Alt Title

Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan

Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan

 


Dalam Islam, negara yang mengatur dan melayani umat

Negara harus bertanggung jawab atas kehidupan umat yang berada dalam naungannya

____________________


Penulis Juhanah Zara

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Persoalan kehidupan kian mendera. Akibatnya umat mendapatkan penderitaan dan penyiksaan yang luar biasa. Umat sendiri hanya mampu bersabar dan pasrah dengan keadaan. Berjuang untuk melakukan apa saja agar tetap bisa hidup di tengah kebutuhan-kebutuhan yang mendesak. Ya, umat saat ini dalam kondisi sesak, merasa kekurangan dalam memenuhi setiap kebutuhan mereka. Sebab, penderitaan yang terus mereka dapatkan seperti kemiskinan kian mengintai. 


Data Kemiskinan Ekstrem yang Menimpa Umat 


Dilansir dari kumparan.com (15/02/2024), jumlah anak di seluruh dunia yang tak memiliki akses perlindungan sosial apapun mencapai 1,4 miliar. Ini merupakan anak di bawah usia 16 tahun berdasarkan data dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save the Children. Tak adanya akses tersebut membuat anak-anak lebih rentan terserang penyakit, gizi buruk, dan terpapar kemiskinan. Ini menunjukkan bahwa generasi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Generasi muda diserang dari segi fisik maupun ekonomi. Tidak menutup kemungkinan mereka mudah kehilangan nyawa karena kurang asupan gizi. Salah satu faktor utamanya ialah kemiskinan yang membuat mereka akhirnya diserang berbagai penyakit. 


Dilansir dari CNBC Indonesia (05/06/2023), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas, Suharso menjelaskan dengan basis perhitungan itu pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga mencapai nol persen pada 2024. Ini setara dengan 2,9 juta orang per tahun. Sementara, bila basis perhitungan orang yang bisa disebut sebagai miskin ekstrem dengan perhitungan secara global, yakni US$ 2,15 PPP per hari, maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta orang penduduk miskin hingga 2024 atau 3,35 juta orang per tahun. 


Data per tahun tersebut tidak sedikit. Berjuta-juta manusia merasakan kesulitan, baik anak-anak, dewasa sampai orang tua yang sudah rentan. Di sekitar kehidupan kita dapat ditemui kemiskinan yang menerpa orang lanjut usia, bekerja hingga larut malam untuk sesuap nasi. Anak-anak yang tidak sekolah, menjual makanan dan koran untuk biaya kehidupan sehari-hari. Semiris itu kemiskinan dalam kehidupan umat saat ini. 


Ternyata di Kota Bima tidak kalah banyak warga yang hidup dikungkung kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat, 16.440 jiwa di wilayah ini hidup di bawah garis kemiskinan pada 2022. Angka tersebut meningkat dibanding 2021 lalu, yang mana ada sejumlah 16.220 jiwa hidup miskin. Walau data 2023 belum dirilis oleh pusat, tetapi tidak menutup kemungkinan ada dan bahkan banyak jiwa hidup miskin. (Kompas.com, 05/07/2023) 


Kemiskinan itu bukan hanya ilusi semata. Semua fakta yang terpampang nyata. Jika membuka smartphone pasti di setiap medsos akan disuguhkan dengan berita hitam putih kehidupan. Dan paling banyak adalah kemiskinan. Tidak mungkin ada anak-anak jalanan yang tidur di kolong jembatan, tidur di depan toko, berpindah-pindah tempat, jika kehidupan mereka disuguhi kata layak. 


Kemiskinan Berkelanjutan Hanya dalam Negara Sekuler


Indonesia menjadi salah satu negara yang notabene masyarakatnya mengalami kemiskinan. Hal ini terbukti jelas dengan kesulitan akan kebutuhan pokok berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Kemiskinan ini sudah merajalela dan semakin berkembang. Sehingga, pertumbuhan pada tubuh umat tidak berjalan lancar karena berada dalam kekurangan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Banyak yang mengalami stunting dan gizi buruk pada anak akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pokok. 


Semua hal itu tidak terjadi dengan sendirinya. Ada sebab di balik sebuah peristiwa atau fenomena kemiskinan ekstrem tersebut. Secara umum dapat diketahui beberapa penyebabnya, yakni:


Pertama, tingkat pendidikan yang rendah. Adanya pengalaman, wawasan, serta pengetahuan yang tidak memadai. Sebab, dalam dunia pekerjaan membutuhkan pendidikan yang menjadi modal untuk mengembangkan usaha atau pekerjaan. 


