Alt Title

Kasus Bullying di Sekolah Terus Berulang di Mana Peran Negara?

Kasus Bullying di Sekolah Terus Berulang di Mana Peran Negara?



Sekolah adalah tempat menimba ilmu

bukan ajang pamer kekuatan

_______________________


Penulis Mania 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah 


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl - Sungguh ironis dunia pendidikan saat ini. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi menjadi ajang untuk menunjukkan kekuasaan. Banyak sekali terjadi kasus bullying atau perundungan di lingkungan sekolah. 


Tempat pendidikan yang seharusnya menjadi wadah mencetak generasi penerus bangsa membentuk kepribadian bertakwa justru menjadi tempat arena yang menorehkan luka dan menimbulkan trauma mendalam bagi korban perundungan. 


Seperti yang dialami siswa sekolah dasar (SD) di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Korban harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit akibat kekerasan fisik yang ia terima. Dilansir dari www.telisik.id, (27-07-2025), korban adalah MA berusia 8 tahun duduk dibangku kelas tiga. MA berulang kali mengalami bullying semenjak duduk dibangku kelas satu.


Kasus bullying sebelumnya keluarga korban sudah mendatangi pihak sekolah dan keluarga pelaku untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan. Namun tetap tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Korban kembali mengalami bullying hingga dirawat secara intensif di rumah sakit.


Mirisnya lagi anak-anak bukan hanya menjadi korban tetapi anak-anak pula yang menjadi pelakunya. Hal ini seharusnya menjadi catatan dan perhatian yang serius oleh pihak-pihak terkait. Hari ini, kehidupan rakyat termasuk anak sudah tak dapat dijamin keamanannya sebab lingkungan dan tempat beraktivitas menjadi sarana tempat terjadinya tindakan kekerasan.


Anak-anak adalah generasi muda yang kelak menjadi tumpuan bangsa untuk melanjutkan estafet kepemimpinan. Namun, perilaku anak-anak saat ini jauh dari apa yang diharapkan sebab dengan beragam kejahatan yang mereka lakukan membuat masa depan generasi kian suram. Anak kehilangan jati diri untuk mewujudkan cita-cita. Malah anak makin terlibat dalam kasus kekerasan termasuk di dunia pendidikan.


Kehidupan generasi masa kini menjadi kabur arah hidupnya disebabkan karena pola pikir  liberalisme. Semua ini akibat diterapkannya sistem sekularisme yang memisahkan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Dalam bertingkah laku anak jauh dari nilai -nilai keagamaan.


Ditambah lingkungan pergaulan yang toksik kadang kala mampu menjebak kawula muda terjerumus kedalam perbuatan yang tidak dibenarkan. Alasan sepele misalnya pengen mendapatkan pengakuan dari geng atau sekadar iseng, mereka mampu melakukan hal-hal diluar nalar demi mendapatkan pengakuan dari circelnya bahwa dia bisa perform. 


Nestapa yang dialami oleh generasi hari ini hanyalah salah satu dari imbas kapitalisme yang rusak yang diterapkan oleh negeri ini. Akibat sistem ini, pergaulan bebas kian menjamur dan menjadi cara pemuda untuk menunjukkan eksistensi mereka. Cara pandang liberalisme ini membuat mereka bebas mengekspresikan perilaku mereka, termasuk berbuat sesuka hati melakukan tindakan bullying sekalipun tindakan tersebut membahayakan sesama. Tanpa memikirkan konsekuensinya.


Ditambah peran orang tua yang minim dalam pengasuhan. Di lingkungan masyarakat, juga mandul dari amar makruf nahi mungkar. Di sisi lain, media massa juga banyak menyajikan konten kekerasan dan pornografi yang mudah diakses oleh berbagai kalangan turut memperparah krisis moral pada anak, termasuk tindakan kekerasan bullying.


Kemudian dari segi regulasi hukum tidak bisa menyentuh anak, apabila belum memenuhi usia (kategori anak di bawah umur). Ini sendiri menimbulkan problem tersendiri sebab hukum tidak bisa ditegakkan kepada anak yang belum memenuhi syarat, kendati mereka telah melakukan tindakan kejahatan yang fatal. Pun sistem pendidikan hari ini dibentuk tidak melahirkan moral dan karakter yang baik pada anak. Pendidikan hanya sebatas membentuk pengetahuan akademik namun minim akhlak, adab dan sopan santun.


Inilah kenapa persoalan bullying di dunia pendidikan tak mudah dihapuskan sebab pangkalnya (sistem sekuler-kapitalis) masih diadopsi oleh negeri ini. Oleh karena itu, mengharapkan negara hadir memberikan penjagaan pada anak jauh panggang dari api.


Karenanya negeri ini perlu berbenah dan mencari alternatif pengganti demi mewujudkan generasi yang bebas dari tindakan kekerasan bullying. Itu semua tidak bisa diwujudkan melainkan menerapkan pola pendidikan yang berbasis penanaman akidah. Tidak lain adalah dengan penerapan sistem pendidikan Islam. Sebab sistem pendidikan Islam telah terbukti selama tiga belas abad lamanya mampu mencetak generasi dengan kepribadian Islami. 


Kita mengenal pemuda di dalam Islam. Mereka tidak hanya cerdas secara akademik tetapi juga mereka cerdas secara spiritual. Ini terlihat pada kehidupan pemuda muslim di Andalusia. Di tangan merekalah ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Semua itu terilhami oleh kurikulum yang dirancang oleh negara yang berbasis wahyu, yakni negara  menerapkan seluruh syariat Islam secara kafah dalam kehidupan mereka. Di dunia pendidikan sendiri diterapkan sistem pendidikan Islam yang ruhnya menciptakan individu-individu yang bertakwa dan taat pada Rabbnya.


Hasilnya pemuda muslim tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi menguasai ilmu kehidupan termasuk ilmu-ilmu sains dan penemuan teknologi yang memudahkan urusan kaum muslimin. Terutama dalam pembangunan bendungan air untuk kemaslahatan yang bisa dimanfaatkan untuk irigasi, maupun kebutuhan air sehari-hari dan keperluan lainnya.


Inilah gambaran bagaimana keberhasilan sistem pendidikan Islam ketika diterapkan. Sangat berbeda dengan sistem pendidikan hari ini yang ruhnya memang menjauhkan kehidupan generasi dari ilmu agama sehingga perilaku mereka dalam berbuat kadangkala tidak terkontrol sebab tidak ada ketakutan dan rasa bersalah pada Rabbnya. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]