruh tidak akan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Di sini dibutuhkan perjuangan tak kenal menyerah agar semua umat muslim mau menerapkan hukum syariat.


Dengan begitu semua orang bisa menikmati kesejahteraan tanpa syarat. Yakinlah, hanya Islam yang mampu mencegah para anak jalanan untuk tidak kembali lagi hidup di jalanan. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]