Alt Title

Menghijaunya Arab Saudi, Benarkah Kiamat Sudah Menanti?

Menghijaunya Arab Saudi, Benarkah Kiamat Sudah Menanti?

Penjelasan ini menandakan bahwa tanah Arab yang merupakan padang pasir yang tidak berair, sedikit tumbuhan, dan kebanyakan airnya berasal dari sumur dan juga air hujan, maka ketika tanah atau lahan perkebunan ditinggalkan, sementara pemiliknya tidak sempat untuk bercocok tanam tentu saja tanah tersebut akan menjadi tandus, dan semua tumbuhan tentu akan mati dan tidak kembali menjadi hijau tanpa adanya sungai-sungai maupun mata air

Namun dengan adanya program pengairan yang diadakan oleh Arab Saudi saat ini, membuktikan bahwa tanah tandus itu kini kembali dirawat, sehingga wajar saja jika kini beberapa wilayahnya menjadi lahan pertanian

_______________________


Penulis Anita Rahayu

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dikutip dari detik[dot]net pada Jumat, 20 oktober 2023 lalu, Arab Saudi dikabarkan mengukir namanya di Guinness World Records dengan pencapaian monumental di bidang pertanian. Ini disebabkan menghijaunya beberapa wilayah di Arab Saudi yang kemudian berhasil menjadikan negara tandus ini memiliki lahan pertanian terbesar dunia. Dikutip dari Gulf News  penghargaan tersebut resmi diakui di sebuah acara yang diselenggarakan oleh Saudi Reef Progam di kantor pusatnya di Riyadh.


Perkebunan yang terletak di Wadi Bin Hashbal, wilayah Asir dari Unit Penelitian Pertanian Air Terbarukan ini telah diakui sebagai pertanian terbesar dunia dalam hal luas lahannya. Abdulrahman bin Abdulmohsen Al Fadhli yang merupakan Menteri Lingkungan Hidup, Air dan Pertanian, mendapat kesempatan terhormat untuk menerima sertifikat pendaftaran dalam hal bersejarah ini. 


Menggunakan sistem jaringan irigasi otomatis, pertanian yang mencakup area seluas 3,2 juta meter persegi itu dibagi menjadi 2 bagian yang masing-masing dilengkapi dengan tangki beton berkapasitas 500 meter kubik. Pertanian ini sekaligus mewujudkan puncak pertanian berkelanjutan. Selain tangki beton, lahan ini juga dilengkapi dengan penampungan 5 rumah kaca ber-AC bersama dengan bangunan lainnya. Sistem pengelolaan air yang dapat diandalkan mendasari metodologi irigasi di pertanian. Sistem pengelolaan air ini diadakan melalui beberapa tahapan oleh kader ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti irigasi, pemupukan, pencegahan, serta manajemen peralatan.


Mereka mengawasi total 50 ladang yang diperuntukkan bagi reklamasi dan budidaya dalam waktu dekat. Hasil bumi yang terkenal dari pertanian ini di antaranya ialah, lemon, jeruk, jeruk keprok, delima, anggur, buah ara, zaitun dan juga almond. Area ini juga menjadi rumah bagi lahan yang menginkubasi berbagai varietas pertanian, yang menunjukkan inovasi dan keberlanjutan yang merupakan inti dari pertanian di wilayah tandus nan kering ini.


Sedangkan dikutip dari detikjabar pada Senin, 23 Januari 2023, ahli geologi dari Institute of Geosciences Johannes Gutternberg-University German, Alfred Kroner menyebutkan bahwa dahulu Jazirah Arab memang merupakan lahan subur dengan padang rumput, serta memiliki banyak sungai sebagaimana digambarkan dalam buku Mausu'ah al-Ijaz al-Qur'ani karya Nadirah Tharayyarah. Alfred menuturkan bahwa apabila tanah Jazirah Arab digali, akan ditemukan jejak-jejak yang membuktikan bahwa wilayah tersebut dulunya merupakan tanah yang hijau, salah satunya adalah sebuah wilayah bernama al-Faw di bawah gurun pasir Rub al-Khali. 


