Alt Title

Pembatasan Bansos Bukti Abainya Negara

Pembatasan Bansos Bukti Abainya Negara



Kemiskinan merupakan permasalahan sistemis yang diakibatkan oleh penerapan kapitalisme

Islam memandang jika pemberian bansos bukanlah solusi hakiki dalam mengentaskan kemiskinan

_______________________________


Penulis Siska Juliana

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Hidup sejahtera merupakan dambaan bagi setiap orang. Sejahtera berarti aman, tenteram, dan makmur. Hal itu menjadi kewajiban para pemangku jabatan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi rakyatnya. Oleh karena itu, pemerintah memberikan bansos guna meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Sejauh mana bansos membantu rakyat? Bisakah bansos menjadi solusi hakiki? 


Pembatasan Bansos 


Pernyataan dari Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat mengungkapkan bahwa masyarakat miskin dan miskin ekstrem yang berusia produktif hanya menerima bantuan sosial (bansos) maksimal lima tahun.


Leontinus Alpha Edison selaku Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Perlindungan Pekerja Migran menyatakan jika pemerintah tidak ingin masyarakat miskin dan miskin ekstrem terus menerus menerima bansos. Hanya masyarakat miskin dan miskin ekstrem penyandang disabilitas dan lansia masih bisa menerima bansos. Mereka yang tidak menerima bansos akan diarahkan untuk berdaya secara ekonomi melalui program Perintis Berdaya.


Terdapat empat pilar dalam program Perintis Berdaya yaitu berdaya bersama, berdaya berusaha (akses usaha bagi pengusaha,UMKM, ekonomi kreatif, dan koperasi), pembiayaan yang inklusif, berdaya global. 


Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono menyatakan bahwa 3,17 juta penduduk Indonesia atau 1,13 persen masih tergolong miskin ekstrem. Mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah kepala rumah tangga lulusan Sekolah Dasar (SD). Kategori miskin ekstrem jika masyarakat memiliki pengeluaran di bawah Rp400.000 per bulan. Sedangkan kategori miskin jika pengeluarannya di bawah Rp600.000. (kompas.com, 27-06-2025)


Catatan Merah 


Adanya penghapusan bagi penerima bansos menjadi salah satu catatan merah. Selama ini, penyaluran bansos masih terdapat banyak masalah. Apalagi saat ini akan dihapuskan. 


Ha ini menunjukkan gagalnya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Adanya pemberian bansos merupakan tanda bahwa banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut data BPS tahun 2024 terdapat 24,06 juta orang atau 8,57 persen total penduduk. 


Adanya bansos hanya meredakan nyeri sesaat. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah justru menambah beban ekonomi rakyat. Roda perekonomian diharapkan berjalan dengan adanya bansos, tetapi segala sesuatu dikenai pajak dan berbagai harga kebutuhan naik. 


Berapa pun biaya yang dikeluarkan tidak akan mampu mengatasi permasalahan tersebut karena penyebab kemiskinan sejatinya adalah kapitalisme yang membuat kesenjangan sosial makin terbuka lebar.


Pada tahun 2018, Credit Suisse yang bertajuk Global Wealth Report melaporkan bahwa 10 orang terkaya di Indonesia menguasai 75,3% total kekayaan penduduk dewasa. Sementara itu, 1% orang terkaya mendominasi 46% total kekayaan penduduk dewasa. 


Dalam rentang 2021—2022 saja, jumlah orang kaya di Indonesia melonjak dari 82.012 orang menjadi 134.015 orang. Bahkan, laporan The Wealth Report 2022 yang dipublikasikan Knight Frank per 1 Maret 2022 saat itu mengatakan jumlah orang kaya di Indonesia akan naik 63% dalam lima tahun mendatang.


Islam Mampu Mengentaskan Kemiskinan


Kemiskinan merupakan permasalahan sistemis yang diakibatkan oleh penerapan kapitalisme. Islam memandang jika pemberian bansos bukanlah solusi hakiki dalam mengentaskan kemiskinan. Dalam sistem Islam, orang miskin mungkin ada, tetapi jumlahnya sangat minim. 


Negara menjamin kebutuhan primer dengan mewujudkan pengaturan, seperti laki-laki diwajibkan untuk menafkahi diri dan keluarganya. Jika kepala keluarga terhalang untuk mencari nafkah karena sakit, cacat fisik atau mental, usia lanjut dan sebagainya, maka nafkah dibebankan pada kerabat dekat yang memiliki hubungan darah. 


Namun, saat kerabat yang dimiliki hidupnya pas-pasan, maka pihak yang berkewajiban memberi nafkah adalah negara yang diambil dari baitulmal (kas negara). Jika baitulmal dalam keadaan kosong, kewajiban nafkah beralih ke kaum muslim secara kolektif. 


Dalam Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan setiap individu untuk mencari harta dan memilikinya sesuai syariat Islam. Adapun kepemilkan umum dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, bisa berupa harga murah atau bahkan gratis.


Contoh harta milik umum adalah minyak bumi, sungai, danau, barang tambang, hutan, jalan umum, listrik, dan sebagainya. Harta ini wajib dikelola oleh negara dan tidak boleh diswastanisasi dan diprivatisasi sebagaimana dalam kapitalisme. 


Islam mendistribusikan kekayaan secara merata.


 “...supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS. Al-Hasyr: 7)


Negara memiliki kewajiban untuk melakukan distribusi harta kepada individu rakyat yang membutuhkan. Selain itu, negara wajib menyediakan lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja, terutama untuk laki-laki sebagai pencari nafkah.


Negara juga menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan. Salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah sehingga berpengaruh pada kualitas SDM. Di sinilah peran negara dibutuhkan untuk memberikan pendidikan secara gratis. Begitu pula dengan layanan kesehatan.


Khatimah 


Dengan demikian, Islam telah mengatur secara rinci pemenuhan dasar bagi rakyat agar kemiskinan struktural dapat diatasi. Jika seluruh mekanisme ini dilakukan, maka tidak perlu ada bansos. Kalaupun ada sifatnya hanya temporal dan diberikan pada individu yang benar-benar membutuhkan menurut pandangan Islam. Penerapan syariat Islam mampu menciptakan kesejahteraan dan bukti ketaatan kepada Allah Swt.. Wallahualam bissawab.