Alt Title

Kisruh Haji di Mana Tanggung Jawab Negara?

Kisruh Haji di Mana Tanggung Jawab Negara?



Sistem sekuler kapitalisme telah mengubah cara pandang terkait ibadah haji

yang seharusnya diurus dengan niat karena Allah, malah dianggap sebagai komoditas ekonomi

_________________________

Penulis Sunarti 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Sosial


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pasukan keamanan haji Arab Saudi menangkap 49 orang, terdiri dari 18 warga lokal dan 31 warga asing, termasuk warga Indonesia (WNI). Alasannya, karena mengangkut 197 jamaah tanpa izin resmi untuk menunaikan ibadah haji. (Makkah, Beritasatu.com)


Jemaah Haji Mengalami Beragam Persoalan


Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengatakan bahwa ibadah haji tahun ini menuai beragam persoalan seperti: jemaah yang tertinggal rombongan, jemaah haji diusir dari tempat istirahat pada malam hari, kapasitas maktab di Armuzna yang dinilai tidak memadai, tidak manusiawi, berisiko besar pada keselamatan dan kenyamanan jemaah, Syirkah MCDC yang memaksakan kapasitas hingga 200 kasur di maktab besar dan 181 kasur di maktab kecil, keterlambatan distribusi konsumsi, dan lain-lain. (Tempo.com, 08-06-2025)


Selain itu, permasalahan lain yang ditemukan oleh timwas ibadah haji adalah layanan transportasi dan kesehatan yang belum memenuhi standar pelayanan minimum, terutama bagi jemaah lansia. Selain itu,adanya keterlambatan penerbitan serta pendistribusian kartu masuk yang menjadi syarat masuk ke Masjidil Haram yang merugikan para jemaah. (Tempo.com, 03-06-2025)


Sekelumit persoalan pada pelaksanaan ibadah haji tahun ini tidak lepas dari peran dan tanggung jawab negara. Arab Saudi adalah negara penyelenggara ibadah yang dinilai bertanggung jawab penuh, tetapi malah mengeluarkan aturan baru yakni larangan visa non-haji dan konsep syirkah dalam penanganan Armuzna. Selain Arab Saudi, pemerintah Indonesia juga bertanggung jawab atas jemaahnya.


Tidak adanya sinkronisasi antara pengaturan kloter ketika berangkat dari Indonesia dengan pembagian kelompok di Arab Saudi, sehingga jamaah terpisah-pisah. Ini membuktikan kurang maksimalnya tanggung jawab pemerintah dalam pelaksanaan ibadah haji.


Polemik pelaksanaan ibadah haji tidak hanya pada tahun ini saja, tetapi menjadi persoalan yang terus berulang. Seperti persoalan haji yang terjadi pada tahun 2023, di mana akomodasi dan transportasi jemaah haji selama Armuzna tidak dikelola dengan baik dan berakibat sulitnya jemaah Indonesia memperoleh makanan di Muzdalifah.


Sementara itu, pada tahun 2024 timwas haji menemukan 5 masalah yang rumit tentang penyelenggaraan ibadah haji, yaitu buruknya layanan dasar, ketersediaan toilet, penempatan tenda tidak sinkron dengan maktab, alokasi kuota tambahan jamaah yang dinilai tidak sesuai aturan, dan kenaikan ongkos naik haji. Persoalan haji yang terjadi setiap tahun tidak hanya terkait dengan pelayanan yang buruk, tetapi juga dipicu oleh banyaknya kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh Kementerian Agama dari beberapa periode. 


Said Aqil Al Munawwar Menteri Agama periode 2001-2004 yang terbukti melakukan korupsi penyelenggaraan ibadah haji dan Dana Abadi Umat (DAU). Selain itu, periode 2009-2014 Menteri Agama Suryadharma Ali juga terjerat kasus korupsi penyelenggaraan haji tahun 2010-2013. Disusul Menteri Agama 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas juga terseret kasus yang sama, hingga jual beli kuota haji. 


Sistem Sekuler Kapitalisme Akar Persoalan


Persoalan ibadah haji yang terus berulang adalah salah satu bentuk kerusakan sistem sekuler kapitalisme (memisahkan agama dari kehidupan). Di mana keuntungan dan manfaat di atas segala-galanya. Tidak heran jika soal ibadah begitu mudah dikapitalisasi. 


Syirkah dalam sistem sekuler kapitalisme bertujuan untuk mencari keuntungan perusahaan. Namun, di sisi yang lain justru mengabaikan kemaslahatan jemaah. Negara lepas tangan dan jemaah yang menjadi korban.


Sistem sekuler kapitalisme telah mengubah cara pandang terkait ibadah haji yang seharusnya diurus dengan niat karena Allah, malah dianggap sebagai komoditas ekonomi yang sangat menguntungkan oleh para pejabat dan kroninya. Inilah akar persoalan yang sesungguhnya.


Pengurusan Ibadah Haji dalam Sistem Islam


Berbeda dalam sistem Islam yang disebut Khil4fah. Pengurusan ibadah haji adalah sesuatu yang wajib dilakukan disertai iman dan takwa, bukan hanya sekadar perkara teknis dan administrasi. Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima dan diwajibkan bagi yang mampu.


Allah Swt. berfirman: "Dan di antara kewajiban manusia terhadap Allah Swt. adalah menunaikan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (TQS. Ali Imran(3): 97)


Penyelenggaraan ibadah haji seharusnya memudahkan jemaah yang beribadah. Baik dalam hal menyediakan fasilitas selama menjalankan ibadah haji, seperti penyediaan penginapan, tenda, kebutuhan-kebutuhan lain di Armuzna, transportasi, konsumsi, dan sebagainya. Semua ini adalah tanggung jawab negara. penguasa merupakan raain (pengurus) semua urusan rakyat dengan baik, termasuk dalam pengurusan ibadah haji.


Negara akan menyiapkan mekanisme  dan layanan terbaik bagi para tamu Allah Swt.. Layanan yang maksimal ini memang hanya mungkin terjadi apabila sistem keuangan negara kuat. Hal tersebut terwujud jika negara Khil4fah menerapkan sistem ekonomi, keuangan, dan moneter Islam yang membuat harta Baitulmal negara melimpah ruah dari sumber-sumber pendapatan yang beragam dan sangat besar.


Jemaah haji yang sudah terkategori wajib berangkat, mampu dari segi keuangan, fisik, psikis dari masing-masing wilayah perlu dilakukan pendataan. Yang berusia lebih tua diutamakan sehingga akan meminimalisir jemaah haji yang meninggal di tanah suci akibat usia keberangkatan sudah tua renta dan rentan sakit.


Aturan yang diberlakukan oleh Arab Saudi sebagai pemegang kunci pelaksanaan ibadah haji pastinya wajib diketahui oleh khalifah sebagai pemimpin umum kaum muslim seluruh dunia, baik yang menyangkut teknis maupun sistem. Demikianlah sistem Islam mengatur pelaksanaan ibadah haji sehingga berbagai persoalan bisa diminimalisir. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]