Alt Title

Islam Solusi bagi Lingkungan Alam Lestari di Garut

Islam Solusi bagi Lingkungan Alam Lestari di Garut



Dalam pandangan Islam, Allah Swt. telah menganugerahkan tanggung jawab kepada manusia

untuk mengelola dan memanfaatkan bumi beserta segala kekayaan alamnya 

_________________________


Penulis Dewi Royani, MH

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Muslimah Pemerhati Umat


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Garut, sebuah kabupaten yang dikenal dengan keindahan alamnya, kini menghadapi ancaman serius. Aktivitas galian C yang terus-menerus mengeruk bumi Garut telah menimbulkan kerusakan lingkungan parah.


Bisnis yang dulu disebut galian C ini sekarang dikenal dengan nama Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Ironisnya, keuntungan yang diraup dari bisnis MBLB ini dengan pengerukan ton-ton material setiap harinya tak sebanding dengan pajak yang dibayarkan, apalagi dengan biaya pemulihan ekologis yang tak terhitung nilainya.


Pajak Minim, Kerusakan Alam Maksimal


Berdasarkan amanat Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 hingga Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, pajak MBLB yang seharusnya menjadi penghubung antara kekayaan alam dan kesejahteraan masyarakat. Namun, kenyataannya jauh berbeda. Dikutip dari  pikiran-rakyat.com, (15-6-2025), data menunjukkan bahwa pada tahun 2023, pendapatan Pajak MBLB Garut hanya mencapai Rp 1.658.932.991,00. Angka ini sedikit meningkat di tahun 2024 menjadi Rp 1.938.000.000,00. 


Peningkatan ini terasa tidak signifikan jika dibandingkan dengan skala bisnis galian C yang begitu besar yang secara drastis mengubah landskap alam Garut. Bagaimana mungkin bisnis yang begitu masif ini hanya menyumbang kurang dari dua miliar rupiah ke kas daerah, padahal total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Garut mencapai ratusan miliar?


Permasalahan bisnis MBLB di Garut bukan sekadar pajak daerah yang minim. Persoalan krusial lainnya adalah kerusakan lingkungan yang kompleks. Setiap hari aktivitas pengerukan bukit dan pengangkutan pasir menciptakan luka pada alam Garut. Sungai menjadi keruh, tebing longsor, rusaknya mata air dan ancaman bencana alam menjadi konsekuensi nyata dari keuntungan yang diraup. Pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya memberikan manfaat bagi seluruh umat, justru menyisakan beban berat dan ancaman bagi alam dan masyarakat Garut. 


Material Galian C: Milik Umat, Bukan Segelintir Pengusaha


Sumber daya alam, termasuk material galian C, pada hakikatnya adalah milik umat. Seharusnya, pengelolaan kekayaan ini berada di tangan pemerintah sebagai wakil rakyat, memastikan manfaatnya dirasakan secara adil oleh seluruh masyarakat.


Namun, realitasnya jauh panggang dari api. Pengelolaan tambang justru diserahkan kepada pihak swasta, dengan harapan hanya pada perolehan pajak yang seringkali tak seberapa. Hasilnya? Kerusakan lingkungan yang masif menjadi warisan pahit bagi generasi mendatang.


Sistem pengelolaan seperti ini dilegalkan oleh undang-undang yang lahir dari paradigma kapitalisme, seperti Undang-Undang Minerba. Undang-undang ini alih-alih melindungi kepentingan rakyat dan lingkungan, justru membuka celah bagi segelintir pengusaha untuk meraup keuntungan besar dengan mengorbankan kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat.


Demi Keberlanjutan Garut: Kembalikan Hak Umat


Sudah saatnya kita merefleksikan kembali model pengelolaan sumber daya alam ini. Apakah pantas kekayaan bumi Garut dikorbankan demi keuntungan sesaat yang hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang? 


Dalam sistem yang berkeadilan, seperti yang ditawarkan oleh sistem Islam kafah. Dalam pandangan Islam, Allah Swt. telah menganugerahkan tanggung jawab kepada manusia untuk mengelola dan memanfaatkan bumi beserta segala kekayaan alamnya. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Salah satu bentuk kekayaan alam tersebut adalah beragam bahan tambang yang depositnya melimpah. Bahan tambang ini ditetapkan sebagai  harta milik umum (millkiyah ammah) dan tidak boleh dikuasai oleh individu atau kelompok tertentu.


Sistem Islam menetapkan negara bertanggung jawab penuh atas pengelolaan bahan tambang ini. Status kepemilikan umum ini bersifat permanen dan tidak dapat dialihkan menjadi kepemilikan pribadi, bahkan oleh negara itu sendiri. Setiap warga negara berhak merasakan kebermanfaatan dari sumber daya alam negerinya, tanpa harus menanggung beban kerusakan lingkungan yang tak terpulihkan.


Dalam Islam, pemerintah baik pusat maupun daerah diharamkan membuat peraturan perundang-undangan yang mengalihkan kepemilikan umum kepada korporasi. Bahkan, penguasa yang melanggar aturan syariat terkait pengelolaan kepemilikan umum ini bisa dimakzulkan. Hal ini karena Islam menempatkan kedaulatan ditangan syariat, bukan pada rakyat. Prinsip ini sangat berlawanan dengan demokrasi, yang memberikan kedaulatan kepada manusia.


Pertanyaannya kini, sampai kapan Garut akan terus dikeruk? Dan yang lebih penting, berapa harga sesungguhnya dari kerusakan lingkungan yang sedang kita ciptakan ini? Apakah pantas kekayaan bumi Garut dikorbankan demi keuntungan sesaat yang hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab bersama, sebelum Garut kehilangan keindahan dan keberlanjutannya selamanya.


Sejatinya keberkahan dalam pengelolaan tambang hanya akan terwujud jika dilakukan sesuai dengan aturan Islam. Bumi Garut dan semua makhluk hidup sangat membutuhkan penerapan syariat Islam yang kafah oleh negara. Keberkahan bagi seluruh alam takkan pernah terwujud kecuali jika syariat Allah diterapkan secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan.


Allah Swt. Berfirman:


“Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan karena perbuatannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 96)

Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]