Alt Title

Menyatukan Kekuatan Dunia untuk Kebebasan Palestina

Menyatukan Kekuatan Dunia untuk Kebebasan Palestina



Umat Islam harus bangkit dengan strategi besar yaitu jihad dan penyatuan umat di bawah kepemimpinan politik Islam, Khilafah.

_____________________________


Penulis Fatimah Al Fihri

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Apoteker dan Alumni UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Duka umat Islam di Gaza masih terus berlangsung. Pasca-berakhirnya gencatan senjata antara Israel dan Hamas pada 18 Maret 2025, Israel kembali menggencarkan serangan militer di Gaza. Serangan ini telah menyebabkan lebih dari 400 warga Palestina meninggal dunia. Laporan Al Jazeera (21-4-2025) mencatat setidaknya 29 warga tewas akibat serangan tersebut. Bersamaan itu, serangan drone Israel ke tenda pengungsian di Khan Younis melukai banyak orang, termasuk perempuan dan anak-anak. Jurnalis Al Jazeera, Fatima, bersama tujuh kerabatnya menjadi korban dalam salah satu serangan keji tersebut.


Kondisi rakyat Gaza semakin memprihatinkan akibat krisis pangan yang dipicu oleh blokade dan tindakan genosida Israel. Jutaan warga Gaza hidup dalam keadaan yang memilukan, nyaris tanpa akses ke makanan. Menurut CNNIndonesia.com (19-4-2025) beberapa warga terpaksa mengonsumsi daging kura-kura untuk bertahan hidup di tengah blokade yang menghancurkan kehidupan. Situasi ini mencerminkan kegagalan komunitas global, khususnya dunia Islam dalam menghentikan kekejaman zionis.


Pemimpin Muslim: Hening di Tengah Kuasa


Dengan populasi umat Islam mendekati 2 miliar jiwa, dunia Islam belum menunjukkan solidaritas yang terorganisasi untuk mengatasi kezaliman zionis. Hal yang lebih memilukan adalah kebisuan para pemimpin negara-negara muslim. Alih-alih mengerahkan pasukan atau menyatukan kekuatan militer untuk membela saudara mereka, para pemimpin ini hanya mengeluarkan pernyataan formal yang kosong, tanpa dampak nyata. Padahal, di berbagai penjuru dunia umat Islam telah lantang menyuarakan dukungan melalui demonstrasi, media sosial, hingga khotbah. Satu seruan yaitu pembebasan Palestina. Namun, seruan ini tidak pernah diterjemahkan menjadi tindakan konkret di tingkat kekuasaan.


Al-Qur’an telah menegaskan bahwa umat Islam adalah satu kesatuan. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 10, Allah Swt. berfirman: "Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”


Rasulullah saw. juga bersabda: “Umat Islam dalam kasih sayang dan kebersamaan mereka ibarat satu tubuh. Jika satu bagian terluka, seluruh tubuh merasakan sakitnya, tak bisa tidur dan terserang demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Seruan untuk membebaskan Palestina adalah panggilan iman, bukan sekadar reaksi emosional. Ketika satu bagian umat menderita, seluruh umat wajib bertindak. Rasa simpati saja tidak cukup, tapi perlu tindakan nyata.


Nasionalisme: Penghambat Kebersamaan Umat


Akar permasalahan Palestina terletak pada keterpakuannya umat Islam pada nasionalisme, warisan kolonialisme Barat. Batas-batas negara telah menjadi rintangan utama bagi persatuan umat.


Rakyat Suriah tidak merasa terpanggil untuk membantu Gaza. Militer Mesir tidak bergerak meski berbatasan langsung dengan Palestina. Pemerintah Indonesia merasa terbatas karena jarak geografis. Akibat nasionalisme, umat Islam di satu negara memandang saudara seiman di negara lain sebagai orang asing, bukan saudara seakidah.


Sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada 1924, dunia Islam terpecah menjadi lebih dari 50 negara, dibatasi oleh garis geopolitik buatan penjajah. Nasionalisme telah melemahkan semangat persaudaraan Islam, membuat setiap negara fokus pada urusan dalam negeri ketimbang bersatu melawan ketidakadilan. Para pemimpin lebih sibuk mempertahankan kekuasaan daripada menjaga martabat umat.


Khilafah: Jalan Nyata Menuju Pembebasan


Fakta bahwa umat Islam terkurung dalam batas nasionalisme harus menyadarkan bahwa bantuan kemanusiaan atau diplomasi tidak akan membebaskan Palestina dari cengkeraman Zionis. Bergantung pada PBB atau negara-negara Barat yang jelas mendukung Zionisme, adalah sia-sia. Umat Islam harus bangkit dengan strategi besar, yaitu jihad dan penyatuan umat di bawah kepemimpinan politik Islam, Khilafah.


Jihad bukan sekadar kata-kata penuh semangat, melainkan kewajiban syariat untuk melindungi umat dari penindasan penjajah. Setelah bertahun-tahun agresi zionis, jihad bukan lagi opsi, melainkan keharusan yang harus segera dilaksanakan.


Namun, jihad tidak akan terlaksana selama umat masih terpecah. Dibutuhkan kepemimpinan global melalui institusi Khilafah untuk mewujudkannya. Khilafah, yang telah terbukti selama berabad-abad melindungi umat dan membebaskan wilayah muslim dari penjajahan adalah solusi. Dalam sistem ini, jihad bukan tindakan teror, melainkan upaya resmi negara untuk melindungi umat dari kekejaman penjajah.


Umat Harus Bergerak Menuju Khilafah


Kini saatnya umat menuntut tindakan nyata: para pemimpin muslim harus menghentikan kata-kata kosong dan memulai langkah konkret untuk membebaskan Palestina melalui jihad. Umat harus menyerukan persatuan berdasarkan akidah, bukan bendera negara.


Gerakan ini harus terarah, dipimpin oleh kelompok dakwah yang konsisten mengusung Islam sebagai solusi. Kelompok ini harus vokal, membangunkan kesadaran umat, dan membentuk opini publik yang mendukung Khilafah. Para penggiat dakwah harus menjadi pelopor perubahan, menyerukan dengan penuh keyakinan bahwa Khilafah adalah benteng umat.


Palestina tidak hanya membutuhkan bantuan makanan atau obat. Palestina menanti kebangkitan umat Islam, menanti pemimpin sejati yang membawa pasukan pembebas. Saatnya berjuang dengan dakwah yang terarah, mengusung visi Khilafah dan semangat jihad. Dengan izin Allah, kebebasan Palestina akan menjadi nyata. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]