Utopis Makan Bergizi Gratis
Opini
Begitulah kapitalisme demokrasi
menjadikan ini suatu hal yang utopis bagi rakyat untuk mendapatkan makan bergizi gratis
______________________________
Penulis Siti Rahmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sejumlah media asing menyoroti rencana pemerintahan Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto, mengganti susu sapi dengan susu ikan untuk program makan bergizi gratis.
Menurut The Straits Times, susu ikan sudah lama menjadi inovasi pemerintah RI. Pada 2023 pemerintah memainkan peran kunci dalam meluncurkan susu ikan yang dikembangkan sebagai hilirisasi produk perikanan.
Tak hanya The Strait Times, surat kabar asal Australia The Sydney Morning Herald juga mewartakan hal serupa. Koran negeri kanguru itu menyoroti rencana mengganti menu susu sapi dengan susu ikan demi menekan anggaran yang bengkak.
Namun media tersebut juga mempertanyakan soal dampak kesehatan dari susu ikan. Apakah bisa mempertahankan nilai gizi dan nutrisi yang terkandung dalam susu sapi?
Seperti yang dibayangkan, biaya makan bergizi gratis ini menelan biaya sangat besar sekitar 44 miliar dollar AS per tahun. Jumlah ini akan menjadi hampir 2 persen dari PDB Indonesia, dan lebih dari 2 kali lipat anggaran kesehatan saat ini. Maka wajar para pengamat mempertanyakan apakah negara ini mampu membiayainya. (CNN Indonesia, 13-09-2024)
Inkonsistensi Program Makan Bergizi Gratis
Masyarakat Indonesia sudah tahu pada saat pilpres, Prabowo-Gibran berkampanye akan memberikan program makan bergizi gratis untuk menekan angka gizi buruk dan stunting. Program belum berjalan, tapi anggaran makan bergizi gratis dari Rp15.000 kini menjadi Rp7.500 per porsi. Dengan demikian, mungkinkah nutrisi dan gizi dapat terpenuhi.
Kalau susu sapi diubah menjadi susu ikan, beberapa pakar gizi dan kesehatan menyarankan jangan sampai mengubah tujuan pemerintah untuk memperbaiki kualitas gizi generasi. Karena pemberian susu ikan merupakan produk makanan yang terkategori ultra process food.
Jika makanan yang disajikan banyak berkurang kandungan gizinya, mengakibatkan muncul masalah penyakit seperti obesitas, diabetes, jantung, dan gangguan kesehatan lainnya. Alih-alih mengonsumsi makanan sehat dan bergizi, generasi malah mengonsumsi makanan yang membahayakan kesehatan.
Pemerintah terkesan abai dengan kebijakan mengganti susu sapi dengan susu ikan, karena di Indonesia tidak banyak yang memproduksi bubuk HPI (susu ikan). Maka secara tidak langsung Indonesia memberi peluang besar bagi korporasi seperti Jepang dan Australia yang merespons positif program ini. Alhasil, menguntungkan para investor asing.
Jika ditinjau dari sisi gizi, masalah sebenarnya bukan program bergizi gratis, melainkan kemiskinan yang menghalangi terciptanya generasi sehat dan kuat.
Masalahnya sistem kapitalis menyebabkan tingkat kemiskinan makin tinggi. Pemerintah tidak menjalankan perannya untuk mengurus rakyatnya, agar bisa meminimalkan angka kemiskinan atau menghilangkannya sama sekali.
Dalam kapitalisme pun tampak jelas bahwa pemerintah tidak konsisten terhadap ucapan atau program-program yang direncanakan. Hari ini gratis, besok mungkin dimintai iuran. Harga dari Rp15.000 menjadi Rp7.500. Dari susu sapi ganti jadi susu ikan.
Kapitalisme Meniscayakan Komersialisasi
Tidak seriusnya penanganan pemerintah sudah hal biasa dalam mengatasi masalah rakyatnya. Seharusnya kebutuhan pokok masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, pangan itu yang diutamakan. Tapi kepengurusannya ini malah diambil alih oleh para korporasi, sehingga kerap dikomersialisasi menjadi bisnis yang menguntungkan.
Begitulah kapitalisme demokrasi, menjadikan ini suatu hal yang utopis bagi rakyat untuk mendapatkan makan bergizi gratis dan bisa meningkatkan nilai gizi rakyat Indonesia menjadi lebih baik. Karena pemerintah tidak sungguh-sungguh mengatasi masalah rakyat.
Islam Mencetak Generasi Berkualitas
Dalam Islam, membangun negara besar tentu membutuhkan modal yang sangat besar. Di antaranya sistem pemerintahan yang bersih dari kepentingan individu/golongan, anggaran yang cukup, dan generasi yang berkualitas.
Sosok pemimpin Islam juga bukan sosok pemimpin yang ingkar janji, karena itu salah satu ciri orang munafik yaitu jika berjanji ia khianat. Sosok pemimpin Islam harus amanah, fatanah, sidiq, dan tablig sehingga bisa mengatur negara dengan baik untuk mengurus urusan rakyatnya.
Islam menjamin dan memenuhi kebutuhan dasar setiap individu rakyat yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan dan seluruh aspek lainnya. Setiap individu rakyat juga berhak mendapatkan makanan bergizi, bukan hanya untuk orang miskin atau orang yang stunting saja.
Negara harus bertanggung jawab penuh untuk mempermudah rakyat mendapatkan pemenuhan makanan bergizi, seperti harga pangan terjangkau dan distribusi pangan merata ke seluruh wilayah.
Dalam Islam pun, negara harus bisa mengalokasikan anggaran negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan adanya Baitulmal, negara mendapatkan kas dari kepemilikan umum atau pemasukan harta sesuai dengan jenisnya yang akan dikelola dan disalurkan untuk kepentingan rakyat.
Khatimah
Dengan demikian, pemerintah tidak akan mengalami kesulitan dalam mengentaskan kemiskinan, karena penguasa melakukan fungsinya sebagai pengurus dengan sangat baik.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah bersabda, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah azza wajalla daripada mukmin yang lemah dan pada keduanya ada kebaikan." (HR. Muslim)
Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]