Alt Title

Politik Sekuler, Menjauhkan Peran Agama dalam Politik

Politik Sekuler, Menjauhkan Peran Agama dalam Politik

Dengan demikian berjalanlah politik sekuler yang dipraktikKan saat ini. Politik tanpa spirit agama karena agama telah dijauhkan dari aktivitas politik

Pada akhirnya politik menjadi machiavelis, yakni menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan

____________________________________



KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Jelang tahun politik 2024, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qaumas mengimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Lebih jauh Menag menyeru masyarakat agar tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. 


"Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil aalamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil Islami, tok." Kata Menag. (Republika, 4/9/2023)


Pernyataan Menag soal Islam rahmatan lil aalamin jelas keliru. Seolah-olah jika kaum muslim menegakkan akidah dan syariah Islam akan mengancam umat lain. Padahal makna yang terkandung dalam ayat tersebut adalah Islam menjadi rahmat untuk semesta alam karena akidah dan syariahnya menjamin datangnya rahmat bagi semua makhluk, bukan hanya bagi kaum muslim saja.


Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Al-Anbiya ayat 107, "Tidaklah kami mengutus  kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."


Bukan kali ini saja pejabat atau tokoh masyarakat, bahkan tokoh Islam menolak muatan agama, khususnya Islam dalam kancah politik. Seruan "tolak politisasi agama" sering disampaikan kepada umat jelang pemilu. Pernyataan semacam ini sangatlah berbahaya karena menuduh Islam sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Seolah-olah Islam tidak boleh hadir dalam politik. 


Ini menunjukan paradigma politik yang sekuler yaitu menjauhkan agama dari panggung politik. Akibatnya umat menjadi takut dan alergi untuk mengusung Islam dalam aktivitas politik. Hingga terbentuklah citra negatif terhadap Islam. Mulai dari radikal, fundamentalis, dan teroris.


Dengan demikian berjalanlah politik sekuler yang dipraktikan saat ini. Politik tanpa spirit agama karena agama telah dijauhkan dari aktivitas politik. Pada akhirnya politik menjadi machiavelis, yakni menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan.


Berbeda dengan politik dalam Islam. Politik adalah salah satu pelaksanaan ajaran Islam. Politik Islam berasaskan akidah Islam yang pada hakikatnya politik dalam Islam adalah pengurusan urusan umat berdasarkan kesahihan dan keadilan Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Bagi umat Islam politik adalah aktivitas dakwah.


Rasulullah saw. telah mencontohkan bagaimana praktik politik Islam. Beliau mengurus urusan manusia dengan syariat Islam. Berinteraksi dengan kaum kuffar, mengungkapkan rencana buruk mereka serta mengadopsi berbagai kemaslahatan umat.


Maka ketika politik Islam yang berasaskan akidah Islam dijalankan akan membawa kemaslahatan. Adapun persepsi bahwa ketika Islam hadir dalam politik akan membawa kerusakan dan keburukan, itu merupakan persepsi salah yang dibentuk Barat untuk menjauhkan umat dari politik. Tujuan akhirnya adalah menjauhkan Islam dari kehidupan. Inilah yang disebut dengan sekuler.


Dengan demikian umat Islam tidak boleh tertipu dengan strategi Barat dan pencitraan para politisi sekuler saat ini. Umat justru harus menjadi bagian dari jamaah Islam politik karena Rasulullah telah mencontohkannya. 


Sebagaimana firman Allah Swt., "Dan hendaklah diantara kalian ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran:104)


Alhasil yang harus kita lakukan saat ini adalah Islamisasi politik, yaitu menjadikan aktivitas politik umat untuk menegakkan Islam, yakni mewujudkan kehidupan Islam dengan penerapan syariat secara kafah. Wallahualam bissawab. [GSM]


Penulis Sri Rahayu

Aktivis Dakwah Bandung