Alt Title

Kisah Pahit Negeriku di Hari Ulang Tahun ke-79

Kisah Pahit Negeriku di Hari Ulang Tahun ke-79

 


Dalam Islam, seorang pemimpin negara wajib menyediakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi kaum laki-laki

Di pundak mereka ada kewajiban untuk menafkahi

_____________________________


Penulis Tya Ummu Zydane

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Penulis Ideologis 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ingar bingar pemindahan negara terus bergaung, ditambah persiapan perayaan HUT Kemerdekaan RI yang menggelontorkan dana fantastis di tengah rakyat yang mati kelaparan. Di sisi lain, banyak pemuda beringas karena depresi tinggi akibat sulitnya mendapat pendidikan. Lalu, apa kabar pengangguran yang jumlahnya terus bertambah? Apakah negara sudah serius menangani persoalan yang sangat urgen ini? 


Negara justru terkesan lebih fokus kepada hal yang menuai pro, dan kontra, yang tidak membawa maslahat bagi rakyat. Lebih mengutamakan pemindahan negara, daripada membuka peluang kerja bagi para pengangguran yang terus bertambah jumlahnya. Bahkan, menghamburkan dana untuk pesta HUT Kemerdekaan RI yang tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat. 


Dilansir dari KOMPAS.com, 7/8/2024, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), dan laman Puslapdik Kemendikbud Ristek, ada 7,2 juta pengangguran di Indonesia, dan mayoritasnya adalah lulusan SMK. Pengangguran dari lulusan SMK masih yang paling tinggi, dibandingkan tamatan dari jenjang pendidikan lainnya yakni 8,62 persen. 


Mengapa angka pengangguran terus bertambah, apa penyebabnya? Padahal negeri ini sudah 79 tahun merayakan kemerdekaan, dan berkali-kali ganti pemimpin. Bahkan sudah menghabiskan dana milyaran rupiah untuk studi banding ke luar negeri, yang katanya demi kemajuan Indonesia. Namun, ternyata  Indonesia malah menjadi juara pengangguran se-ASEAN.


Pengangguran terjadi ketika jumlah pencari kerja lebih besar daripada jumlah lapangan kerja. Penyebabnya karena beberapa hal, yaitu:


Pertama, kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak masuk akal, akibatnya pelajar makin sulit untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi (PT). Sementara untuk lowongan kerja bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan swasta lebih ditujukan kepada mereka yang punya gelar. Sedangkan solusi yang diberikan oleh pejabat menko PMK untuk persoalan ini, sangat menyesakkan dada. Yakni dengan pinjol, yang dianggap menjadi jalan keluar bagi para mahasiswa untuk bayar uang kuliah. Padahal dalam pandangan Islam, pinjol adalah riba yang akan menjadi pintu lain menuju kesengsaraan. 


Kedua, uang sogok, dan juga koneksi dari orang dalam. Dalam sistem kapitalis tidak ada makan siang gratis. Untuk diterima bekerja harus menyediakan sejumlah uang sogokan, meskipun hanya menjadi buruh pabrik. Kondisi ini membuat rakyat yang sudah terjepit semakin sulit. Akhirnya karena kondisi keimanan individu yang tipis, jalan pintas pun di lakukan. 


Pinjaman online, hingga beradu nasib dengan judi online menjadi solusi, karena dianggap paling mudah, dan praktis. Miris, sampai akidah pun tergadaikan, tak berlaku halal, dan haram. Bahkan, untuk memperoleh pekerjaan terkadang harus dengan bantuan orang dalam. Padahal orang dalam yang dimaksud adalah sanak saudara, tapi mereka tidak sungkan-sungkan meminta imbalan uang demi loker yang ditawarkan. Beginilah hidup dalam sistem kapitalis, sulit mendapat hak, tetapi dituntut menunaikan kewajiban. 


