Fasilitas Umum Adalah Hak Rakyat Bukan Sumber PAD
Surat PembacaMengandalkan PAD sebagai dasar penyediaan layanan publik
hanya ciri khas negara kapitalistik yang tidak berpihak pada rakyat
_______________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Pemerintah kembali menggulirkan wacana pengaktifan Terminal Cileunyi dengan dalih mendorong mobilitas masyarakat dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini menuai berbagai tanggapan.
Sebagian kalangan seperti Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi menyatakan pentingnya terminal dalam mempercepat mobilitas dan aksesibilitas, terutama di kawasan Bandung Timur. Menurutnya, walaupun retribusi terminal nilainya tidak terlalu besar, tetapi dapat berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah. (JabarEkspres.com, 08-05-2025)
Namun, yang patut dikritisi adalah alasan utama di balik pengaktifan terminal ini adalah demi pemasukan daerah, bukan semata demi layanan publik. Ini menunjukkan wajah asli kapitalisme hari ini bahwa penyediaan layanan publik tidak semata-mata untuk kemaslahatan rakyat.
Akan tetapi, diukur dari potensi pendapatan dan keuntungan fiskal yang bisa diraih pemerintah. Negara menjadi 'pedagang' yang hanya mau membangun jika bisa menghasilkan. Bahkan, dari fasilitas yang seharusnya menjadi hak dasar rakyat.
Negara Jibayah: Ketika Pelayanan Didasarkan pada Keuntungan
Realitas hari ini menjadikan negara sebagai entitas yang memalak rakyat. Pembangunan sarana publik seperti terminal, pasar, sekolah, bahkan rumah sakit sering kali diukur dari seberapa besar kontribusinya terhadap PAD melalui retribusi, tarif, dan pungutan lainnya. Alhasil, akses terhadap fasilitas publik menjadi mahal dan sulit dijangkau rakyat kecil.
Dalam pandangan Islam, negara bukan entitas bisnis. Melainkan pengurus urusan umat (raa’in) dan pelindung mereka (junnah). Rasulullah saw. bersabda: "Imam adalah penggembala dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini berarti negara wajib menyediakan sarana publik tanpa syarat untung. Pelayanan publik adalah hak rakyat, bukan komoditas yang bisa diperjualbelikan.
Sistem Islam: Riayah Daulah dalam Menyediakan Fasilitas Publik
Dalam sistem Islam, khususnya di bawah naungan Daulah, terminal, pasar, sekolah, dan layanan publik lainnya disediakan negara sebagai bentuk tanggung jawab terhadap rakyat. Islam memiliki pos-pos pemasukan tetap yang tidak bergantung pada pajak atau retribusi rakyat miskin. Di antaranya:
1. Kharaj dan jizyah – dari wilayah yang ditaklukkan.
2. Harta milik umum – seperti hasil tambang, hutan, dan air, yang hasilnya dikelola negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
3. Ganimah dan fai’ – harta rampasan perang dan harta yang diperoleh tanpa peperangan.
Dengan sumber dana ini, negara mampu membangun fasilitas publik secara cuma-cuma tanpa membebani rakyat. Terminal dalam perspektif Islam, bukan sarana pencetak rupiah tetapi, fasilitas vital untuk mengatur mobilitas, distribusi barang, dan kenyamanan penduduk.
Solusi Islam atas Problem Terminal Cileunyi
Dalam bingkai Islam, pengaktifan Terminal Cileunyi tidak akan disandarkan pada potensi PAD. Namun, pada kebutuhan riil masyarakat Bandung Timur. Negara akan membangun dan mengelola terminal secara langsung tanpa menjadikannya sebagai objek retribusi tinggi. Masyarakat hanya akan dikenai biaya layanan jika ada kebutuhan operasional yang memang dibenarkan syariat dan itu tanpa mengambil untung.
Lebih jauh, sistem transportasi akan menjadi bagian dari kebijakan makro yang terintegrasi. Mencakup kemudahan akses, keamanan, dan kenyamanan. Negara akan memastikan bahwa rakyat dapat bepergian, berdagang, dan bekerja dengan efisien tanpa hambatan ekonomi maupun birokrasi.
Mengandalkan PAD sebagai dasar penyediaan layanan publik hanya ciri khas negara kapitalistik yang tidak berpihak pada rakyat. Sebaliknya, Islam melalui Daulah memberikan solusi sistemik dan menyeluruh. Negara berfungsi sebagai pelayan rakyat, bukan pemalak.
Terminal, sekolah, rumah sakit, dan pasar adalah hak rakyat yang wajib disediakan negara tanpa memikirkan untung-rugi. Sudah saatnya umat Islam kembali pada sistem yang menjamin keadilan, kesejahteraan, dan pelayanan hakiki yakni sistem Khil4fah Islamiah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]
Neni Maryani