Tindak Asusila di Kampus, Potret Pergaulan Kian Liberal
Opini
Islam juga mengatur sistem pergaulan dengan baik
Antara laki-laki dan perempuan terpisah kecuali ada hajat syar’i atau yang diperbolehkan oleh syarak
______________________________
Penulis Irmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Baru-baru ini kembali viral Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya melakukan investigasi terkait dugaan adanya sepasang mahasiswa terekam kamera melakukan perbuatan mesum di gedung bertingkat dengan lapisan kaca.
Dari rekaman video yang beredar, tindakan asusila tersebut dilakukan di gedung kampus oleh dua pasangan. Aktivitas yang terekam di balik kaca tersebut, sontak saja menjadi buah bibir di sosial media. Wakil Rektor III UINSA Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Prof Abdul Muhid menjelaskan, pihak kampus sedang melakukan investigasi terhadap video mesum itu. (Jawapos, 17/05/2024)
Sungguh ironis, ketika tempat untuk menimba ilmu dengan segala bidangnya, tempat untuk mengasah pola pikir pun, memanen segala ilmu yang telah dipelajari kini tercemar. Apalagi terjadi di kampus agama.
Bukan rahasia publik, video viral yang diduga dilakukan mahasiswa UINSA menunjukkan bahwa liberalisasi pergaulan makin nyata. Bukan tanpa sebab, terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab.
Di antaranya, karena kurangnya keimanan pada individu, lingkungan yang memengaruhi, sistem hukum yang tidak memberi efek jera, serta sistem pendidikan yang tidak mampu membentuk individu berkepribadian Islam, buah dari penerapan sistem kapitalisme.
Dalam sistem ini agama dipisahkan dari kehidupan. Apalagi dalam sistem ini memberikan kebebasan pada tiap individu baik kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan dalam pergaulan. Akibatnya, pemikiran individu rusak dan hanya menjadikan individu yang utopis yang tidak peduli tempat dan waktu.
Disamping itu, lemahnya sistem hukum negeri ini menjadi salah satu faktor pendukung mahasiswa untuk berpikir pendek yang menjadikan mereka tak memiliki rasa takut untuk melakukan pelanggaran.
Biasanya hanya dilakukan pemanggilan, pemberlakuan denda, penyelesaian secara kekeluargaan, atau hanya sekadar dikeluarkan dari kampus. Sanksi yang kurang tegas itulah yang mendorong perilaku kemaksiatan makin merajalela dengan dalih suka sama suka. Di sisi lain, jual beli hukum sudah biasa terjadi di negara ini.
Semestinya, fenomena tindak asusila di kampus mampu menyadarkan kita, apalagi kaitannya dengan penerbitan Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi sebagai pendahuluannya.
Diketahui, sejak awal kelahirannya Permendikbud 30/2021 telah kontroversial yang berpotensi terhadap pelegalan zina di lingkungan perguruan tinggi. Hanya dengan adanya frasa “consent/izin/persetujuan” pada butir pasal yang ada dalam peraturan tersebut. Akibatnya, perbuatan seks bebas pun makin marak di kalangan mahasiswa tanpa adanya rem pengendali/penghenti yang mampu berperan penuh.
Selain itu, sistem pendidikan sekuler dan liberal yang dipakai oleh negeri ini telah gagal membentuk kepribadian peserta didik. Makin tinggi tingkat pendidikan mereka, justru lebih mudah terbawa arus liberalisasi dan sekularisme.
Ini terbukti sistem saat ini yakni sekuler liberalisme memperparah pemikiran peserta didik. Menjauhkan agama dari kehidupan mereka. Melegalkan perbuatan bebas yang mereka lakukan.
Karena itu jelas fenomena tindak asusila yang selalu berulang merupakan fenomena sistematis. Akibat dampak penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Untuk mengentaskan fenomena ini tentu membutuhkan sistem yang mampu menyelesaikan hingga akarnya, yakni sistem Islam.
Islam tidak hanya sebagai agama. Akan tetapi, Islam juga sebagai landasan hidup masyarakat. Dalam Islam memiliki konsep dalam mencegah, menangani, melindungi, melaksanakan penegakan hukum.
Negara dalam Islam tegas melarang adanya perbuatan asusila baik melalui konten ataupun di tempat umum. Termasuk dalam lingkungan kampus membuat konten yang merangsang seksualitas yang dapat merusak pemikiran masyarakat terutama di kalangan intelektual.
Selain itu, pendidikan Islam dibangun atas landasan akidah. Karena itu, lahir individu tidak hanya berilmu, tetapi juga beriman serta berguna bagi umat. Islam juga mengatur sistem pergaulan dengan baik. Antara laki-laki dan perempuan terpisah kecuali ada hajat syar’i atau yang diperbolehkan oleh syarak. Misalnya, pendidikan, muamalah, dan kedokteran.
Maka, dalam kehidupan umum antara laki-laki dan perempuan tidak mudah bercampur baur (ikhtilat) dan khalwat apalagi sampai mengumbar aurat serta nafsu. Kehormatan dan kemuliaan mereka dijaga dengan baik, agar tidak mudah tergelincir pada kemaksiatan yang mengakibatkan kerusakan kepribadian kaum generasi.
Selain itu, Islam juga menerapkan tiga pilar utama untuk menjaga keberlangsungan penerapan hukum Islam.
Pertama, ketakwaan individu yang dibangun dari keimanan yang kokoh. Kedua, kontrol dari seluruh lapisan masyarakat mulai dari keluarga, sekolah, sampai lingkungan masyarakat. Ketiga, peran negara yang menerapkan hukuman tegas sesuai syariat Islam.
Adapun media bukan untuk mengumbar nafsu dan syahwat dengan konten negatif dan pornografi seperti yang terjadi saat ini. Melainkan hanya digunakan untuk syiar Islam, menambah ketaatan, dan kedekatan pada Allah.
Dengan demikian, sebuah negara akan melahirkan generasi yang cemerlang dan berkualitas. Wallahualam bissawab. [SJ]