Alt Title

Wacana Pengontrolan Tempat Ibadah oleh BNPT: Upaya Menyerang Islam

Wacana Pengontrolan Tempat Ibadah oleh BNPT: Upaya Menyerang Islam

Adanya wacana pengontrolan ini, jelas akan menjadikan kaum muslim takut untuk menyuarakan kebenaran atau mengkritik kebijakan zalim

Mereka akan takut dengan stigma radikal yang diaruskan hari ini, yang dinilai akan berhadapan dengan penguasa jika hal tersebut disebarkan dalam tempat-tempat peribadatan mereka

____________________________________


Penulis Lailatul Hidayah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Mengutip dari Tirto[dot]id (05/09/2023) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memberikan usulan adanya mekanisme kontrol terhadap penggunaan dan penyalahgunaan tempat ibadah. Masifnya penyebaran paham radikalisme di lingkungan tempat beribadah menjadi latar belakang dari usulan tersebut. 


Kepala BNPT, Rycko Amelza Dahniel mengatakan, “Mungkin dalam kesempatan baik ini kita perlu memiliki mekanisme untuk melakukan kontrol tempat ibadah, bukan di masjid saja, namun juga semua tempat peribadatan,” kata dia dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Senin (04/09/2023) sebagaimana disiarkan youtube Komisi III DPR RI Channel. 


Usulan BNPT itu sebenarnya berasal dari masukan dari anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Safaruddin. Ia geram lantaran ada salah satu masjid milik BUMN yang isi dari ceramahnya adalah menyebarkan ujaran kebencian kepada pemerintah dan lainnya. Nantinya, kata Rycko, siapa saja yang boleh memberikan atau menyampaikan konten di tempat peribadatan akan dikontrol pemerintah. 


Harapannya agar tempat ibadah tidak dijadikan alat untuk menyebarkan ajaran-ajaran kekerasan, kebencian, menghujat golongan, bahkan menghujat pemerintah. Lantas, jika ditemukannya kritik kepada pemerintah di dalam salah satu masjid yang menjadi alasan bagi BNPT dalam mengusulkan kebijakan tersebut, apakah usulan ini memang urgen untuk diterapkan atau justru akan menimbulkan kontroversi serta kegaduhan di tengah-tengah masyarakat? 

 

Pengontrolan Tempat Ibadah Tuai Pertentangan Berbagai Pihak


Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas mengatakan, bahwa usulan BNPT jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, karena menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah, padahal Pasal 29 ayat 2 menegaskan, negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.


Wacana itu juga bertentangan dengan jiwa dan semangatnya dengan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Jadi kebebasan beribadah dan berpendapat di Indonesia adalah hak setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi. 


Selain usulan pengontrolan tempat ibadah ini dinilai tidak adanya kebebasan berpendapat, juga usulan ini akan dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk berlaku represif. Hal ini diungkapkan oleh UIY dalam Fokus to The Point: BNPT Kontrol Rumah Ibadah, Semakin Otoriter? Di saluran youtube UIY Official, Kamis (07/09/2023).


Beliau mengatakan, “Ini akan menimbulkan suasana tegang di masyarakat dan saya kira itu akan bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang berhati busuk, yang punya kepentingan-kepentingan jahat yang mengatakan bahwa telah terjadi radikalisme di suatu masjid, pimpinannya yang ini, pembicaranya yang ini, lalu dilakukan tindakan represif. Ini jelas sangat berbahaya."


Kritik lainnya pun diungkapkan oleh Sekretaris Majlis Syuro PA 212 Ustaz Slamet Maarif yang menilai usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar pemerintah mengawasi tempat ibadah menunjukkan pemerintah anti kritik dan mengidap Islamofobia. 


