Kapitalisme, Mematikan Fitrah Keibuan
Opini
Jika ditelaah lebih dalam, ternyata semua akar penyebab hilangnya fitrah seorang ibu adalah karena penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem demokrasi, keamanan, kesejahteraan mungkin diatur namun tidak secara rinci dan merata di semua kalangan.
Sistem kapitalisme meniscayakan hilangnya peran negara dalam melindungi rakyatnya dengan selamat. Karena fokus dari sistem ini, bukannya kesejahteraan rakyatnya namun kesejahteraan para pemangku kepentingan
_______________________________________________________
Penulis Oktavia
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kehidupan yang semakin sulit, mencekik hidup rakyat tak terelakkan lagi. Bahkan tidak sedikit yang frustasi menghadapi hidup yang semakin kesini semakin tidak karuan.
Perekonomian tidak membaik, sehingga membuat banyak orang gelap mata. Kabar terbaru terdapat pembunuhan yang dilakukan oleh seorang wanita bernama Rohwana alias Wana (38 tahun), asal Belitung, Bangka Belitung. Dia barusan melahirkan dan langsung membunuh anaknya dengan menenggelamkan didalam bak yang berisikan air. Setelah dipastikan anaknya tidak bernyawa kemudian ia membuangnya ke semak-semak perkebunan warga. Kepada polisi, ia mengaku tidak menginginkan kelahiran anak tersebut karena tidak cukup biaya untuk membesarkannya (KumparanNews, 24/01/24)
Mendengar berita seperti di atas membuat hati pilu, mengingat ini bukan kasus pertama terjadi di Indonesia. Sudah banyak kasus pembunuhan bayi yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri, bahkan oleh ibu kandungnya sendiri. Pasalnya fitrah seorang ibu atau orang tua pasti akan menyayangi buah hatinya terlebih seorang ibu. Ia sudah susah payah mengandung dengan berat selama 9 bulan 10 hari, belum lagi ibu mengalami mual, sakit yang luar biasa saat mengandung. Ditambah lagi ia harus menaruhkan nyawa untuk melahirkan buah hatinya. Namun saat bayi tersebut sudah lahir, ibu tersebut membunuhnya. Ini bukan fitrah seorang ibu yang sesungguhnya.
Setidaknya ada beberapa faktor penyebab fitrah seorang ibu hilang, diantaranya: Pertama, keimanan sedang mengalami penurunan. Hingga akal sehatnya terkalahkan oleh nafsu yang menyelimuti diri.
Kedua, faktor ekonomi yang menjerat hidup. Tidak dipungkiri perekonomian keluarga menjadi sebab banyaknya orang bertengkar bahkan menghilangkan nyawa anggota keluarganya, salah satunya dialami oleh Rohwana yang membunuh anaknya.
Ketiga, fungsi ketahanan keluarga yang rapuh. Keempat, fungsi kontrol dari masyarakat yang semakin hari semakin menipis. Dan kelima, fungsi negara yang abai akan keamanan dari rakyatnya.
Jika ditelaah lebih dalam, ternyata semua akar penyebab hilangnya fitrah seorang ibu adalah karena penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem demokrasi, keamanan, kesejahteraan mungkin diatur namun tidak secara rinci dan merata di semua kalangan. Sistem kapitalisme meniscayakan hilangnya peran negara dalam melindungi rakyatnya dengan selamat. Karena fokus dari sistem ini, bukannya kesejahteraan rakyatnya namun kesejahteraan para pemangku kepentingan.
Pemerintah hanya sekedar perpanjangan tangan dari para kapital, hingga akhirnya abai dalam mengurusi urusan rakyatnya. Kepentingan kapital lebih diutamakan ketimbang rakyat, hingga semua faktor di atas menjadi penyebab hilangnya fitrah keibuan. Salah satu hal yang memperpanjang penderitaan rakyat kian awet adalah dengan terus bercokolnya demokrasi kapitalisme melalui kontestasi politik kali ini.
Melihat permasalahan ini, Islam memiliki pandangan tersendiri. Sebagai agama sempurna lagi paripurna, termasuk di dalamnya mengatur mekanisme nafkah.
Allah Swt. berfirman, yang artinya: “Merupakan kewajiban bapak (orang yang mendapatkan anak) untuk memberikan nafkah kepada istrinya dan memberinya pakaian dengan cara yang wajar ….” (QS. Al-Baqarah: 233).
Seorang ayah, ia berkewajiban untuk memberi nafkah kepada anak juga istrinya, mulai dari sandang (pakaian), pangan (makan yang mereka makan) dan papan (tempat tinggal yang menaungi sepanjang siang dan malam). Bahkan untuk memenuhi ketiganya tidak boleh asal, namun ada ketentuan syariat yang tidak boleh dilanggar. Bekerja yang halal, tidak ada bahaya maupun yang membahayakan bagi dirinya, menjauhi perjudian, menjauhi riba, dan masih banyak lagi.
Segala pemenuhan kewajiban diatas akan merasa berat jikalau dipikul sendiri, terlebih tantangan terbesar saat ini mencari pekerjaan halal lagi memudahkan ibadah tak mudah didapat.
Untuk pengorbanan luar biasa ini Allah Swt. memberi reward kepada para tulang punggung ini,
"Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah ﷻ (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR Bukhari).
Jika ayah wafat meninggalkan anak, siapa yang harus menanggung kebutuhannya? Dalam hal ini Islam mempunyai mekanisme tersendiri berkaitan anak tangga yang berkewajiban menafkahi anak jika ayahnya meninggal.
Imam Al-Mardawi rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya tentang nafkah;
يلزمه نفقة سائر آبائه وإن علوا، وأولاده وإن سفلوا
“Termasuk yang wajib dinafkahi seseorang (bagi anak) adalah bapaknya, kakeknya dan seterusnya ke atas. Serta anaknya, cucunya dan seterusnya ke bawah (bagi bapak)” (Al-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rojih min Al-Khilaf 9/393).
Jika ayah wafat, maka yang berkewajiban menafkahi pertama adalah kakeknya. Jika secara kemampuan fisik maupun harta tidak mampu, maka beralih kepada ahli menafkahi selanjutnya yaitu paman dan seterusnya sampai kebawah (dari jalur ayah). Jika masih kesusahan untuk terpenuhinya nafkah anak tersebut, maka jalan terakhir adalah negara menanggung hal tersebut yang diambil dari harta kekayaan negara (Baitul mal).
Itulah indahnya Islam, mengatur semuanya. Dari masalah individu, masyarakat, negara semuanya diatur sedemikian menawan. Tidak heran banyak orang berlomba-lomba masuk Islam saat mengetahui keberadaannya indah, sempurna, dan merupakan agama yang dirahmati Allah. Salah satu aspek yang diperhatikan Islam adalah mekanisme yang menanggung nafkah jika ditinggal wafat. Dengan mekanisme tersebut, tidak akan kita temui fakta mengerikan diatas. Sehingga fitrah keibuan akan senantiasa diasah dan dibimbing oleh negara dengan peraturan Islam yang sempurna lagi paripurna. Wallahualam bissawab. [GSM]