Alt Title

Menyoal Pengkategorian Femisida

Menyoal Pengkategorian Femisida

 


Kejahatan tetaplah kejahatan. Kejahatan bisa dilakukan siapa saja. Begitu pula yang menjadi korbannya. Pun bisa menimpa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, orang dewasa maupun anak-anak

Jika hari ini marak ditemukan kasus sadisme yang dilakukan seorang laki-laki terhadap perempuan, bukan berarti dapat digeneralisir sebagai bentuk dominasi dan superioritas laki-laki terhadap perempuan karena gendernya

_________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd

Kontributor  Tetap Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Sungguh membuat bulu kuduk bergidik. Sebuah kasus penganiayaan keji terhadap seorang perempuan ramai menghiasi media massa. Rasa belas kasih seolah sirna. Entah apa yang membutakan hati pelaku. Sementara seiring dengan peristiwa tersebut, istilah "femisida" pun ikut-ikutan viral. Pembahasan femisida mendadak memenuhi laman-laman berita. 


GRT (31) anak dari Edward Tannur, salah satu anggota Fraksi PKB di DPR RI dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) mendadak terkenal. Namanya tiba-tiba ramai diberitakan karena kasus penganiayaan yang dilakukan terhadap kekasihnya berinisial DSA (28). Penganiayaan ini mengakibatkan korban meregang nyawa. (Tirto[dot]id, 11/10/2023)


Komnas Perempuan menyebut perilaku biadab yang dilakukan GRT terhadap DSA sebagai bentuk femisida.


Apa Itu Femisida?


Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan, femisida merupakan pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara sengaja karena jenis kelamin atau gendernya.


Pemicu aksi pembunuhan yang dilakukan bisa karena rasa cemburu, dominasi, rasa memiliki, superioritas kepuasan melakukan sadistik terhadap perempuan. Oleh sebab itu femisida juga dikategorikan sebagai tindakan sadisme. Hal itu dapat dilihat dari sisi motif dan pola pembunuhannya dan juga berbagai dampak terhadap keluarga korban.


Peristiwa sadis terkategori femisida bukan hal pertama terjadi. Jika kita berjalan ke belakang menyusuri lorong waktu, akan banyak kita jumpai rentetan kasus serupa. Berdasarkan pemantauan di media massa Komnas Perempuan mencatat, terdapat 421 kasus femisida yang terekspos media sepanjang September 2020 hingga pertengahan Agustus 2021. 


Mike Verawati, sekretaris jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menilai, kasus pembunuhan yang dilakukan GRT terhadap DSA tergolong femisida. Hal ini disebabkan penganiayaan dan pembunuhan tersebut dilakukan karena pelaku merasa pantas melakukan ini pada pacarnya, seorang perempuan.


Tepatkah Pengkategorian Femisida?


Kejahatan tetaplah kejahatan. Kejahatan bisa dilakukan siapa saja. Begitu pula yang menjadi korbannya. Pun bisa menimpa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, orang dewasa maupun anak-anak. Jika hari ini marak ditemukan kasus sadisme yang dilakukan seorang laki-laki terhadap perempuan, bukan berarti dapat digeneralisir sebagai bentuk dominasi dan superioritas laki-laki terhadap perempuan karena gendernya.


Perilaku sadisme dengan motif cemburu dan dominasi juga bisa terjadi pada laki-laki terhadap laki-laki dan perempuan terhadap perempuan. Fakta ini dapat kita jumpai pada kasus-kasus sadisme yang dilakukan kaum pelangi. 


Berdasarkan fakta yang ada, rasa cemburu, dominasi dan superioritas kerapkali menjadi pemicu sadisme. Bahkan kesadisannya melebihi perilaku sadisme yang ada.


Tentu belum hilang dari ingatan, peristiwa pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh seorang penyuka sesama jenis Very Idam Henyansyah alias ‘Ryan Jombang'. Pembunuhan keji ini dilakukan Ryan dipicu rasa cemburu terhadap korban. Korban diduga telah menggoda kekasih sesama jenisnya bernama Noval. (Caritahu[dot]com, 10/6/2022)


Sementara fakta yang ada banyak mengungkapkan motif kekerasan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan amatlah beragam. Motif tersebut tidak selalu merupakan karena korban seorang perempuan yang lemah dan laki-laki yang merasa kuat sebagai pelakunya.


Seharusnya yang perlu diteliti adalah mengapa kasus itu begitu marak dan terus berulang. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sistem yang melingkupi  negeri hari ini, yaitu sistem kapitalisme. Sistem yang lahir dari ide kebebasan dan mengeliminasi agama dalam kancah kehidupan. 


Aturan yang tertuang dalam sistem kapitalisme membolehkan laki-laki dan perempuan bergaul bebas, yang memungkinkan terjadinya pelanggaran terhadap norma. Dalam sistem kapitalisme juga memberikan peluang bagi individu untuk meluapkan emosinya, termasuk melakukan sadisme. Hal ini dikarenakan benteng pengendali berupa agama telah dikikis habis dari kehidupan.


