Alt Title

Merdeka Tetapi Terjajah dan Tak Berdaya

Merdeka Tetapi Terjajah dan Tak Berdaya

 


Perayaan kemerdekaan dilakukan dengan penuh kegembiraan

Namun, di balik kemeriahan itu ada ironi yang mencolok


_____________________


Penulis Nurul Bariyah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Tujuh belas Agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia
Tetap sedia
Membela negara kita


Alunan lagu Hari Merdeka berkumandang di seluruh pelosok negeri. Semangat nasionalisme begitu berkobar ketika lagu ini dinyanyikan. Kita teringat betapa beratnya perjuangan para pahlawan bangsa untuk meraih kemerdekaan. Namun, apakah makna “merdeka” itu benar-benar kita rasakan?


Hari ini Indonesia memperingati kemerdekaannya yang ke-80 tahun. Perayaan dilakukan dengan penuh kegembiraan, namun di balik kemeriahan itu, ada ironi yang mencolok. Di berbagai bidang kehidupan, masyarakat justru sedang menghadapi kesulitan besar.


Ekonomi dan Kesejahteraan yang Terpuruk


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Akibat banyak perusahaan besar yang mengalami kebangkrutan sehingga merumahkan ribuan karyawan. Sedangkan hidup harus terus berjalan, mencari pekerjaan baru tidaklah mudah melihat lapangan kerja sempit dan penuh persaingan.


Yang lebih menyakitkan di tengah kesulitan ini negara malah makin masif menarik pajak kepada rakyat. Hampir semua kebutuhan rakyat dikenai pajak mulai dari makanan dan minuman, tanah dan bangunan, usaha, hingga pendapatan. Rakyat tidak berdaya, hanya bisa pasrah, menjadi manusia terjajah di negeri sendiri.


Hasilnya kaum miskin bertambah, bahkan kini kelas menengah pun ikut menjerit. Menurut laporan tirto.id (07-08- 2025), jumlah kelas menengah Indonesia turun signifikan dalam lima tahun terakhir: dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Artinya, 9,48 juta orang jatuh dari kelas menengah.


Fenomena ini diperkuat data dari LPEM FEB UI yang mencatat penurunan simpanan perorangan di bank sebesar 1,09% pada triwulan I-2025. Masyarakat terpaksa menggunakan uang yang ada di tabungannya, demi memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.


Di sisi lain, kasus korupsi makin marak. Uang hasil pajak rakyat yang didapat dengan susah payah justru diselewengkan pejabat untuk kesenangan pribadi.


Ketidakadilan dalam Pendidikan dan Kehidupan Sosial


Kesejahteraan masih jauh dari harapan. Hidup penuh tekanan, masih banyak rakyat yang kelaparan, kejahatan meningkat, dan biaya pendidikan semakin mahal. Pendidikan tinggi hanya bisa dikenyam oleh mereka yang berduit sementara di luar itu hanya cukup puas dengan pendidikan menengah.


Isu Deradikalisasi dan Makna Kemerdekaan Beragama


Persoalan lain yang  muncul yaitu  “deradikalisasi” yang bertujuan untuk menetralisir paham radikal secara keliru. Istilah “radikal” sering digiring ke arah negatif padahal secara bahasa radikal berarti “akar” atau “mendasar.” Artinya, orang yang mempelajari Islam secara mendalam sampai ke akar-akarnya bukan otomatis radikal dalam arti negatif. Radikalisme agama sejatinya merujuk pada sikap fanatik, kaku, intoleran, dan berpotensi melakukan kekerasan.


Islam melarang kekerasan, kecuali untuk membela diri atau ketika ada orang lain yang menghina agama Islam. Seorang muslim sejati yang mendalami agamanya justru diajarkan untuk menebar rahmat dan tidak memaksakan keyakinannya kepada orang lain.


Kemerdekaan sejati mencakup kebebasan menjalankan ajaran agama tanpa campur tangan pihak luar. Islam memandang, bahwa kemerdekaan adalah bebas dari penjajahan fisik, juga pembebasan jiwa dari kebodohan, kebiasaan buruk, dan ketergantungan pada selain Allah Swt..


Islam dan Hak-Hak Dasar Manusia


Islam menjamin kemerdekaan individu, khususnya dalam beribadah, serta memastikan fasilitas umum dapat diakses semua kalangan tanpa diskriminasi mulai dari sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, hingga pelayanan sosial.


Akidah Islam mengajarkan umat untuk memegang teguh kebenaran sehingga tidak mudah terpengaruh pemikiran sesat. Hak-hak rakyat ditegaskan dalam Al-Qur'an dan hadis dan ini dijamin oleh negara. Seperti perlindungan atas jiwa, harta, agama, akal dan lain sebagainya.


Hal ini menegaskan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk menjaga masyarakat dan memastikan kesejahteraan yang dirasakan oleh setiap individu. Maka, selama hak-hak dasar rakyat sulit dipenuhi, sejatinya kemerdekaan itu belum benar-benar terjadi.


Islam Agama yang Menjaga Jiwa 


Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Maidah [5]: 32 yang artinya: "Barangsiapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di bumi, maka  seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia. Dan barangsiapa memelihara kehidupan manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara seluruh kehidupan manusia."


Maknanya adalah bahwa negara Islam wajib melindungi nyawa setiap warga dan melarang kezaliman atau pembunuhan tanpa hak. Alkisah di masa Khalifah Al-Mu'tashim, ada seorang perempuan muslimah yang merupakan keturunan Bani Hasyim sedang berbelanja di pasar ketika ia dilecehkan oleh sekelompok orang Romawi. Kainnya ditarik dan dikaitkan pada paku sehingga auratnya terlihat. Perempuan itu berteriak memanggil Khalifah Al-Mu'tashim dengan kalimat "Waa Mu'tashimaah!" yang berarti "Di mana engkau wahai Mu'tashim Billah?"


Teriakan perempuan itu sampai ke telinga Khalifah Al-Mu'tashim. Merasa terpanggil dan tergerak untuk membela kehormatan perempuan tersebut, Al-Mu'tashim mengerahkan pasukannya untuk menyerang kota Ammuriah, tempat kejadian tersebut berlangsung. 


Pasukan Al-Mu'tashim mengepung Ammuriah selama lima bulan. Kemudian terjadi pertempuran sengit dan pasukan muslim berhasil menguasai kota tersebut. Sebanyak 30 ribu tentara Romawi terbunuh dan 30 ribu lainnya ditawan. 


Setelah pertempuran, Al-Mu'tashim mencari perempuan yang telah memanggilnya. Ketika bertemu, ia bertanya, "Wahai Saudariku, apakah seruanmu telah aku penuhi?" Perempuan itu mengangguk terharu dan Al-Mu'tashim memutuskan untuk memerdekakan perempuan tersebut. 


Kisah ini menjadi bukti keberanian dan kepedulian Al-Mu'tashim terhadap rakyatnya, terutama perempuan yang membutuhkan perlindungan. Ia tidak segan-segan mengerahkan seluruh kekuatan untuk membela kehormatan seorang perempuan yang dilecehkan. 


Kisah ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran seorang pemimpin dalam menjaga keamanan dan martabat rakyatnya, serta bagaimana teriakan seorang individu bisa menjadi pemicu tindakan besar. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]