Alt Title

Perdagangan Bayi, Ciri Rusaknya Hukum Sekuler Kapitalis

Perdagangan Bayi, Ciri Rusaknya Hukum Sekuler Kapitalis

  


Oleh karena itu, solusi untuk perdagangan bayi tidak cukup dengan penegakan hukum (Law Enforcement

Melainkan harus ada perubahan, pemahaman, pemikiran masyarakat secara menyeluruh dari masyarakat sekuler-kapitalis saat ini yaitu dengan menyegerakan penerapan sistem Islam kafah

______________________________


Penulis Yani Riyani

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dikutip dari Antara News, pada 23 Februari 2024, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebutkan para ibu yang menjual anak atau bayinya umumnya berasal dari kelompok rentan secara ekonomi dan korban dari grup-grup medsos, kata Asisten Deputi (Asdep) Perlindungan Anak dan Kekerasan, Kementerian PPPA, Ciput Eka Purwanti dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta.


Kombes Polisi M. Syahdudi, telah menetapkan seorang ibu berinisial T (35 tahun) sebagai ibu kandung bayi, M (30 tahun) sebagai pembeli bayi, dan AN (33 tahun) sebagai suami siri EM asal Tambora sebagai tersangka dalam kasus perdagangan bayi.


Ketiga orang ini ditetapkan dan dijerat dengan pasal 76 F Juncto Pasal 83 Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak atau pasal 2 dan 5 Undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan ancaman pidana 10 tahun penjara. Sementara 5 bayi diserahkan kepada Panti Sosial Asuhan Anak Balita Cipayung.


Menurut Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, menyebut bahwa terungkapnya kasus perdagangan bayi oleh Polres Metro Jakarta Barat merupakan fenomena gunung es. Meskipun terdapat 5 bayi yang diamankan dalam perdagangan gelap tersebut, masih banyak kasus-kasus serupa yang belum terungkap lantaran tidak terlacak aparat berwenang.


Oleh karena itu, Seto Mulyadi mengatakan perlu kerja sama masyarakat mulai dari level tetangga untuk peduli terhadap keberadaan dan hak anak di sekitar lingkungan tempat tinggal. Bukan sekadar bentukan pemerintahan, tapi juga pembentukan atas kesadaran masyarakat. (Antara News, Jakarta, 23/02/2024)


Nabi Muhammad saw. mengajarkan keadilan, penghormatan, dan kesetaraan di antara semua manusia. Beliau menyatakan dengan jelas bahwa semua manusia dilahirkan dengan hak-hak yang sama dan tidak boleh diperlakukan sebagai barang dagangan. Salah satu hadis yang menggambarkan larangan menjual manusia, yaitu:


"Ada tiga jenis orang yang aku menjadi murka pada mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu mengingkarinya, seorang yang menjual orang yang telah merdeka, lalu memakan hasil penjualannya, dan seorang yang mempekerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak memberi upahnya.(HR. Bukhari)


Dalam pandangan Islam, perdagangan bayi masuk dalam kategori perdagangan manusia yang merupakan tindak kejahatan serius (Extra Ordinary Crime). Di sisi lain, perdagangan bayi adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan, menghancurkan masa depan generasi muda di seluruh dunia.


Hak dan perlindungan anak dalam Islam yang dimaksud adalah setiap tindakan atas transaksi yang menyebabkan terjadinya perpindahan anak dari satu atau banyak orang ke orang lain dan melibatkan pembayaran atau bentuk imbalan lainnya.


Adapun dampak perdagangan bayi akan merusak, tidak hanya bagi korban langsung tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Dampak ini mencakup kerugian fisik, emosional, psikologis, dan sosial. Bayi atau anak yang terperangkap dalam perdagangan anak akan atau sering kali mengalami trauma berat.


Oleh karena itu, memperjualbelikan bayi hukumnya haram, merupakan dosa besar, dan sekaligus menunjukkan rusaknya masyarakat pada tingkat kerusakan yang hebat. Dalam hadis tersebut jelas keharamannya memperdagangkan bayi seperti yang terjadi di masa sekarang. Karena hakikatnya mereka adalah orang merdeka bukan budak.


Alasan apa pun tidak dapat membenarkannya. Misal si ibu bayi sedang terlilit kesulitan ekonomi, atau harga penjualan itu hanya untuk biaya persalinan dan sebagainya. Semua adalah alasan batil yang tidak ada nilainya sama sekali dalam pandangan Islam.


Dosanya akan semakin berlipat ganda, jika bayi adalah hasil dari hubungan zina. Karena perbuatan zinanya sendiri adalah dosa, kemudian hasil zinanya diperjualbelikan layaknya barang dagangan, tentu lebih besar lagi dosanya.


Perdagangan bayi yang terjadi saat ini menunjukkan rusaknya masyarakat pada tingkat kerusakan yang hebat karena dua alasan utama yaitu: Pertama, masyarakat terbukti semakin pragmatis tanpa peduli lagi halal haram karena yang diutamakan hanyalah materi saja, walaupun melanggar hukum syariat islam.


Kedua, masyarakat semakin luntur penghargaan kepada manusia, karena memperlakukan manusia tidak lebih dari sekadar barang dagangan lainnya semisal sapi atau kambing. Namun perlu diingat sikap pragmatis dan anti kemanusiaan itu tak tumbuh dengan sendirinya di masyarakat muslim.


Kedua nilai itu hanya dapat tumbuh subur dalam masyarakat sekuler-kapitalis seperti yang ada saat ini. Karena dalam masyarakat sekuler-kapitalis, pragmatisme akan menemukan lahan suburnya untuk tumbuh.


Oleh karena itu, solusi untuk perdagangan bayi tidak cukup dengan penegakan hukum (Law Enforcement) oleh kepolisian dan aparat hukum lainnya. Melainkan harus ada perubahan, pemahaman, pemikiran masyarakat secara menyeluruh dari masyarakat sekuler-kapitalis saat ini yaitu dengan menyegerakan penerapan sistem Islam kafah yang dipimpin oleh seorang khalifah.


Khalifah akan menerapkan hukum sesuai syariat Islam atas segala bentuk hukum secara adil dan tidak tebang pilih. Dari masyarakat sekuler-kapitalis saat ini menuju masyarakat Islami. Mengutamakan nilai-nilai kebajikan berdasarkan sistem Islam kafah yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bukan anti kemanusiaan seperti peradaban penjajah sekuler-kapitalis. Wallahualam bissawab. [SJ]