Bukti ilmiah bahwa Jazirah Arab dulunya hijau dan berubah menjadi gersang dan kemungkinan akan menjadi hijau lagi ialah bahwa Jazirah Arab pernah mengalami fase zaman es. Menurut penelitian sejarah bumi yang ia lakukan fase ini terjadi ketika air laut dalam volume besar berubah menjadi es dan berkumpul di kutub utara yang beku kemudian bergerak menuju arah selatan, dan pergerakan inilah yang akan mempengaruhi daerah sekitarnya. Dari data riset modern, bumi pernah mengalami zaman es sekitar 100 ribu tahun yang lalu, kemudian berada pada periode interglasial atau menghangat yang berlangsung sekitar 10 hingga 20 ribu tahun.


Sedangkan penyebab sebagian wilayah Arab Saudi menghijau akhir-akhir ini ialah disebabkan oleh curah hujan yang cukup tinggi. Menurut ilmuan iklim dan profesor hidrologi dari Utrech University Michelle van Vliet, curah hujan yang tinggi berkaitan dengan kondisi cuaca. "Arab Saudi mempunyai iklim gurun serta di beberapa tempat mempunyai iklim semi-kering. Di wilayah sekitaran Makkah, rata-rata curah hujan berada pada angka 112 milimeter pertahun . Biasanya hujan relatif sedikit di kota Makkah, jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan beberapa bulan terakhir ini", ujarnya. 


The Islamic Information juga mencatat curah hujan tinggi dalam durasi yang panjang di Arab Saudi sejak Desember 2022, dengan kecepatan yang sama dan hampir terus menerus. Hujan tak hanya mengguyur kota Makkah, namun di sejumlah kota lainnya termasuk Jeddah dan Madinah. Curah hujan yang melimpah juga diiringi cuaca hangat , yang menyebabkan vegetasi mudah tumbuh, dan inilah penyebab ilmiah mengapa Arab Saudi menghijau. 


Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa menghijaunya Arab Saudi merupakan salah satu tanda dari beberapa tanda terjadinya kiamat, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wa salam bersabda, "Tidak akan tiba hari Kiamat hingga tanah Arab kembali hijau penuh dengan tumbuhan dan sungai-sungai"


Imam An-Nawawi rahimahullah berkata mengenai makna kembalinya Arab Saudi menjadi penuh dengan tumbuhan dan sungai-sungai, "Maknanya adalah –wallaahu a’lam– Sesungguhnya mereka meninggalkan dan enggan mengurusnya, sehingga menyebabkan tanah tersebut terabaikan dan tidak ditanami serta disirami dengan air. Hal itu disebabkan karena sedikitnya kaum pria, disebabkan banyaknya peperangan, fitnah yang terus menerus terjadi, dekatnya kiamat, pendeknya cita-cita dan tidak adanya kesempatan dan perhatian untuk hal itu."


Penjelasan ini menandakan bahwa tanah Arab yang merupakan padang pasir yang tidak berair, sedikit tumbuhan, dan kebanyakan airnya berasal dari sumur dan juga air hujan, maka ketika tanah atau lahan perkebunan ditinggalkan, sementara pemiliknya tidak sempat untuk bercocok tanam tentu saja tanah tersebut akan menjadi tandus, dan semua tumbuhan tentu akan mati dan tidak kembali menjadi hijau tanpa adanya sungai-sungai maupun mata air. Namun dengan adanya program pengairan yang diadakan oleh Arab Saudi saat ini, membuktikan bahwa tanah tandus itu kini kembali dirawat, sehingga wajar saja jika kini beberapa wilayahnya menjadi lahan pertanian. 


Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa curah hujan yang tinggi memang benar menjadi faktor penyebab sebagian wilayah Arab Saudi menghijau. Namun perluasan lahan pertanian yang terprogram oleh Arab Saudi juga menjadi faktor utama yang memegang peran penting. Bahkan menghantarkan Arab Saudi meraih sertifikat sebagai negara dengan pemilik lahan terbesar. Sehingga tidak dapat dikatakan bahwa menghijaunya sebagian wilayah Arab merupakan salah satu tanda dari tanda-tanda kiamat. Wallahualam bissawab. [GSM]