Tantangan dan Strategi Pertahanan Negara di Era Digital
OpiniMedia sosial menjadi dunia baru
bagi sebagian masyarakat di era digital saat ini
________________________
Penulis Insaniati Rahmani
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemerintah Republik Indonesia memaparkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP TUNAS sebagai model acuan global dalam melindungi anak-anak di dunia ruang digital kepada organisasi telekomunikasi international yaitu International Telecommunications Union (ITU).
"PP TUNAS memperlihatkan tanggung jawab Indonesia yang melindungi anak-anak secara online demi kesehatan dan kesejahteraan generasi muda," ungkap Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya.pada Rabu (09-07-2025) saat menghadiri pertemuan dengan Sekretaris Jenderal lnternasional Telecommuicationals Union (lTU) Doreen Bogdan-Martin di Jenewa, Swiss. (Infopublik.com, 10-07-2025)
Media sosial menjadi dunia baru bagi sebagian masyarakat di era digital saat ini. Bahkan, banyak anak di bawah umur yang sudah mahir memainkan sosmed. Penyalahgunaan media sosial menjadi salah satu ancaman bagi generasi. Orang tua yang seharusnya mengawasi anak-anaknya juga turut larut berselancar di sosial media. Mereka tidak memikirkan dampak ke depan untuk anak-anaknya.
Ada banyak persoalan yang muncul akibat kemajuan dunia digital. Penggunaan gadget yang terlalu intens di usia dini menjadikan anak-anak makin rentan terhadap ancaman siber. Bahkan banyak sekali konten bertebaran di media sosial yang menjadi penyebab adanya kekerasan pada mereka.
Konten-konten tidak senonoh dan minim manfaat yang seharusnya tidak ditayangkan justru diloloskan. Akibatnya, tidak sedikit anak-anak yang menonton akan menjadikan konten tersebut sebagai tuntunan mereka. Di zaman yang makin canggih seperti saat ini, para orang tua memiliki PR lebih berat.
Media sosial memiliki manfaat yang siginifikan, tetapi memiliki beberapa dampak negatif pula. Misalnya, seperti penurunan produktivitas karena waktu yang seharusnya digunakan untuk hal-hal penting seperti bekerja atau belajar terbuang hanya untuk scrolling. Terganggunya interaksi sosial, pengguna media sosial cenderung lebih fokus pada interaksi online daripada bertatap muka secara langsung.
Hal ini adalah buah dari minimnya literasi digital dan juga lemahnya iman akibat sistem pendidikan yang berbasis sekuler. Namun mirisnya, negara tidak memberikan perlindungan yang nyata. Terlebih lagi arus digitalisasi memiliki banyak keuntungan dari segi materi yang membuat aspek keselamatan luput dari perhatian selama mendapatkan keuntungan.
Ancaman siber makin canggih sehingga negara perlu terus menyesuaikan dan meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi tantangan tersebut. Dengan adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, serta didukung oleh aturan yang kuat dan fasilitas yang aman, negara dapat menciptakan ruang siber yang aman dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
Namun sayangnya, di sistem saat ini justru keamanan dari serangan siber sangat minim. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak mampu memberikan sistem perlindungan yang utuh. Meskipun sudah dilakukan beberapa upaya, seperti di salah satu forum internasional (KemenPAN RB, 2025) tentang pengenalan PP TUNAS (Perlindungan Pengguna Telekomunikasi dan Siber). Namun, dalam praktiknya ruang digital masih sangat bebas dan berbahaya karena selama arus digitalisasi dapat menguntungkan secara ekonomi, maka aspek keselamatan dan moral dianggap bukan prioritas utama negara.
Negara bertanggung jawab atas keamanan data diri masyarakat. Maka negara harus membuat aturan yang jelas dan ampuh untuk keamanan siber guna melindungi data pribadi dan mencegah kejahatan ruang digital. Pemerintah juga harus memperhatikan bahwa fasilitas digital yang dibangun aman dan juga mampu mengantisipasi ancaman siber yang makin berkembang.
Meningkatkan literasi digital di tengah-tengah masyarakat juga sangat dibutuhkan agar masyarakat mampu melindungi diri dari ancaman siber dan menggunakan ruang siber dengan bijak. Peran negara dalam ruang siber sangat penting, termasuk dalam pembuatan aturan keamanan siber, pembangunan fasilitas digital yang aman, serta kesadaran dan literasi masyarakat terkait keamanan siber.
Negara wajib membangun sistem teknologi digital yang mandiri tanpa ketergantungan pada infrastruktur teknologi asing agar negara mampu mewujudkan informasi sehat bagi masyarakat, ruang siber syar’i dan bebas pornografi. Peran negara sebagai pelindung sangat dibutuhkan dan terwujudnya negara yang memperhatikan rakyatnya hanya dengan tegaknya Khil4fah.
Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.,
"Sesungguhnya imam (pemimpin) adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya, dan berlindung dengannya. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah dan berlaku adil, maka ia mendapatkan pahala. Jika ia memerintahkan selain itu, maka ia menanggung dosanya." (HR. Muslim)
Negara Islam akan memberikan arahan pada pengembangan teknologi, termasuk dunia siber. Negara juga memberi panduan dalam memanfaatkan dunia digital dan semua itu untuk menjaga kemuliaan manusia dan keselamatan dunia akhirat.
Khil4fah menjadi satu-satunya solusi yang efektif untuk memberantas sistem bobrok yang masih eksis hingga saat ini, sistem yang selalu menyengsarakan rakyat, bahkan juga bisa mengancam keselamatan seseorang. Digantinya kapitalisme dengan sistem Islam merupakan solusi yang hakiki. Wallahuaalam bissawab. [Luth/MKC]