Alt Title

Masuk Barak Militer Menjadi Solusikah?

Masuk Barak Militer Menjadi Solusikah?




Dengan syariat Islam, anak-anak serta guru yang bermasalah tidak membutuhkan barak militer sebagai tempat pembinaan karakter

Karena syariat dengan sendirinya yang akan mampu membentuk kepribadian generasi


________________________


Penulis Ari Wiwin

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Untuk mengatasi kenakalan remaja yang makin parah, seperti malas sekolah, tersangkut geng motor, tawuran, bullying, dan lain-lain, Gubernur Jawa Barat (KDM) melakukan program baru yaitu barak militer untuk siswa "nakal."


Kebijakan ini adalah sebagai bentuk solusi terhadap persoalan kenakalan remaja yang menjadi masalah serius di tengah masyarakat. Terhitung sejak 2 Mei 2025 sebanyak 272 siswa dari 106 sekolah di Jawa Barat telah mengikuti program ini. 


Dadang Supriatna selaku Bupati Bandung menegaskan di hadapan ratusan anggota pengurus PGRI yang bertempat di Gedung Sekretariat PGRI Kabupaten Bandung di Ketapang, bahwasanya jika ada siswa yang nakal, tidak menurut kepada orang tua dan guru, masuk geng motor, pemalakan, juga guru yang melakukan pelecehan pada siswanya harus segera lapor ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung untuk segera ditindaklanjuti dibawa ke barak militer, agar bisa dibina oleh Kodim 0624. (opininews.com, 22-06-2025)


Tak bisa dimungkiri, kenakalan remaja di negeri ini khususnya Jawa Barat memang memprihatinkan. Meski mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, namun angkanya masih terbilang tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Open Data Jawa Barat, kasus kenakalan remaja mengalami penurunan antara 2020 sampai tahun 2022 sebanyak 12,05 persen dengan bentuknya yang beragam, mulai dari tawuran, seks bebas, bolos sekolah, bullying, hingga tindakan kriminalitas. (antarajabar.com,  21-05-2025)


Adapun dengan adanya program barak militer yang digagas KDM, anak-anak yang terindikasi menyimpang (nakal) tersebut, terpantau mengalami perubahan perilaku. Jadi lebih disiplin, teratur, dan memiliki pola hidup yang lebih baik. Namun, yang menjadi pertanyaannya apakah hal tersebut akan bertahan lama, atau hanya solusi meredam kenakalan remaja sesaat?


Sepintas, mengirim anak-anak dan guru bermasalah ke barak militer sepertinya menjadi solusi praktis bagi kenakalan remaja pada saat ini. Namun jika dicermati, kedisiplinan ala militer tidak akan bisa menyentuh akar permasalahan remaja.


Kenakalan remaja dipicu oleh banyak faktor, seperti: Kurangnya perhatian dari keluarga, terutama ibu karena disibukkan mencari nafkah karena lapangan kerja bagi para ayah sulit didapat, lemahnya akidah, serta sistem pendidikan yang gagal dalam mencetak generasi yang berkualitas; minimnya sanksi serta maraknya tontonan yang merusak juga merupakan faktor utama penyebab anak menjadi nakal. 


Oleh karenanya, untuk mengubah anak atau guru yang bermasalah bukan hanya moral dan perilaku yang diubah, tetapi pemikiran juga aturan negara yang harus diubah. Negara harus membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi para ayah sehingga ibu fokus mendidik anak-anaknya di rumah. Di samping itu, negara harus melakukan pengontrolan ketat pada tontonan, membenahi sistem pendidikan, serta memberlakukan sanksi yang menjerakan. 


Sayangnya, hal tersebut akan sulit diwujudkan karena pada saat ini negara menerapkan kapitalisme sekuler dalam semua lini kehidupan. Kapitalisme sekuler meminggirkan agama dari kehidupan dan bertujuan materi. Nilai moral dan spiritual tidak menjadi landasan, akidah, dan akhlak mulia diganti dengan target akademi serta standar kelulusan yang tinggi agar kelak diterima di universitas ternama.


Alhasil, sekolah hari ini tidak bisa membentuk kepribadian siswa dengan output mulia, berwawasan, dan berdedikasi tinggi untuk peradaban. Namun, hanya bagus dari aspek akademis untuk kaderisasi kemajuan ekonomi-industri. Sementara, mereka yang tidak bisa mencapai target ini, akan menambah beban orang tua serta masyarakat dengan aktivitas nirfaedah seperti masuk dalam geng motor, terlibat tawuran, atau mencari tempat tongkrongan bersama orang yang sama.


