Alt Title

Rapuhnya Ketahanan Keluarga dalam Alam Kapitalisme

Rapuhnya Ketahanan Keluarga dalam Alam Kapitalisme

 


Tentu permasalahan ekonomi yang menyebabkan kisruh antar pasutri kerap terjadi saat ini. Perceraian hingga pembunuhan dalam rumah tangga, tak jarang dilatarbelakangi kesulitan ekonomi

Kebutuhan hidup yang tinggi, sementara penghasilan tak mencukupi adalah penyebab sumbu pendek terjadi. Sayangnya, penguasa yang diharapkan uluran tangannya pun tak mampu menyelesaikan permasalahan rakyatnya. Jadilah rakyat yang harus menanggung berbagai kebutuhannya sendiri

_________________________


Penulis Heni Rohmawati, S.E.I.

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Betapa berat dan pilu sang ibu bernama Linda yang menemukan putrinya sudah tak bernyawa lagi. Peristiwa ini terjadi pada Mega Suryani (24) yang menjadi korban pembunuhan dari suaminya sendiri Nando (25). Berawal dari sang bunda ingin mengantarkan cucunya kepada Mega, yang ditemukan bukanlah wajah anaknya yang ceria, melainkan wajah pucat karena sudah meninggal sejak hari Kamis malam. Peristiwa ini terjadi di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Aksi nekat ini dilakukan oleh pelaku pada pukul 22.00 (7/9). (detiknews, 12/9/2023).


Sebelumnya, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pun kerap terjadi dalam keluarga ini. Bahkan informasi dari pemilik rumah kontrakan menyebutkan bahwa keduanya pernah terpisah. Namun, sang istri kembali lagi ke rumah, karena memikirkan kedua putranya. Nahasnya, belum lama kembali, KDRT pun berulang hingga nyawanya harus berpulang.


Dari beberapa sumber mengatakan KDRT diawali oleh cekcok di antara pasutri ini. Adapun latar belakang percekcokan ini adalah karena permasalahan ekonomi. 


Beratnya beban pasutri di era kapitalisme demokrasi


Sungguh kabar tewasnya Mega di tangan suaminya sangat menyayat hati. Suami yang seharusnya sebagai pihak yang terdepan dalam menjaga keselamatan, saat itu berubah menjadi algojo yang menyeramkan. Tanpa berpikir panjang, pisau dapur menjadi pilihan untuk mengakhiri percekcokan dengan pasangan. Kasus ini adalah kasus ke sekian kali yang terjadi di negeri ini. Dan mungkin bukanlah yang terakhir. 


Emosional sumbu pendek kini bisa menyerang siapa saja, tentu wajib lah dijauhi. Mengingat emosi sesaat tidak mengindahkan fungsi akal. Bahkan manusia seketika bisa berubah menjadi serigala kelaparan, siap menerkam siapa pun di depannya. Kewarasan manusia terus diuji dalam sistem kapitalisme. Dampak beban berat yang tak terpikul oleh akal sehat. Apabila dicerna kasus Mega adalah karena permasalahan ekonomi yang berujung pada stresnya suami.


Tentu permasalahan ekonomi yang menyebabkan kisruh antar pasutri kerap terjadi saat ini. Perceraian hingga pembunuhan dalam rumah tangga, tak jarang dilatarbelakangi kesulitan ekonomi.


Kebutuhan hidup yang tinggi, sementara penghasilan tak mencukupi adalah penyebab sumbu pendek terjadi. Sayangnya, penguasa yang diharapkan uluran tangannya pun tak mampu menyelesaikan permasalahan rakyatnya. Jadilah rakyat yang harus menanggung berbagai kebutuhannya sendiri. 


Sulitnya suami mencari pekerjaan akibat  lapangan pekerjaan yang terbatas. Akhirnya para pencari nafkah banyak yang memilih menjadi pekerja serabutan dan tak tentu pendapatannya. Tak jarang ojek online menjadi pilihan para suami. Atau berdagang semampunya karena minimnya modal. Inilah dilema banyak kepala keluarga saat ini, bukannya malas mencari nafkah tetapi, lapangan pekerjaan demikian sulit didapatkan.


