Pemerkosaan Meningkat di Negara Mayoritas Muslim, Tanda Gagalnya Sistem Sekuler
Opini
Kasus pemerkosaan banyak terjadi utamanya kepada perempuan di bawah umur
Tampaknya hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pemerkosaan tidak pernah membuat jera para pelaku
______________________________
Penulis Yani Riyani
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Seorang remaja berinisial “N”, pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di wilayah Kabupaten Lampung Utara yang berusia 15 tahun telah diperkosa oleh 10 pria.
“N” sebagai korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk di wilayah Lampung Utara pada hari Sabtu 17/02/2024. Polisi yang turun tangan atas laporan keluarga korban “N”, mengamankan 6 pelaku yakni dengan inisial “AD”, “DA”, dan “R” yang masih di bawah umur, serta 3 pria dewasa yaitu “AL”, alias “IR”, “A” dan “MI”, sementara 4 pelaku lagi masih buron.
Pemerkosaan terjadi sejak hari Rabu 14/02/2024, hari itu korban “N” dijemput pelaku “D” untuk menonton pertandingan futsal, tetapi di tengah perjalanan “D” mengarahkan kendaraannya ke arah perkebunan yang ada di Desa Tanjung Baru. Di lokasi tersebut “D” memaksa korban “N” untuk masuk ke sebuah gubuk yang ternyata sudah ada 9 pelaku lainnya.
Lalu korban disekap selama 3 hari tanpa diberi makan, selain itu korban “N” mengalami kekerasan seksual dari pelaku yang berjumlah 10 orang, demikian menurut laporan kepolisian bernomor LP/B/71/11/2024/SPKT/POLRES LAMPUNG UTARA/POLDA LAMPUNG. (Kompas.com, 17/02/2024)
Kejadian pemerkosaan bukan kali pertama di suatu wilayah atau daerah terjadi. Kasus seperti ini berulang-ulang dan diperkirakan akan terjadi kembali. Begitulah selama negara Indonesia berada dalam sistem demokrasi sekuler kapitalis, yang dengannya segala sesuatu hanya akan diselesaikan dengan tuntutan materi semata.
Dari tinjauan Badan Pusat Statistik 2021, kasus kesusilaan seperti pemerkosaan yang terjadi di Indonesia dari tahun 2016 hingga tahun 2021 mengalami peningkatan mencapai 30% dari 5.237 kasus menjadi 6.872 kasus. Angka ini hanya menunjukkan tindak kejahatan pemerkosaan, belum termasuk tindak kejahatan terhadap perempuan lainnya.
Kasus pemerkosaan juga banyak terjadi utamanya kepada perempuan di bawah umur di berbagai daerah di Indonesia. Tampaknya hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pemerkosaan tidak pernah membuat jera para pelaku.
Sehingga angka kejahatan ini terus meningkat dan berada di ambang yang sangat mengkhawatirkan. Terlebih meroketnya angka kejahatan pemerkosaan ini terjadi di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Pemerkosaan dalam istilah bahasa Arab disebut sebagai ightisab yang berarti merampas atau mengambil sesuatu tanpa kerelaan. Orang yang melakukan pemerkosaan berarti melakukan tindak pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual. Islam mengategorikan pemerkosaan sebagai tindakan zina. Hukumannya adalah had yang sudah ditetapkan dalam kasus perbuatan zina.
Hukuman bagi pelaku pemerkosaan sama dengan hukuman bagi pelaku zina yang termaktub dalam Al-Qur'an surah An-Nur (24) ayat 2 yang artinya,
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing keduanya seratus kali, dan janganlah ada rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah jika kau beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukum mereka dan disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.”
Ditambah dengan hukuman takzir, hukuman takzir inilah yang membedakan antara hukuman pelaku pemerkosaan. Dan penambahan hukuman ini sangat masuk akal jika aspek suka sama suka saja dihukum seberat itu yaitu dicambuk 100 kali atau dirajam.
Maka bagaimana dengan hukuman badan yang didasari oleh unsur paksaan, terlebih akan banyak kerugian yang dialami oleh korban pemerkosaan itu sendiri.
Adapun macam-macam hukum takzir ini dapat berupa hukuman mati, cambukan, pengasingan, salib, pengucilan, ancaman teguran, peringatan hingga hukuman denda, untuk memberikan efek jera kepada pelaku-pelaku pemerkosaan, dan kejahatan-kejahatan yang lainnya.
Oleh karena itu, dari kejadian berbagai peristiwa kejahatan di negeri ini sudah seharusnya mencampakkan sistem demokrasi sekuler kapitalis untuk kembali ke sistem syariat Islam di berbagai aspek kehidupan di dunia ini.
Khususnya di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia. Tentu hanya mengangkat seorang khalifah-lah yang akan menjadikan perisai kehidupan, pergaulan, pendidikan, ekonomi, dan lain-lainnya.
Dalam bingkai daulah Islam kafah, semua umat akan terjaga dalam setiap aktivitasnya.
Wallahualam bissawab. [SJ]