Harga Beras Naik, Rakyat Makin Terjepit
OpiniPersoalan naiknya harga beras perlu solusi yang mampu menyelesaikan masalah hingga akarnya yakni dengan penerapan syariat Islam
Islam mampu mewujudkan ketahanan pangan, sehingga kesejahteraan seluruh warga tercapai tanpa terkecuali baik jaminan pemenuhan akan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), maupun jaminan seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan
__________________________________
Penulis Irmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beras merupakan bahan pokok yang menjadi makanan sehari-hari yang tidak bisa tergantikan. Sehingga, tidak dimungkiri bahwa bangsa Indonesia sangat bergantung pada beras. Apalagi Indonesia sebagai negara agraris di mana jumlah penduduknya sebagian besar bekerja di sektor pertanian, bahkan termasuk urutan ketiga terbesar di dunia. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi masyarakat justru dihadapkan dengan harga beras yang kian meningkat.
Sebagaimana harga beras pada Jum’at (13/10/2023) masih naik hingga melampaui harga eceran tertinggi (HET), bahkan mencetak rekor baru. Panel harga menunjukkan bahwa harga beras premium melonjak menjadi Rp15.040 per kg, sedangkan harga beras medium naik menjadi Rp13.240 per kg (CNBC Indonesia, 13/10/2023)
Presiden Jokowi memastikan stok beras nasional dalam posisi aman karena sedang berlangsung panen raya di sejumlah daerah. Tambahan pasokan dari hasil panen akan memperkuat cadangan beras nasional, selain impor. (Republika, 13/10/2023)
Berita ini membuat kita sangat prihatin yang memicu keresahan bagi masyarakat utamanya masyarakat miskin di negeri ini. Kehidupan yang sulit sebelumnya, kini terasa semakin sulit. Terlebih mencari penghasilan di negeri ini juga semakin sempit. Anehnya, satu sisi pemerintah menyatakan stok beras aman bahkan masih melakukan impor untuk persediaan beras, maka semestinya mampu menstabilkan harga besar bukan justru melonjak naik tiap tahunnya.
Naiknya harga beras yang terjadi tiap tahun menunjukkan kegagalan negara dalam menjamin ketersediaan pangan bagi rakyatnya serta ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah pada aspek produksi sebagai akibat penerapan sistem kapitalisme.
Sistem kapitalisme menjadikan negara hanya berperan sebagai regulator antara pemerintah dan koorporasi untuk menguasai tata kelola pangan dan berbagai proses produksinya. Sehingga negara ini ketergantungan terhadap impor yang menyerukan sebagai penyelesaian masalah instabilitas harga pangan.
Namun kenyataannya, kebijakan pemerintah dengan impor sejatinya justru melanggengkan oligarki dan koorporasi atau pedagang besar dalam memainkan harga dan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Selain itu, kebijakan impor pun hanya mematikan petani lokal.
Disamping itu, petani tak kunjung mendapat fasilitas dan kemudahan dalam bercocok tanam. Pun, lahan dialihkan pada pembangunan jalan maupun kawasan industri dan bantuan subsidi pupuk dicabut.
Seharusnya pemerintah memiliki alternatif yang mampu mengatasi hal tersebut tanpa membebani rakyat. Salah satunya dengan mendorong dan memfasilitasi para petani dalam negeri mulai dari penyediaan lahan, bibit unggul secara gratis, serta menunjang untuk memudahkan pekerjaan petani agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Sekalipun pasokan beras menurun efek El Nino menyebabkan banyak petani beralih untuk tidak menanam. Sejatinya hanya mengalami penurunan sekitar 5 persen. Kekurangan tersebut akan tertutupi dengan impor beras yang masuk.
Karena itu, permasalahan utama dari kelangkaan pangan adalah disebabkan pemerintah yang tidak optimal mengelola pangan dan memberdayakan petani. Walhasil, rakyat harus memenuhi kebutuhannya sendiri, karena pemerintah tidak lagi mengurusi urusan rakyat sebagai tanggung jawabnya.
Oleh karena itu, persoalan naiknya harga beras perlu solusi yang mampu menyelesaikan masalah hingga akarnya yakni dengan penerapan syariat Islam. Islam mampu mewujudkan ketahanan pangan, sehingga kesejahteraan seluruh warga tercapai tanpa terkecuali baik jaminan pemenuhan akan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), maupun jaminan seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Negara dalam Islam untuk mewujudkan ketahanan pangan melakukan kebijakan diantaranya ekstensifikasi (penyediaan lahan pertanian dan meminimalkan alih fungsi lahan) dan intensifikasi (penyediaan kualitas bibit, pupuk, metode pertanian dan lain sebagainya). Selain itu, produksi juga mengatur distribusinya agar dapat meminimalkan biaya.
Negara dalam Islam tidak hanya menyediakan, tetapi harus memastikan tidak ada orang yang kelaparan karena tak mampu membeli beras. Sebagaimana dalam Islam, negara diperintah oleh syariat berperan sebagai pengurus dan pelindung bagi rakyatnya bukan justru tak peduli hingga lupa kebijakannya telah menyengsarakan rakyat. Maka hanya negara yang berlandaskan Islam-lah yang dapat mewujudkan ketahanan pangan secara mandiri dan berkelanjutan. Wallahualam bissawab. [SJ]