Hal ini berbanding terbalik dengan harga sembako yang melambung tinggi. Mulai dari harga BBM, beras, minyak, gula, telur dan berbagai kebutuhan pokok yang semakin hari semakin membuat pening kepala. Belum kebutuhan lain seperti listrik dan sebagian keluarga harus membayar kontrakan yang harganya bikin geleng-geleng kepala. Biaya pendidikan pun luar biasa. Belum lagi biaya kesehatan apabila ada anggota keluarga yang sakit. 


Hal inilah apabila tidak disikapi secara benar, akan membawa seseorang pada emosi sesaat. Mudah tersulut emosi bahkan tidak segan-segan bertindak nekat. Peliknya kehidupan rakyat makin lengkap tatkala penguasa sebagai penanggungjawab kehidupan rakyat saat ini abai terhadap penderitaan mereka.


Jauhnya hidup berumah tangga dari syariat Islam juga menambah persoalan semakin pelik. Karena menyandarkan permasalahan pada kemampuan diri sendiri. Manusia yang lemah dalam berbagai hal tentu harus senantiasa mendekatkan diri kepada Ilahi. Agar senantiasa diberi pertolongan dan diberi kekuatan dan solusi menghadapi segala persoalan. 


Penguasa seharusnya peduli rakyat


Penguasa adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kehidupan rakyatnya. Termasuk di antaranya perhatian akan kesejahteraan rakyat. Apabila rakyat tak mampu hidup layak, seharusnya negara berdiri di samping mereka untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. 


Apabila seorang suami tak mampu mencukupi nafkah karena sulitnya lapangan pekerjaan, hendaklah penguasa segera memberikan lapangan pekerjaan dengan pendapatan yang layak. Penguasa wajib hadir dalam kehidupan rakyat melalui setiap kebijakannya. 


Seorang penguasa tidak hanya memperhatikan para korporat yang memiliki saham atau investasi di Indonesia, tetapi benar-benar mengayomi rakyat sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Sehingga hubungan penguasa dan rakyat semisal seerat hubungan seorang ibu dan anaknya. 


Sungguh umat saat ini membutuhkan sosok pemimpin yang penyayang dan penyantun serta bertanggungjawab atas semua amanahnya. Islam telah memberi panduan bagaimana memilih penguasa yang amanah dan adil atas semua rakyatnya. Karena pemimpin dalam Islam memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam, “Setiap manusia adalah pemimpin yang akan ditanya akan tanggung jawab atas kepemimpinannya.  Seorang pemimpin negara akan dimintai pertanggung jawaban tentang rakyat yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang kepala keluarga akan ditanya tentang keluarganya, seorang istri akan ditanya perihal amanahnya....(HR. Bukhari dan Muslim)


Selain memastikan kondisi ekonomi stabil dan kesejahteraan rakyat tercukupi, pemimpin negara dalam Islam wajib menghidupkan suasana ruhiyah (spiritual) pada rakyatnya. Hal inilah yang akan membentuk kesadaran untuk senantiasa menghadirkan Allah dalam menghadapi berbagai perkara. Karena dengan kesadaran penuh akan keimanan, seseorang tak akan mudah terjerumus dalam tindakan brutal. Hingga mencelakakan orang lain.


Edukasi negara Islam yang disampaikan dalam berbagai media negara juga akan digunakan untuk menjelaskan berbagai aturan Allah dalam berbagai hal. Hal ini karena setiap muslim wajib terikat dengan syariat dalam rangka menjaga keberlangsungan manusia itu sendiri. 


Sayangnya penguasa yang saleh dan bijak belum cukup untuk mengurusi urusan rakyat secara baik tanpa sistem yang baik. Butuh sistem kehidupan yang terbukti efektif dari masa ke masa. Dan itu hanya bisa dilakukan melalui penerapan sistem Islam secara kafah. Baik secara ekonomi, pemerintahan, sosial hingga hankam dan pendidikan telah tersistematis dalam Islam. Hanya Islam, obat mujarab bagi umat Islam dan umat lainnya baik di Indonesia bahkan dunia.

Wallahualam bissawab. [GSM]