Penjualan Bayi di Jawa Barat Kerapuhan Perlindungan Anak
OpiniKasus perdagangan bayi ini melibatkan sindikat internasional
yang memanfaatkan kemiskinan, celah hukum, dan teknologi
________________________
Penulis Sumiati
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kehadiran seorang anak merupakan impian bagi setiap pasangan yang sudah menikah. Ia melambangkan hasil cinta, doa, dan kasih sayang yang paling dalam. Tangis dan tawanya menjadi kehangatan di tengah keluarga. Anak merupakan anugerah yang harus dididik dengan tauhid, dibimbing agar memiliki akidah yang kuat. Namun di era kapitalisme, anak justru menjadi korban eksploitasi dan komoditas gelap yang dapat menghasilkan keuntungan.
Fakta Penjualan Bayi di Jawa Barat
Polda Jabar berhasil mengungkap praktik penjualan bayi. Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mengecam keras praktik tersebut. Menurutnya, kasus tersebut mencuat akibat dari adanya kelemahan yang menyasar ibu dan anak sehingga sindikat perdagangan manusia memanfaatkannya.
Pada Jumat (18-07-2025) Netty menuliskan dalam keterangannya bahwa dari berbagai persoalan struktural, seperti kurangnya edukasi kesehatan reproduksi, lemahnya perlindungan sosial bagi ibu hamil di luar nikah dan kemiskinan menjadikan praktik penjualan bayi ini sebagai puncak gunung es. Terungkap bahwa bayi-bayi yang dijual keluar negeri berkisar antara Rp11 juta sampai Rp16 juta. Sindikat tersebut akan menjual sebanyak 24 bayi.
Akar Masalah Penjualan Bayi
Perdagangan anak terus berulang. Kini yang menjadi komoditasnya adalah bayi-bayi lucu tak berdosa. Kasus perdagangan bayi ini melibatkan sindikat internasional yang memanfaatkan kemiskinan, celah hukum, dan teknologi.
Keluarga miskin sering menjadi sasaran empuk sindikat perdagangan anak karena lemahnya daya tawar dan minimnya pendidikan. Mereka sering dihadapkan dengan posisi sulit dalam menjalani kehidupan. Mahalnya kebutuhan pokok sehari-hari, biaya pendidikan, kesehatan dan lain-lainnya menjadikan ia terpaksa menjual anaknya demi terpenuhinya kebutuhan hidup mereka.
Kemiskinan masih menjadi masalah serius di Indonesia. Kelompok masyarakat miskin ialah kelompok masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan. Meski pemerintah sudah melakukan upaya untuk menurunkan angka kemiskinan.
Data menunjukkan jutaan rakyat Indonesia masih hidup dalam kondisi sulit, terutama di daerah pedesaan dan tempat terpencil. Selain itu, berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sindikat internasional sebagai alat untuk tawar menawar secara tersembunyi agar terjadi transaksi.
Sekularisme Biang Kerok Penjualan Bayi
Sekuler merupakan paham yang memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Agama hanya hadir di ranah pribadi, tetapi tidak hadir dalam urusan publik (muamalah) ataupun urusan negara.
Pemahaman sekuler kapitalisme menjerumuskan perempuan dalam pusaran kejahatan. Bagaimana tidak, saat ekosistem TPPO bertemu dengan kemiskinan dapat mengakibatkan tercabutnya sisi baik kemanusiaannya, terutama perannya sebagai seorang ibu. Akibatnya, peran perempuan sebagai ibu sekaligus pengatur rumah tangga dan anak pun terabaikan.
Mirisnya, ada pula pegawai pemerintahan yang ikut terlibat dalam kasus tersebut. Mereka seharusnya jadi penjaga dan pelindung masyarakat. Namun, justru menjadi pelaku kejahatan. Begitulah jika aturan Islam tidak diterapkan dalam kehidupan. Berbagai masalah muncul di semua lini kehidupan.
Islam sebagai Solusi Komprehensif
Islam bukan sekadar agama ritual yang mengatur masalah ibadah mahdah saja. Namun, Islam adalah sebuah ideologi yang mempunyai aturan fundamental dalam segala hal termasuk dalam urusan negara dan kesejahteraan rakyatnya. Islam berpandangan bahwa anak merupakan penyejuk mata dan investasi akhirat.
Sebagaimana hadis riwayat Muslim: "Apabila anak Adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya."
Mereka mempunyai hak untuk diberikan pendidikan yang baik, diajarkan tauhid dirawat dengan kasih sayang. Dengan pendidikan yang berakar dari akidah akan terbentuk pola pikir dan pola sikap sehingga terbentuk secara otomatis kepribadian Islam. Selain itu, mulai dari individu, masyarakat, dan negara akan saling menjaga dari hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan Islam.
Dalam pandangan Islam, seorang ayah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan keluarganya. Jika ayah meninggal tanggung jawab berpindah kepada keluarga si ayah. Jika keluarga si ayah tidak mampu akan menjadi tanggung jawab negara yang dibiayai dari Baitulmal sehingga seorang ibu tidak akan terbebani dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarganya. Ia fokus terhadap tugasnya yaitu sebagai ummu warabatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga).
Dengan menjalankan hak dan kewajiban masing-masing akan muncul ketenangan dan ketenteraman. Begitu pun negara, berperan sebagai pelaksana hukum syarak yang menindak setiap pelaku kejahatan dengan hukum yang menjerakan agar kejahatan tidak berulang karena hukum Islam bersifat jawabir (penebus) dan zawajir (pencegah). Selain mampu menebus dosa di dunia dan tidak akan lagi dibalas di akhirat, hukum Islam pun mampu mencegah orang lain untuk tidak berbuat hal yang sama.
Dengan demikian, jika aturan Islam diterapkan segala bentuk kejahatan dapat dicegah termasuk kejahatan terhadap anak. Keberkahan akan hadir meliputi langit dan bumi. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]