Alt Title

Penilaian Perempuan dalam Budaya Liberal

Penilaian Perempuan dalam Budaya Liberal

Terutama di zaman penuh fitnah ini yang tidak bisa dimungkiri wanita menjadi korbannya

Bukan lagi tentang hal tersirat, tapi sudah dapat dilihat secara nyata. Yang tidak tahu saja tentu akan terlintas pemikiran bahwa hal-hal seperti itu salah, tidak sesuai fitrah bagaimana seharusnya masyarakat menghormati wanita. Memuliakan dan dimuliakan

___________________________________


Penulis Gosa 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sudah menjadi hal yang lumrah kala perempuan tidak dimuliakan. Bahkan kadang perempuanlah yang tidak memuliakan dirinya sendiri. Apakah perempuan tak lebih dari sekadar objek yang pantas dieksploitasi habis-habisan? Dan dengan polosnya sebagian perempuan itu mau dijadikan budak cuan dari kapitalis yang sengaja ingin memanfaatkannya?


Seperti halnya akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan adanya ajang kontes kecantikan yang setiap tahun diadakan. Dikutip dari news Republika, Penyidik Polda Metro Jaya melakukan pemeriksaan terhadap tujuh finalis Miss Universe Indonesia 2023 dalam kasus dugaan pelecehan seksual terkait pemeriksaan tubuh dan foto tanpa busana di ajang kontes kecantikan tersebut.


Berita yang cukup viral tersebut ternyata atas tidak adanya persetujuan para finalis Miss Universe, mengubah susunan acara yang semestinya mencoba baju malah berubah menjadi body checking, mereka dipaksa melepas baju yang dipakai untuk pengecekan, tentunya dengan ketidaknyamanan dari mereka.


Melihat hal tersebut, ternyata di zaman ini perempuan tidak lagi dijadikan ratu yang hanya orang-orang terkhusus yang dapat melihat dan bertemu. Cap ratu seperti sudah hilang bagaikan daun terbang terbawa angin. Saat ini dengan liberalnya, banyak penikmat acara perempuan terlebih lagi media sosial, mengalir deras video-video yang menunjukkan lekukan, aurat, ikhtilat, khalwat, dan semacamnya. Tidak ada pemisahan antara kaum laki-laki dan perempuan di dalamnya. Laki-laki yang seharusnya menjaga pandangan dan menjaga jarak untuk memuliakan wanita, wanita sendiri yang seharusnya sudah paham akan aurat kemudian tahu batasannya dalam bergaul. 


Terutama di zaman penuh fitnah ini yang tidak bisa dimungkiri wanita menjadi korbannya. Bukan lagi tentang hal tersirat, tapi sudah dapat dilihat secara nyata. Yang tidak tahu saja tentu akan terlintas pemikiran bahwa hal-hal seperti itu salah, tidak sesuai fitrah bagaimana seharusnya masyarakat menghormati wanita. Memuliakan dan dimuliakan.


Lantas, apa Sebenarnya Penyebab dari Semua ini? Bagaimana seharusnya perlakuan masyarakat terhadap wanita? Kita dapat melihatnya dari dua sisi. Internal dan eksternal. Sisi internal dapat dilihat dari dalam diri wanita itu sendiri. Bagaimana ia memperjuangkan kehormatan dirinya, terlebih lagi kepada yang bukan mahram. Bagaimana ia konsisten untuk menjaga pandangan mata dan hati. Jika ia bahkan tak terpikirkan akan itu, tentu yang terlintas pasti dominasi bisikan setan. Ketika ia merasa sendiri ia mencari popularitas dirinya lewat media yang sulit untuk dihentikan penyebarannya, ketika ia membutuhkan biaya dalam hidupnya ia mencari cara instan semisal kontes tersebut, sampai mengikuti tren yang melupakan dirinya yang sebenarnya. Membentuk pemikiran yang mengharuskannya menghapus harga diri demi trend futur yang tidak ada nilainya di mata Allah. 


Sisi eksternal dapat dilihat bagaimana perilaku orang lain dalam menjaga wanita. Bukan karena kehidupan wanita dibatasi, tapi kehidupan memang perlu batasan dan aturan. Yang tidak lain adalah untuk dirinya sendiri, agar tidak sampai keluar jalur dan menuju area terlarang, yang pasti merusak dan menghancurkan. 


Masalahnya batasan dan aturan tidak dilakukan oleh masyarakat bahkan negara, untuk mereka sendiri saja tidak bagaimana peraturan baik bisa sampai pada penjagaan wanita dari yang baru hadir di dunia sampai lanjut usia. Itu pasti sulit. Wanita malah dijadikan alat untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, tanpa melihat fitrah dan akal. Mungkin mereka lupa jika Allah memberinya akal. Uhuk! 