Penyebab mendasar sulitnya mendapatkan pekerjaan adalah salahnya mekanisme yang dilaksanakan dalam mengatur negara. Negara telah menerapkan sistem ekonomi kapitalis, tidak hanya memberi izin, bahkan mengundang para investor asing untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) di negeri gemah ripah loh jinawi ini. Para korporat bebas menguasai, dan mengatur negara, hingga kebijakan hanya berpihak kepada oligarki.


Pemuda yang berpotensi pun tidak dihargai, karya-karya mereka harus dibawa ke negara lain agar mendapatkan apresiasi. Jika pun ada pemuda negeri ini yang bisa bekerja di perusahaan asing, hanya menjadi buruh yang tunduk pada pimpinan perusahaan. Dengan konsekuensi untuk menunaikan salat wajib saja sangat sulit, apalagi untuk sejahtera. Pekerjaan berat yang di berikan membuat mereka menghabiskan tenaga, dan pikiran di tempat pekerjaan. Alhasil kehilangan waktu untuk mengkaji Islam, dan mendidik keluarganya agar menjadi hamba-hamba Allah yang dirindukan surga 


Dalam Islam, seorang pemimpin negara wajib menyediakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi kaum laki-laki, karena di pundak mereka ada kewajiban untuk menafkahi. Dengan memberikan fasilitas berupa pendidikan gratis, dan berkualitas agar mereka memiliki skill, atau keahlian yang mumpuni untuk bekal mendapatkan pekerjaan. Islam telah menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dijamin ketersediaannya oleh negara.


Rasulullah saw. bersabda:

"Seorang Imam adalah pemimpin, dan setiap pemimpin dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR Bukhari)


Islam telah menorehkan peradaban yang sangat cemerlang di masa kejayaannya. Melahirkan para ilmuwan yang karyanya sangat bermanfaat sampai hari ini. Itu dikarenakan negara sangat serius memberi pelayanan untuk mewujudkan generasi yang cerdas, dan kompeten. 


Islam juga sangat fokus ketika menyelesaikan problem pengangguran. Termasuk dalam pengelolaan SDA, yang akan dilaksanakan oleh SDM (Sumber Daya Manusia) dengan fasilitas yang sangat memadai. Hasilnya akan diserahkan kembali kepada umat dengan menyediakan fasilitas gratis, atau dengan harga yang sangat murah. Alhasil, negara dapat memenuhi seluruh kebutuhan sandang, pangan, dan papan dengan sangat mudah, dan murah untuk semua masyarakat. 


Negara tidak akan pernah memberi izin kepada swasta, asing, dan individu dalam mengelola tiga sumber daya alam, yaitu air, padang rumput (hutan), dan api. Seperti sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, “Manusia itu memiliki hak bersama (bersekutu) dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api.”


Jika ketiga SDA ini dikelola sesuai sistem Islam, maka seluruh umat manusia akan hidup sejahtera, dan tidak ada lagi pengangguran seperti terjadi di masa sekarang. Hal ini pernah terjadi di masa kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau sampai heran karena tak ada rakyatnya yang mau menerima zakat. Ternyata disebabkan oleh kondisi semua rakyatnya sudah merasa cukup, dan tidak bersedia menerima harta zakat. Begitu sejahteranya kondisi saat itu, karena negara mengurus semua urusan-urusan negara dengan sistem Islam. 


Oleh karena itu, sudah saatnya kita meninggalkan sistem batil kapitalisme yang telah merusak semua lini kehidupan. Mari kita beralih kepada sistem terbaik yang lahir dari pencipta alam semesta. Sebab pencipta manusia tidak mungkin salah, dan pasti dapat menyejahterakan manusia. Bahkan bukan hanya menjaga manusia, tapi juga akan menjaga seluruh alam semesta. Sistem itu adalah sistem Islam kafah dalam institusi negara Khilafah Islamiyah. Wallahualam bissawab [MGN-SH/MKC]