Oleh karenanya, hukuman di 'barak militer' bukan solusi tepat merubah pemikiran generasi muda agar mereka bermanfaat dan berdaya guna yang diperlukan untuk mereka adalah dukungan pemerintah dalam semua sektor yang mendukung pendidikan, kesehatan, serta kenyamanan mereka sebagai pelajar, anggota masyarakat, dan warga negara. 


Negara yang bertanggung jawab atas baik dan buruknya moral generasi saat ini karena kenakalan mereka bukan semata faktor individu yang merasa kecewa, tak berguna, atau merasa direndahkan oleh lingkungan atau gagal secara akademik, tetapi penyebab utamanya adalah sistem yang menaungi mereka yang berasal dari kebijakan pemerintah. 


Kebijakan ini berdampak pada pendidikan dan  kesehatan mahal, pekerjaan sulit, bahan pokok terus melambung, dan lain-lain sehingga hal-hal ini memicu kurangnya perhatian orang tua mendampinginya belajar, berdiskusi, mendidik dengan pendidikan berkualitas,, atau menguatkan secara moral dan spiritual bagi anak-anaknya.


Islam memiliki pola pendidikan yang mendasar dan memberikan solusi secara keseluruhan. Dalam Islam, pendidikan adalah proses pembentukan syakhsiyah islamiah (kepribadian Islam) yang membentuk pola pikir dan pola sikap islami serta berakidah juga berakhlak mulia sesuai tuntunan Rasulullah saw. yang bertakwa kepada Allah Swt..


Islam memandang anak adalah amanah bagi orang tuanya yang wajib dijaga dan dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Sesuai hadis Rasulullah saw. yang berbunyi: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang kelak menjadikannya Yahudi, Majusi atau Nasrani.” (HR. Bukhari Muslim) 


Islam memiliki beberapa mekanisme untuk menjaga generasi agar berkualitas: Pertama, menerapkan sistem pendidikan barbasis Islam yang output pendidikannya untuk mencetak generasi berkualitas dan faqih fidin. Di samping itu, diberikan pula ilmu sains, ilmu politik juga ilmu ekonomi, sosial dan kebudayan Islam yang tidak bertentangan dengan budaya barat. 


Kedua, Islam menjadikan peran keluarga sangat penting. Ibu sebagai madrasatul ulla atau sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya yang bisa membentuk kepribadian anak dan karakter anak pertama kali. Oleh karena itu, para ibu difokuskan di rumah, dan ayah sebagai kepala keluarga bertugas mencari nafkah.


Semua itu juga ditunjang dengan disediakanya lapangan pekerjaan seluas-luasnya oleh negara sehingga para kepala keluarga dan laki-laki yang sudah baligh mudah memperoleh pekerjaan dan bisa menafkahi keluarganya.


Ketiga, adalah peran kepala negara dalam Islam sebagai pelindung (junnah) dan pengurus rakyatnya yang bisa melindungi dari segala pengaruh buruk termasuk tontonan di media sosial. Di sisi lain, negara juga menerapkan sanksi (uqubat) bagi remaja yang sudah akil balig yang melanggar hukum syarak. Akan tetapi, hukumannya yang mendidik dan mencegah kerusakan lebih lanjut. 


Sejarah Islam telah mencatat bagaimana kesuksesan Islam dalam melahirkan para pemuda yang tangguh, hebat, berkepribadian mulia, bahkan mampu menaklukkan sebuah negara (Konstantinopel) di usia belia yakni 21 tahun seperti Muhammad Al-Fatih. Yang diraih anak-anak Islam di masa lalu bukan tanpa kebetulan. Ini karena mereka ditempa dengan pendidikan sesuai syariat Islam, pendidikan Al-Qur'an, akidah tafsir, dan hadis juga ilmu kemiliteran, serta didukung oleh keluarga, negara dan lingkungan yang baik. 


Dengan syariat Islam, anak-anak serta guru yang bermasalah tidak membutuhkan barak militer sebagai tempat pembinaan karakter. Syariat dengan sendirinya yang akan mampu membentuk kepribadian generasi. Dengan akidah yang mulia dan syakhsiyah Islam yang berjiwa pemimpin, juga kelak akan mencetak generasi emas pembangun peradaban. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]