Jabatan adalah Amanah bukan Warisan
Opini
Dalam Islam kekuasaan adalah amanah, yang kelak akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt.
Dalam hadis disebutkan "Imam adalah raa'in (pengurus rakyat) dan dia akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap rakyatnya" (HR Bukhari)
_________________________
Penulis Rina Ummu Meta
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Putusan MA yang mengubah batas umur calon kepala daerah menuai polemik. Pasalnya, revisi aturan terjadi saat proses pilkada tengah berlangsung. Sehingga putusan ini terasa sarat kepentingan politik bahkan terdapat pola yang serupa dengan putusan MK yang meloloskan Gibran di pilpres 2024.
Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Peraturan KPU tentang batas usia calon kepala daerah, dikritik oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). ICW menduga putusan tersebut untuk memuluskan jalan Kaesang Pangarep putra bungsu Presiden Jokowi untuk maju di Pilkada 2024.
Dengan dihapusnya batas usia minimal 30 tahun untuk calon kepala daerah, maka Kaesang yang umurnya belum genap 30 tahun hampir dapat dipastikan bisa mencalonkan diri. Putusan MA ini tentu memberikan karpet merah kepada Kaesang Pangarep untuk melenggang di pilkada. Hal ini tentu akan makin mengokohkan dinasti Presiden Jokowi (www.nasional.okezone.com 02/06/2024).
Politik dinasti merupakan strategi yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan dan meneruskan kekuasaan tersebut kepada keluarganya. Inilah yang terjadi di alam demokrasi, di mana penyalahgunaan kekuasaan lazim terjadi untuk kepentingan pribadi atau golongan. Kekuasaan menjadi alat untuk meraih materi dengan melegalkan segala cara yaitu dengan mudah merubah aturan yang berlaku bahkan hukum pun bisa dibeli.
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam kekuasaan adalah amanah, yang kelak akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. Dalam hadis disebutkan "Imam adalah raa'in (pengurus rakyat) dan dia akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap rakyatnya" (HR Bukhari).
Dalam Islam jabatan sebagai pemimpin diberikan kepada orang yang mampu memimpin umat sesuai tuntunan syariat. Bukan karena ada ikatan darah atau hubungan keluarga, seperti yang terjadi saat ini di negeri ini.
Salah satu kepemimpinan yang tercatat dalam sejarah peradaban Islam yaitu pada masa kekhilafahan khulafaur rasyidin, yaitu pada masa khalifah Umar bin khattab. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang sederhana, adil dan tegas, termasuk kepada keluarganya. Beliau tidak mau menerima privilese (hak istimewa) sebagai anggota keluarga Amirul Mukminin.
Padahal jabatan sebagai khalifah saat itu adalah jabatan tertinggi sebagai pemimpin umat Islam di seluruh dunia. Sebelum Umar wafat beliau menolak keras ketika anaknya yang bernama Abdullah bin Umar diusulkan untuk menjadi khalifah sebagai pengganti beliau. Umar ra berkata "Cukuplah satu orang saja dari keluarga Umar yang akan menghadapi hisab karena urusan kekuasaan yaitu Umar!"
Umar juga memegang prinsip tidak memberi jabatan karena hubungan keluarga atau kekerabatan. Beliau berkata "Barang siapa memberikan jabatan kepada seseorang dikarenakan pertalian kasih sayang atau kekerabatan dan dia tidak mengangkatnya kecuali atas dasar hal itu semata, dia benar-benar telah mengkhianati Allah, rasul-Nya, dan kaum muslimin."
Dalam sistem Islam mekanisme pemilihan kepala daerah (wali/amil) dilakukan dengan praktis, mudah, cepat, efektif dan efisien, serta tidak membutuhkan biaya mahal. Pemilihan seperti ini menutup celah terjadinya kecurangan. Kepala daerah dipilih langsung oleh pemimpin negara. Dia yang menunjuk orang yang siap menerima amanah dan memenuhi persyaratan diantaranya sebagai berikut : laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, cerdas serta memiliki kemampuan dalam memimpin umat.
Seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang dimiliki Rasulullah saw., sebagai suri teladan pemimpin umat muslim yaitu siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), fathonah (cerdas). Apabila dalam melaksanakan tugasnya, seorang kepala daerah melakukan pelanggaran syariat maka pemimpin negara berhak untuk memecat atau memberhentikannya. Demikianlah sistem kepemimpinan dalam Islam. Jika negara menerapkan syariat, maka akan tercipta maslahat. Wallahualam bissawab. [GSM]