Anak Membutuhkan Perlindungan Hakiki dari Negara
OpiniKondisi kemiskinan dengan ekosistem TPPO yang kuat
membuat perempuan berada dalam pusaran kejahatan
________________________
Penulis Sri Wulandari
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Tepat tanggal 23 Juli 2025 kemarin diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Hari Anak Nasional 2025 mengusung tema besar “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045.”
Sebuah tema yang luar biasa dapat membangkitkan harapan. Meningkatkan rasa semangat dan menyiratkan kepercayaan bahwa anak-anak hari ini adalah kunci bagi perubahan generasi bangsa di masa depan.
Namun sayangnya, fakta di lapangan jauh dari semangat tersebut. Hari Anak Nasional (HAN) tidak ada perubahan makna, malah masalah terkait anak makin bertambah. Di balik slogan optimistik itu, Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan perlindungan anak yang buruk. Bahkan, anak-anak tidak terlindungi sejak dalam kandungan.
Sindikat Penjualan Bayi Bukti Kegagalan Sistemik
Belum lama ini, kasus perdagangan bayi kembali terjadi. Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan dengan kasus yang berhasil diungkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat mengenai sindikat penjualan bayi lintas negara yang diduga berkaitan dengan jaringan perdagangan orang (TPPO). Direktur Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Surawan juga mengatakan sindikat jual beli bayi yang telah menjual sebanyak 24 bayi ke Singapura. (beritasatu.com, 27-07-2025)
Mirisnya lagi ternyata perdagangan bayi sudah beroperasi sejak tahun 2023 dengan jumlah bayi yang makin bertambah tiap tahunnya (bbc.com, 28-07-2025). Kasus ini bukan sekadar kejahatan kemanusiaan semata, tetapi merupakan bukti nyata dari gagalnya sistem saat ini yakni kapitalisme.
Modus penjualan bayi ini menyasar para perempuan yang memiliki kondisi yang jauh dari kata sejahtera. Dengan kondisi kemiskinan saat ini, kejahatan dan penelantaran merupakan hasil dari keputusan politik untuk mengarahkan pembangunan ekonomi Indonesia.
Kondisi kemiskinan dengan ekosistem TPPO yang kuat membuat perempuan berada dalam pusaran kejahatan dan menghilangkan sisi kemanusiaannya, baik sebagai manusia atau pun sebagai seorang ibu. Berbagai realitas ini seharusnya menjadi bahan kritik pada sejumlah kebijakan dan program bagi perempuan sebab berbagai program yang dibuat tidak memiliki dampak bagi kesejahteraan perempuan.
Perempuan atau seorang ibu menjual anaknya bukanlah pelaku tunggal yang harus dihukum penuh. Mereka adalah korban dari lingkungan kemiskinan yang diciptakan oleh arah pembangunan ekonomi yang cacat dan tidak berpihak.
Kemiskinan yang mencekik, sistem sosial yang abai, dan lemahnya perlindungan negara terhadap kaum perempuan menghasilkan kondisi di mana menjual bayi bukanlah hal yang buruk dan masuk akal bagi sebagian orang. Tanpa melihat lagi akibat yang akan terjadi kedepannya.
Namun mirisnya di tengah penderitaan ini, negara justru sering abai dan tidak dapat memberikan solusi yang benar-benar mampu menuntaskan permasalahan rakyat. Bahkan dalam beberapa kasus kejahatan, justru aparat pemerintah sendiri sering ikut terlibat dalam jaringan kejahatan tersebut.
Sistem Sekuler Kapitalis Akar Masalahnya
Kasus kejahatan seperti ini tidak akan lahir dari sebuah sistem yang benar. Namun sistem hari ini, yakni sekularisme kapitalis yang menjauhkan agama dari kehidupan sehingga semua tindak kejahatan marak terjadi seolah tanpa kendali. Termasuk perdagangan anak, bahkan orang tuanya sendiri yang menjualnya.
Moral dan hukum hanya berlaku untuk kaum elite dan yang mampu menguntungkan elite ekonomi dan politik. Sampai anak-anak diperlakukan seperti komoditas dilihat dari potensi “nilai jual” atau manfaat ekonominya.
Demikianlah ketika agama tak lagi menjadi standar aturan kehidupan, ketika kekuasaan lebih penting daripada nilai nyawa, maka tidak ada lagi yang dapat menjamin keselamatan anak. Tidak ada perlindungan sejati yang ada hanyalah berupa slogan-slogan dan peringatan seremoni tahunan.
Sistem Islam Menjaga Anak Sejak dalam Kandungan
Dalam sistem Islam, anak bukan hanya sebagai aset bangsa, tetapi mereka adalah amanah dari Allah yang wajib dijaga sejak awal kehidupan karena mereka merupakan generasi penerus untuk mewujudkan dan menjaga peradaban Islam yang mulia.
Islam memiliki berbagai mekanisme, salah satunya sistem sosial yang menjamin kesejahteraan hidup ibu dan anak. Mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok hingga perlindungan terhadap nasab. Seorang ibu tidak akan berpikir untuk menjual bayinya karena negara akan memastikan hidupnya tercukupi. Sistem Islam tidak hanya melarang dan memberikan slogan keamanan, tetapi menyediakan mekanisme preventif, kuratif, hingga represif terhadap kejahatan yang menimpa umat.
Selain itu, Islam juga akan memberikan pendidikan Islam yang berbasis akidah yang akan membentuk individu menjadi bertanggung jawab melindungi anak-anak, termasuk orang tuanya dan semua pihak termasuk aparat negara. Negara akan menjadi pelindung, bukan sekadar penonton. Bahkan, aparat negara akan diadili jika ikut terlibat dalam kejahatan seperti ini.
Dengan sanksi tegas yang mampu memberikan efek jera, kejahatan seperti perdagangan bayi tidak akan dibiarkan terjadi bahkan sampai berkembang karena dalam sistem Islam kemuliaan manusia tidak bisa digadaikan demi uang apalagi untuk keuntungan negara.
Menuju Indonesia Emas? Bukan dengan Sistem yang Sama
Jika ingin mewujudkan "Indonesia Emas 2044," kita harus lebih dari sekadar menciptakan “anak hebat”. Kita harus menciptakan sistem hebat yang dapat memastikan tidak ada satu pun anak yang lahir dalam lingkaran ancaman kemiskinan, eksploitasi, atau penelantaran.
Untuk mendapatkan generasi emas memiliki akidah yang benar itu tidak akan bisa dicapai selama kita tetap membiarkan kapitalisme dan sekularisme menjadi dasar pijakan negeri ini. Mereka hanya akan lahir jika pindah dari sistem rusak menuju sistem Islam yang adil dan menyeluruh di segala aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]