Kedua, lapangan kerja yang terbatas menjadi penyebab terjadinya kemiskinan ekstrem pada umat. Tanpa adanya lapangan kerja yang luas karena kurangnya fasilitas dari pemerintah, maka angka pertumbuhan pengangguran akan semakin menjadi-jadi. Hingga ujung-ujungnya pasrah dalam keadaan terjerat dalam kemiskinan. 


Ketiga, modal yang terbatas menjadi penyebab kemiskinan selanjutnya. Diketahui bahwa masyarakat kesulitan dalam membangun usaha atau memulai sesuatu yaitu faktor ketiadaan modal. Menjadi hal yang mustahil berkembang tanpa karena terbatasnya modal.


Keempat, harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi. Hal ini, begitu nyata dihadapi oleh umat. Harga barang yang tinggi membuat umat kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Akibatnya, terjadi pengeluaran banyak, namun pemasukan sedikit. Sehingga masyarakat berpikir keras dalam mengelola pemasukan yang tidak sesuai dengan pengeluaran. Hal ini terjadi akibat kecurangan pihak tertentu dalam menimbun barang sehingga terjadi kelangkaan serta mengakibatkan angka kebutuhan pokok naik, seperti beras, pupuk, gas, minyak, dan lainnya. 


Kemiskinan yang terus-menerus menerjang kehidupan masyarakat, ditinjau dari fakta dan penyebabnya membuktikan secara gamblang bahwa negara sekuler tidak dapat mengatasi semuanya dengan baik. Apalagi kemiskinan ini tidak hanya terjadi tahun lalu dan tahun ini, tetapi sudah ada sejak sistem sekuler ini diterapkan. Padahal negara ini memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Jika dikelola dengan baik, maka akan menghasilkan banyak keuntungan untuk menyejahterakan umat. 


Pada faktanya SDA tersebut tidak diurus oleh pemerintah, tetapi oleh pihak oligarki yang bersifat diktator, baik asing maupun swasta. Negara hanya menjadi pengontrol tanpa bisa mengambil alih pengaturannya. Negara hanya sekadar menjadi regulator yang menonton dan lepas tangan akan tanggung jawabnya. Semuanya diserahkan pada pihak-pihak bermodal, sebab dalam hal ini mereka yang berkuasa. Modalmu berlimpah, maka kau bisa berkuasa. Begitulah watak asli negara sekuler. 


Akibatnya, negara yang tidak menjadi pengatur untuk kehidupan masyarakat, mengabaikan segala bentuk tanggung jawab termasuk dalam mengatasi kemiskinan yang kian mendera. Seharusnya sudah menjadi bukti bagi umat agar tidak berharap pada sistem sekuler, sistem yang saat ini dijadikan aturan untuk kehidupan. Kehidupan umat bukannya menjadi lebih baik malah bertambah buruk. Katanya mau mengatasi, nyatanya malah menumpuk masalah. Kerusakan bukannya diperbaiki malah semakin diperparah. Harapan untuk mengurangi kemiskinan, tapi faktanya semakin ekstrem. Dipastikan tahun 2024 ini akan menjadi ancaman betapa ekstremnya kemiskinan yang kelak terjadi.


Adapun arti dari sekularisme adalah pemisahan agama dari kehidupan. Agama tidak ada kaitan sama sekali dalam pengaturan bernegara. Sesuatu yang berbau agama akan disingkirkan, apalagi jika berkaitan dengan urusan negara. Sehingga keharaman tidak lagi dianggap haram. Begitupun dengan yang halal, akan mudah dianggap haram. Apapun yang menguntungkan dan menghasilkan materi sebanyak-banyaknya itu yang akan dikerjakan dan diterapkan, tidak peduli dengan aturan dari Pencipta. Sebab, dari awal sistem ini memisahkan dirinya dari agama. Begitupun dengan persoalan kemiskinan. Tidak akan dipedulikan bagaimana kehidupan umat. Yang terpenting dalam diri mereka berupa kediktatoran, oligarki, pemilik modal, dan yang lainnya dengan mudah digelar karpet merah untuk mereka demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. 


Islam Solusi Tuntas Atasi Kemiskinan


Islam adalah agama yang memiliki seperangkat aturan atau syariat. Dengan aturan tersebut menjadi solusi serta menjamin kehidupan yang lebih baik untuk umat. Hanya dengan Islam persoalan-persoalan yang ada dapat diselesaikan. Islam akan mewujudkan kesejahteraan pada umat apabila diterapkan dalam kehidupan. Dengan penerapan Islam, persoalan seperti kemiskinan akan mudah diatasi secara tuntas. Tidak akan berbelit-belit hingga harus puluhan tahun lamanya. 