Wanita banyak dijadikan alat untuk berbagai macam pundi-pundi rupiah, sederhananya mulai dari kosmetik, pakaian disertai fashion, dan kegembiraan. Yeah, kegembiraan yang dibawa perempuan amat banyak, lenggak lenggok ditambah suara mendayu-dayu, penghias komedi, serta hal-hal berbau seksual. Tanpa kita sadari media sosial berupa televisi atau handphone didominasi oleh kaum wanita berselimut feminisme.


Lagi. Ujung dari penyebab ini tidak lain dan tidak bukan adalah kehancuran. Sehancur-hancurnya. Tanda zaman akan berakhir.


Lantas solusi dari semua masalah ini tentu hanya Islam. Islam lah sang pemberi solusi atas segala masalah kehidupan manusia. Tidak hanya dari segi fiqih, namun sekelas politik pemerintahan dapat diselesaikan. Bahkan aturan pun sudah disiapkan, tanpa perlu membuat aturan baru terlebih buatan sependek akal manusia. Negara hanya perlu menjalankan aturan tersebut mengikuti cara Rasulullah membangun negara Islam pertama di Madinah. 


Sama halnya dengan masalah wanita, dari mulai penjagaan dirinya sendiri sampai referensi yang harus dilihatnya. Islam akan menerapkan peraturan yang dapat memuliakan seorang wanita bahkan bisa lebih spesial dari laki-laki. Dalam Islam wanita lah yang melahirkan ribuan generasi, para pemuda dan pejuang dakwah Islam. Maka untuk itu wajib bagi negara menjaga ratunya. 


Wanita akan dididik agar pantas menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya. Mendidiknya saat sudah mulai berpikir, mengajarkan fiqih wanita, terlebih dalam hal ibadah terpanjang, dan tentunya ilmu parenting.


Kita hanya perlu menjalankan. Dalam 13 abad, Islam sudah sangat cukup membuktikan bahwa ia pantas memimpin dunia dalam peradaban yang mulia. Memakmurkan seluruh lini kehidupan dan umatnya, membentuk karakter berjiwa mulia dan agung bagi para pemudanya. Bisa kita lihat, Peradaban Islam berhasil mencetak ribuan wanita pejuang dakwah.


Seperti berikut: Pertama, Khadijah binti Khuwailid (ummul mukminin dan pebisnis ulung). Beliau adalah istri pertama Rasulullah yang dijuluki Ummul Mukminin. Sayyidah Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu 'anha bergelar at-Tahirah (perempuan yang suci) sekaligus orang pertama yang mengimani kerasulan Nabi.


Kedua, Aisyah binti Abu Bakar (ummul mukminin, guru perempuan bagi para Sahabat). Kecerdasan Aisyah yang dibimbing langsung oleh Rasulullah membuatnya mampu menyerap ribuan hadis lebih dari Rasulullah dan meriwayatkannya dengan penuh ketelitian. Sosok ummul mukminin ini dikenal punya kepribadian sangat mulia. Beliau seorang jujur, tekun beribadah, dan rajin bertahajud. Beliau selalu melaksanakan puasa. Dikenal qanaah dan zuhud terhadap dunia.


Ketiga, Hafsah Binti Umar (Ummul Mukminin, Pemelihara Naskah Asli Al-Qur'an). Sayyidah Hafsah binti Umar lahir saat orang-orang Quraisy sedang membangun Ka'bah. Putri sahabat terkemuka Umar bin Khattab ini sangat mencintai ilmu dan adab. Beliau belajar menulis kepada Syifa’ binti Abdullah al-Qurasyiyah al-'Adawiyyah, hingga menjadi perempuan yang fasih di kalangan Quraisy.


Dan masih banyak perempuan berpengaruh pada masa Rasulullah maupun masa shahabiyah. Itulah Islam, yang mampu memuliakan umatnya termasuk perempuan. Maka hendaklah kita sebagai penerus dakwah Rasulullah sesegera mungkin menerapkan peraturan Islam diawali akidah yang kokoh. Tentu hal itu akan terlaksana. Sebab janji Allah bahwa Islam akan kembali bangkit dan memimpin dunia. Itu sudah pasti. 


Mau kita ikut berjuang atau tidak, Allah akan tetap menegakkan Islam dan menjunjung kehormatan wanita. Karena ini merupakan jihad fisabilillah. Jika tidak mau, itu tidak akan merugikan bagi Allah. Wallahualam bissawab. [GSM]