Pengklasifikasian kasus-kasus penganiayaan dan pembunuhan yang hari ini marak dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan sebagai femisida jelas bukan hal tepat. Tidak menyentuh akar permasalahan. Sehingga problem ini akan terus berulang tanpa penyelesaian.


Tak dapat dimungkiri istilah femisida sengaja digaungkan kaum feminis yang mengusung ide kesetaraan gender. Kaum feminis sengaja menyulut pertikaian antara laki-laki dan perempuan. Mencoba mendobrak tatanan Islam. Menganggap peran laki-laki lebih dominan dibanding peran perempuan. Bagi kaum feminis hal itu merupakan bentuk perlakuan tidak adil terhadap perempuan. Akhirnya, memaksa perempuan untuk keluar dari ranah domestik memasuki ranah publik yang memang rentan dengan bahaya. 


Setelah banyak bahaya menghampiri perempuan mereka pun protes. Meminta kasus-kasus yang terjadi pada perempuan ditangani secara istimewa. Demikianlah ide kesetaraan gender merupakan rangkaian mata rantai masalah yang tak mudah diputus.


Islam Memperlakukan Perempuan


Dalam pandangan Islam, perempuan bukanlah pemilik kasta rendahan sebagaimana mindset masyarakat kapitalis hari ini. Atas anggapan ini kaum feminis menggugat agar kasta perempuan ditinggikan. Berbeda dengan kapitalisme dengan ide keseteraan gendernya, Islam memperlakukan perempuan bak mutiara berharga. 


Islam benar-benar menjaga harkat dan martabat perempuan. Dalam pandangan Islam, posisi perempuan tidak ada bedanya dengan laki-laki. Kedudukan mereka di hadapan Allah sama-sama mulia ketika perintah-perintah Allah dijalankan. Ketika mereka melanggar perintah Allah, mereka juga dikategorikan sebagai manusia tercela.


Sebagai manusia, Islam tidak mengenal posisi lebih tinggi atau lebih rendah. Sehingga salah satu bisa mendominasi yang lain. Seperti yang diklaim oleh kaum feminis bahwa laki-laki memiliki derajat lebih tinggi dari perempuan. Akhirnya dengan itu, kaum feminis menuntut kesetaraan.


Konsep Islam mencegah perilaku sewenang-wenang oleh laki-laki terhadap perempuan. Hal ini tertuang dalam Firman Allah Swt. yang artinya :


"Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun". (QS. An-Nisa : 124)


Walaupun demikian, Allah menciptakan fisik yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Hal itu juga membuat kewajiban, hak dan peran yang berbeda di antara keduanya. Seperti halnya  melahirkan dan menyusui, adalah aktivitas yang hanya bisa dilakukan oleh perempuan, sementara laki-laki tidak bisa. 


Begitu pula dengan kewajiban yang disandang perempuan dan laki-laki. Kewajiban menafkahi, menjadi pemimpin dan pelindung keluarga, dibebankan kepada laki-laki. Sedangkan perempuan mempunyai kewajiban sebagai pengatur rumah tangga. Perbedaan itu juga tampak pada masalah poligami, hak waris, aurat, dan lainya. Laki-laki dan perempuan menjalankan peran masing-masing. 


Perbedaan ini bukanlah ketimpangan peran. Semuanya adalah sebuah harmonisasi dan sinergi laki-laki dan perempuan. Sebab Allah telah menetapkan fitrah bagi keduanya.


Maraknya kekerasan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan selain disebabkan oleh cara pandang terhadap perempuan juga karena syariat Islam tidak diterapkan. Islam mengklasifikasi kehidupan perempuan berada pada dua keadaan. Kehidupan umum dan kehidupan khusus.


Kehidupan khusus, tempat perempuan hidup bersama sesama perempuan dan mahramnya. Kehidupan umum, suatu keadaan yang mengharuskan diterapkan sistem pergaulan Islam.  Perempuan harus memenuhi syarat-syarat ketika berada di dalam kehidupan umum. 


Syarat-syarat tersebut adalah menutup aurat secara sempurna, mendapat izin suami atau walinya, tidak berkhalwat, tidak tabaruj, melakukan interaksi dengan lawan jenis yang dibolehkan syariat. Jika bepergian jauh dan lebih dari 24 jam harus disertai mahram. 


Selain itu Islam mewajibkan negara untuk menjaga kesucian dan menjamin keamanan bagi warganya dari segala bahaya yang mengancam. Menutup rapat segala akses yang dapat membangkitkan hawa nafsu. Satu hal penting adalah negara memberikan sanksi terhadap para pelaku pelanggaran.


Demikianlah pengaturan Islam begitu sempurna. Mengatur setiap detail masalah tanpa menimbulkan masalah. Karena semua pengaturan berasal dari Sang Khalik yang Maha Sempurna.

Wallahualam bissawab. [GSM]