Mencintai dan Menaati Nabi saw. secara Utuh
Nafsiyah
Peringatan Maulid Nabi dilakukan setiap tahun
tetapi sayangnya politik di negeri ini adalah sistem demokrasi yang diajarkan oleh Montesquieu, Jhon Locke, dan para ahli Barat lainnya
______________________________
Penulis Dhini Sri Widia Mulyani
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, NAFSIYAH - Ingatkah saat ini kita berada di bulan apa? Ya, bulan Rabiulawal, salah satu bulan yang istimewa. Yang mana di bulan ini lahirlah seseorang yang begitu istimewa, yaitu baginda Rasulullah saw..
Tentu saja umat muslim beramai-ramai memperingati hari lahirnya Rasulullah dengan penuh sukacita. Allah memberikan nikmat agung bagi umat manusia atas terlahirnya Rasulullah saw.. (Buletin Dakwah Kaffah edisi 361, 20-09-2024)
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Ali-Imran ayat 164 yang artinya, "Sungguh, Allah telah memberi kaum mukmin karunia ketika Dia mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri. la membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, serta mengajari mereka Al-Kitab (Al-Qur'an) dan hikmah (as-sunah) meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata."
Salah satu wasilah untuk menjaga kecintaan kita terhadap Rasulullah yaitu dengan memperingati lahirnya Rasulullah. Hal ini sering disebut dengan 'Maulid Nabi.' Namun, mencintai beliau tentu harus lebih istimewa dibandingkan kecintaan kita kepada yang lainnya.
Wajib Hukumnya Mencintai Rasulullah
Kita selaku umatnya mencintai beliau hukumnya wajib. Di samping itu, wajib juga bagi kita menaati semua ajarannya secara utuh dan menyeluruh.
Dalam Al-Qur'an terdapat ancaman terhadap siapa pun yang cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, teralihkan dengan kecintaan kepada yang lain.
Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an surah At-Taubah ayat 24,
"Katakanlah, 'Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian dan keluarga kalian, juga harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta dari jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya'. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik."
Di sisi lain, barang siapa yang mencintai Allah Swt. dan Rasul-Nya sampai akhir hayat pasti akan bersama dengan beliau di surga-Nya kelak. Sesuai sabda Nabi saw., "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cinta." (HR. Al-Bukhari)
Haram Menyakiti Hati Rasulullah
Ketika kita mencintai Rasulullah, tentunya kita haram menyakiti hati beliau. Barang siapa yang menyakiti beliau, Allah telah mengancam keras di dalam firman-Nya, "Orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu bagi mereka azab yang pedih." (QS. At-Taubah [9]: 61)
Jika benar mencintai dan menaati Nabi saw. dengan sepenuh hati, seorang muslim tidak boleh sedikit pun membuat beliau marah. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan melalui jalur Ummul Mukminin Aisyah r.a.. Hadis tersebut menegaskan bahwa bukti cinta hakiki kepada Nabi saw. adalah menaati beliau tanpa ragu.
Ketaatan pada Rasul Menghantarkan Menuju Surga
Ketaatan umat muslim terhadap beliau pun pada faktanya akan mengantarkan ke dalam surga. Ini ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari yang artinya, "Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan," para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa yang enggan?" Beliau menjawab, "Siapa yang menaati aku pasti masuk surga dan siapa yang membangkang kepadaku berarti ia enggan (masuk surga)."
Tanda cinta kepada Rasulullah saw. adalah taat secara utuh kepada beliau. Seperti yang dikutip oleh Imam Al-Qusyairi dalam Risalah Al-Qusyairiyyah: "Sungguh di antara cinta itu adalah taat."
Dengan begitu, umat muslim wajib menaati Rasulullah secara keseluruhan pada aspek kehidupan beliau. Ketaatan yang tidak terbatas hanya pada aspek ibadah ritual dan akhlak beliau saja. Karena hal itu menjadi bukti cinta kepada Allah Swt..
Sebagaimana firman-Nya: "Katakanlah, "Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku." (QS. Ali Imran [3]: 31)
Allah Swt. berfirman: "Sungguh engkau (muhammad) berada di atas khuluq yang agung." (QS. Al-Qalam [68]: 4)
Imam Jalalain menyatakan dalam tafsirnya bahwa kata khuluq dalam ayat di atas bermakna dîn (agama, jalan hidup) (Jalalain, Tafsîr Jalâlayn, 1/758). Ayat tersebut bisa dimaknai: "Sungguh engkau berada di atas agama/jalan hidup yang agung."
Mengamalkan Semua Ajaran Al-Qur'an
Meneladani Nabi Muhammad saw. berarti mengamalkan semua ajaran Al-Qur'an tanpa terkecuali. Bukan hanya ibadah ritual dan akhlak, tetapi juga semua aspek kehidupan. Mulai dari akidah, ibadah, serta berbagai muamalah dalam ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hukum, dan pemerintahan.
Rasulullah saw. tidak hanya mengajarkan kita cara melaksanakan ibadah ritual, tetapi juga bagaimana berinteraksi sosial, menjalani transaksi ekonomi, serta mengatur pemerintahan sesuai syariat Islam.
Maka dari itu, mengapa saat ini kita tidak mau melepaskan riba dan transaksi-transaksi batil yang dibuat oleh sistem kapitalis sekuler? Mengapa sebagian dari kita ragu untuk memberlakukan sanksi-sanksi dalam hukum Islam seperti kisas, potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, hukuman mati bagi yang murtad, dan lain-lannya? Terlebih, mengapa juga umat enggan mengatur negara dengan aturan-aturan Islam? Bukankah semua itu pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. di Madinah dalam kedudukannya sebagai kepala negara Islam (Daulah Islamiyah) selama bertahun-tahun?
Allah telah tegaskan bahwa: "Apa saja yang Rasul bawa kepada kalian, terimalah. Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
Pada ayat tersebut terdapat kata "maa" (apa saja) yang memiliki makna umum, yakni meliputi semua aspek. Pada nyatanya saat ini justru banyak ironi di tengah-tengah kaum muslimin. Buktinya, Maulid Nabi diperingati setiap tahunnya, tetapi korupsi yang diharamkan oleh Allah dan Rasul malah makin merajalela. Negeri ini masih bertumpu pada sistem keuangan ribawi yang sudah jelas Rasulullah larang.
Maulid dalam Tataran Kapitalisme Sekuler
Jika ditelisik lebih dalam, semua hal di atas terjadi karena yang diterapkan ideologi kapitalisme sekuler. Ia bertentangan dengan tuntunan ideologi Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw.. Bahkan Al-Qur'an dan As-Sunah yang seharusnya menjadi sumber hukum peninggalan beliau malah diabaikan. Umat justru menganggap hukum-hukum sekuler yang berasal dari proses demokrasi paling layak diikuti.
Peringatan Maulid Nabi dilakukan setiap tahunnya, tetapi sayangnya politik di negeri ini adalah sistem demokrasi yang diajarkan oleh Montesquie, Jhon Locke, dan para ahli Barat lainnya. Bukan sistem pemerintahan Islam yang diterapkan Nabi saw., yaitu Daulah Islamiyah.
Rasulullah saw. pun telah bersabda: "Kalian wajib berpegang pada sunahku dan sunah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah pada sunah itu dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi)
Wallahualam bissawab. [SM/MKC]