Alt Title

Menghilangkan Korupsi, Hanya Utopis dalam Sistem Demokrasi

Menghilangkan Korupsi, Hanya Utopis dalam Sistem Demokrasi

 


Alhasil, rencana-rencana pemerintah untuk menghilangkan korupsi di negara bersistem kapitalisme hanyalah sebuah utopis belaka

Bagaimana tidak, penanganan serta hukum dalam sistem kapitalisme hanya menjadi sebuah ancaman belaka tapi tak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Sehingga, walau ada koruptor yang ketahuan menggelapkan dana dan dihukum penjara tidak akan mampu membuat takut para koruptor yang lain, sebab mereka merasa bahwa penjara tidak ada rasa sakit mereka dapatkan, bahkan mereka yang banyak uang masih bisa keluar bebas dari penjara sebagai mana kata Bonan Paputungan dalam lirik lagunya yang berjudul “Andai Aku Gayus Tambunan”

_________________________


Penulis Rismawati Aisyacheng

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Korupsi adalah sebuah perbuatan yang menipu untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain. Seperti penggelapan dana perusahaan di tempat bekerja atau di negara tempat seorang itu mengabdikan dirinya. Oleh karena itu, korupsi bisa dikatakan adalah sebuah momok yang mengerikan bagi suatu negara, sebab hal ini sangat merugikan penanganan khas negara. Namun, sayangnya momok yang menakutkan tersebut terus menggerogoti negeri tercinta.


Sebagaimana yang di lansir oleh antaranews[dot]com (09/11/2023) bahwa telah terjadi penangkapan koruptor yang berjumlah 1.600 orang dalam kurun waktu 20 tahun (sejak 2003 sampai 2023) oleh lembaga anti rasuah. Hal ini telah di ungkapkan oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK (Komisi Pemberantas Korupsi). Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Firli Bahuri ketika berada di sela-sela kegiatan Roadshow Bus KPK dan Road to Hakordia pada tahun 2023 di sebuah BMA (Balai Meuseuraya Aceh). Firli juga mengungkapkan bahwa pertiga tahun yaitu 2020 hingga 2023 terakhir ini KPK RI telah menangkap dan menahan sebanyak 513 orang yang tersangka koruptor.


Sungguh pencapaian yang buruk, di tengah krisis ekonomi dan utang yang menggunung  serta kebijakan yang berganti-ganti, ternyata tak mampu meredam laju korupsi di jantung negara penganut sistem kapitalisme. Sangat mengherankan, mereka yang membuat kebijakan, mereka yang menjadi mengurus negara, tetapi mereka pula yang menjadi penghianat negara dengan menggunakan jabatannya menguras kekayaan milik negara yang seharusnya bisa dialokasikan kepada rakyat yang membutuhkan atau digunakan untuk menutupi utang negara. 


Kala kita melihat bahwa satu orang saja dari para pelaku korupsi itu melakukan penggelapan dana mencapai ratusan juta bahkan bisa mencapai hingga miliaran rupiah yang mereka kantongi. Itu hanya satu orang, lalu bagaimana jika ratusan orang atau ribuan orang?


Tentu saja itu bukanlah uang yang kecil. Negara kita sebenarnya adalah sebuah negara yang kaya namun dimiskinkan oleh kebijakan kapitalisme yang melahirkan para pencuri uang yang berdasi (Koruptor). Walaupun telah ada kebijakan, atau hukum-hukum yang mengancam untuk menjerat para koruptor bahkan KPK telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, tapi ternyata semua itu tak mampu menghentikan laju korupsi yang tiap tahun terjadi di jantung negara.


Alhasil, rencana-rencana pemerintah untuk menghilangkan korupsi di negara bersistem kapitalisme hanyalah sebuah utopis belaka. Bagaimana tidak, penanganan serta hukum dalam sistem kapitalisme hanya menjadi sebuah ancaman belaka tapi tak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Sehingga, walau ada koruptor yang ketahuan menggelapkan dana dan dihukum penjara tidak akan mampu membuat takut para koruptor yang  lain, sebab mereka merasa bahwa penjara tidak ada rasa sakit mereka dapatkan, bahkan mereka yang banyak uang masih bisa keluar bebas dari penjara sebagai mana kata Bonan Paputungan dalam lirik lagunya yang berjudul “Andai Aku Gayus Tambunan”.


Lagu Bonan tersebut memberikan gambaran kondisi lapas penjara yang tidak begitu ketat dalam menjaga para napi dalam pidana, bahkan hal itu juga adalah sebuah gambaran dari buruknya kebijakan sistem kapitalisme dalam memberi hukuman kepada para koruptor. Sebab, meskipun mereka telah di beri hukuman penjara ternyata  para pelaku korupsi ini masih saja ada yang bebas keluar masuk penjara seolah tidak merasakan pedihnya hukuman atas balasan kejahatannya.


Sangat bertolak belakang dengan sistem Islam yang menggunakan hukum-hukum yang langsung dari Sang Pencipta yang mana mampu memberikan efek jera terhadap para pelaku kejahatan, terutama pada para koruptor. Jangankan pada para koruptor, pada orang-orang yang berdagang di pasar pun ketika ada yang berbuat curang maka akan diberi hukuman atas kecurangan mereka. Apa lagi perbuatan korupsi dalam sistem Islam jelas tidak akan dibiarkan merajalela karena negara telah menyediakan hukuman yang setimpal bagi pelaku korupsi. Hukuman bagi para koruptor akan disesuaikan dengan pelaku kejahatan pencurian biasa yang mana hukumannya adalah di potong tangannya sesuai banyaknya jumlah harga barang yang mereka ambil.


Walaupun begitu Islam juga memberi pertimbangan dalam menangani pelaku pencuri. Misalnya jika pencuri itu melakukannya karena lapar, maka mereka tidak akan dihukum, tapi justru diberi tunjangan oleh pemimpin negara. Sebab tanggungjawab negara adalah memberi kesejahteraan pada rakyatnya. Namun kala mencuri di sistem Islam semata-mata untuk kepuasan dan keserakahan pada diri seperti korupsi di dalam perusahaan atau pemerintahan serta pada tempat-tempat umum, maka akan dijatuhi hukuman yang setimpal dengan memotong tangannya sesuai kadar jumlah harga yang mereka curi atau korupsi. Sebab hukuman potong tangan bagi pencuri adalah perintah langsung dari Allah.


Sebagaimana firman-Nya dalam Quran surah Al-Ma’idah:


وَا لسَّا رِقُ وَا لسَّا رِقَةُ فَا قْطَعُوْۤا اَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِۢمَا كَسَبَا نَـكَا لًا مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَا للّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

"Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana."

(QS. Al-Ma'idah [5]: 38)


Oleh karena itu, jika menginginkan negeri ini damai dari korupsi yang merajalela. Jelas tak lain solusinya adalah mengembalikan fungsi hukum Allah di muka bumi ini dengan menerapkan sistem Islam yang bernaung dalam Daulah Islamiyah dan dipimpin langsung oleh sang Khalifah yang takut hanya kepada Allah semata. Dengan begitu, maka negara akan dikelola oleh para pejabat yang tidak berwatak korup karena takut kepada Allah dan hukum-hukum-Nya. Benarlah bahwa hanya hukum Islam yang tegas dan mampu memberi efek jera terhadap setiap kejahatan, mulai dari kejahatan terkecil hingga yang paling besar sekalipun. Wallahualam bissawab. [GSM]