Dalam hal kemiskinan, pada umumnya ada dua mekanisme yang memberikan jaminan untuk kehidupan masyarakat: Pertama adalah level individu, yang mana laki-laki akan bertanggung jawab dalam menafkahi keluarganya. Sehingga dapat terpenuhi segala kebutuhan keluarganya, baik secara pangan, sandang, dan papan. Kedua adalah level masyarakat, yaitu mendorong masyarakat dalam amal salih seperti banyak bersedekah, wakaf, infak, dan sejenisnya. Tentunya dari mereka yang memilki harta lebih. Sehingga, mekanisme ini dapat membantu meringankan fenomena kemiskinan. Namun, apakah cukup sebatas itu? Tentu tidak. 


Dalam Islam, negara yang mengatur dan melayani umat. Negara harus bertanggung jawab atas kehidupan umat yang berada dalam naungannya. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw., "Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim) 


Adapun cara Islam untuk mengatasi kemiskinan yaitu: 


Pertama, menciptakan lapangan pekerjaan bagi umat yang membutuhkan. Lapangan pekerjaan akan dibuka seluas-luasnya seperti peternakan, pertanian, jasa, dan industri. Begitupun dengan sektor ekonomi real yang akan diaktifkan oleh negara yang bertujuan untuk dirasakan oleh umat itu sendiri. 


Kedua, menutup semua kecurangan yang mematikan kinerja ekonomi. Karena kecurangan pihak-pihak tertentu mampu menciptakan kemiskinan jangka panjang bahkan akan terus berlangsung jika tidak ditangani oleh negara. Adapun contoh-contoh kecurangan yang dihalalkan saat ini ialah seperti riba, judi, penipuan harga jasa, penipuan barang bertukar, dan penimbunan barang yang sangat dilarang dalam Islam. Hal ini akan merusak kinerja ekonomi hingga membuat umat kesulitan. Penimbunan juga membuat harga barang kian meningkat akibat kelangkaan barang dan akhirnya pengeluaran akan semakin besar. Hal itu membuat harga pasar tidak stabil dan sulit dijangkau. Sedangkan Islam kebalikan dari itu semua. Dan Islam akan memberikan sanksi terhadap pelaku kecurangan sesuai dengan perbuatannya.


Ketiga, mengelola SDA secara mandiri oleh negara yang diatur oleh syariat. Tidak diserahkan pada pihak-pihak tertentu. Islam mengharamkan SDA untuk dikelola oleh selain negara untuk umat secara keseluruhan. Tidak untuk satu individu saja. Hal ini merujuk pada hadits Rasulullah Saw., "Manusia berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud) 


Keempat, menjamin secara langsung kebutuhan publik, mulai dari pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tentu, semua itu difasilitasi secara gratis oleh negara untuk umat. Tidak membedakan keyakinan sama sekali, baik itu muslim maupun non muslim. Islam menyamaratakan fasilitas tersebut. Hal ini didapatkan dari pengelolaan SDA oleh negara, yang mana hasilnya masuk dalam pos baitulmal. 


Dengan pendidikan yang gratis, umat mampu belajar ilmu pengetahuan dan tsaqofah Islam untuk menjalani kehidupannya sehari-hari agar sesuai dengan syariat Islam. Sehingga, tidak ada lagi pendidikan rendah yang menghalangi umat dalam mengembangkan usaha atau jenis lainnya. Dan kesehatan gratis yang diberikan oleh Islam akan mempermudah umat dalam menangani kesehatan tubuh tanpa memikirkan biaya. Tidak ada lagi yang merenggang nyawa karena kesulitan ekonomi untuk membayar biaya rumah sakit. Begitu juga dengan keamanan, dengan fasilitas yang Islam berikan bisa menjamin terjaganya diri setiap individu. 


Begitulah Islam dalam mengatasi kemiskinan dalam kehidupan umat sangat detail dan tuntas. Memberikan kenyamanan untuk masyarakat dan menjamin kebutuhannya agar tetap berkecukupan. Namun, semuanya belum bisa terwujud apabila umat masih berada dalam sistem sekularisme kapitalisme yang diterapkan saat ini. Tidak akan bisa diterapkan apabila sistemnya masih sistem kufur. Harus ada perubahan yaitu dengan mengganti sistem sekuler dengan sistem Islam. Baru, kesejahteraan yang menjadi impian umat tersebut menjadi kenyataan dan segala bentuk persoalan terutama kemiskinan akan mudah teratasi. Wallahualam Bissawab. [Dara]