"Pertama, menunjukkan pemerintah anti kritik. Kedua, fix kalau penguasa sekarang betul-betul mengidap penyakit Islamofobia yang semakin kuat dan semakin parah. Dan kalau ini benar-benar direalisasikan atau dijadikan sebuah kebijakan, maka saya mengajak umat Islam yang ada di Indonesia ini untuk bersama-sama menolak gerakan wacana ini," ujarnya dalam program diskusi BNPT dan Usulan Pengawasan Rumah Ibadah, Ahad (10/09/23) di kanal youtube UIY Official. 

 

Pengontrolan Tempat Ibadah oleh BNPT adalah Upaya Menyerang Islam


Pengkritik pemerintah dinilai oleh BNPT sebagai salah satu contoh dari seorang yang menyebarkan paham radikalisme. Kemudian inilah yang selanjutnya mendasari usulan pengontrolan semua tempat peribadatan. Kenyataannya, tuduhan radikalisme selama ini hanya ditujukan kepada Islam, terbukti dengan adanya masjid yang dijadikannya sebagai contoh tempat penyebaran paham radikalisme oleh komisi III DPR RI dan adanya penetapan daftar-daftar penceramah radikal sebelumnya oleh BNPT.


Adanya pengontrolan oleh pemerintah terhadap masjid-masjid untuk memastikan tidak adanya kritik terhadap pemerintah di dalamnya, artinya pemerintah bukan hanya anti kritik, namun pemerintah menolak urusan agama mengatur urusan politik, agama dan tempat ibadah hanya digunakan untuk salat, membaca Al-Qur’an saja, padahal sejatinya masjid digunakan sebagai tempat ibadah dan aktivitas sosial pada masa Rasulullah. 


Jelas ini merupakan upaya untuk menjauhkan kaum muslim dari Islam, khususnya Islam politik, karena Islam politik dinilai mengganggu kepentingan penguasa. Padahal dalam Islam, Islam politik memang ada dan memiliki pengaturan sendiri dalam mengatur urusan keumatan yang memiliki aturan terbaik dalam meriayah urusan umat tak terkecuali juga non muslim yang hidup di bawah naungan Islam. Sehingga jika hal ini diketahui oleh mayoritas masyarakat, jelas masyarakat akan menuntut perubahan revolusioner ke arah Islam dan meninggalkan sistem sekuler hari ini. 


Adanya wacana pengontrolan ini, jelas akan menjadikan kaum Muslim takut untuk menyuarakan kebenaran atau mengkritik kebijakan zalim, karena takut dengan stigma radikal yang diaruskan hari ini, yang dinilai akan berhadapan dengan penguasa jika hal tersebut disebarkan dalam tempat-tempat peribadatan mereka.


Selain itu, dampak terhadap umat Islam sendiri jika wacana ini disahkan, maka akan semakin menjauhkan mereka dari agamanya dan Islamofobia juga menjangkiti kaum Muslim. Padahal masalah terbesar dari umat itu sendiri yaitu akibat butanya mereka terhadap politik, terutama politik Islam yang akhirnya menjadikan mereka ikhlas dikendalikan oleh kebijakan politik yang menzalimi mereka dan menyebabkan penguasa semakin respresif, karena abainya mereka dan ketidaktahuan mereka terhadap hal-hal mengenai politik.


Seharusnya jika pemerintah mengetahui kritikan oleh umat, bisa menjadikan kritikan tersebut sebagai bentuk muhasabah untuk membangun keadaan rakyat yang lebih baik kedepannya. Jika kritik tersebut merupakan kritik yang membangun, namun jika kritikan itu salah, maka bagaimana pemerintah bisa membuktikan kesalahan kritik tersebut pada umat.


Bagi kaum muslim yang jelas mengetahui hal ini adalah upaya menyerang Islam, maka kita perlu menolak wacana ini, agar masyarakat tidak termakan isu radikal yang menjadikan mereka fobia terhadap agama mereka sendiri, serta membiarkan kezaliman tetap merajalela di negeri ini. Wallahualam bissawab. [SJ]