Alt Title

Penistaan Al-Qur'an Kembali Terjadi, Umat Butuh Perisai

Penistaan Al-Qur'an Kembali Terjadi, Umat Butuh Perisai

Sikap dan persatuan yang ditunjukkan kaum muslim terhadap pembelaan Al-Qur'an hanya sebatas lisan dan amarah sesaat saja. Kaum muslim saat ini ibarat buih di lautan

Mereka banyak, tetapi tidak berdaya untuk mengayomi, melindungi, dan menjaga kehormatan serta kemuliaan Islam dan kaum muslim

_____________________________


Penulis Aisyah Abdullah

Kontributor Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di tengah kaum muslimin melaksanakan perayaan Iduladha, pembakaran Al-Qur'an di Swedia kembali terjadi. Sebelumnya juga dilakukan oleh politisi Swedia, Rasmus Paludan beberapa waktu silam. Kali ini dilakukan seorang atheis dari Irak, Salwan Momika usia 37 tahun yang menginjak-injak Al-Qur'an sebelum membakar beberapa halamannya di depan Masjid Raya Soderman, Stockholm, saat hari raya Iduladha. (BBC News, 28/06/23)


Demi kelancaran protes itu, polisi telah memberinya izin sesuai dengan perlindungan kebebasan berbicara. Agar memicu kemarahan di seluruh dunia muslim, pihaknya menyatakan telah membuka penyelidikan atas pembakaran Al-Qur'an tersebut. 


Kasus di atas lahir akibat sistem kapitalis sekuler yang diterapkan saat ini. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, yang sangat menjunjung tinggi kebebasan. Atas dasar itulah dengan sesuka hati mereka mempermainkan perasaan kaum muslim di seluruh dunia.


Telah menjadi kebiasaan tatkala terjadi penistaan terhadap agama para pemimpin kaum muslim di seluruh dunia melakukan kecaman. Menteri Luar Negeri Turki Hakam Fidan mengutuk pembakaran Al-Qur'an dan menyebutnya sebagai tindakan keji. Begitu juga dengan negeri Arab dan negeri-negeri muslim lainnya. Bahkan, termasuk negara muslim Indonesia sendiri mengecam keras aksi tersebut.


Sangat disayangkan, melihat respon umat Islam dan para pemimpin negeri Islam saat ini. Sejatinya menunjukkan betapa lemahnya negeri-negeri muslim di mata Barat. Sebab, setiap kali ada penistaan, penghinaan, dan pelecehan terhadap Islam, para pemimpin negeri muslim paling mentok marah, tersinggung, mengecam, dan mengutuk secara diplomatis. Tidak ada tindakan tegas setelah itu.


Begitu pula sikap dan persatuan yang ditunjukkan kaum muslim terhadap pembelaan Al-Qur'an hanya sebatas lisan dan amarah sesaat saja. Kaum muslim saat ini ibarat buih di lautan. Mereka banyak, tetapi tidak berdaya untuk mengayomi, melindungi, dan menjaga kehormatan serta kemuliaan Islam dan kaum muslim. Hal ini dikarenakan tidak adanya kepemimpinan tunggal yang melindungi umat. Sebab, sistem kapitalis sekuler yang telah menguasai negeri-negeri muslim. Sehingga, negeri-negeri muslim hanya melakukan tindakan kecaman tatkala terjadi penistaan terhadap agamanya. Karena para penguasa negeri-negeri muslim telah bersahabat karib bahkan menjadi boneka sistem kapitalis sekuler. Alhasil, mereka tidak akan mengeluarkan tentara untuk mengutuk para penista agama.


Pada akhirnya, penistaan terhadap Islam wajar selalu berulang terjadi. Dengan 2 milyar jumlah kaum muslim di seluruh dunia tidak memiliki andil di kancah internasional. Bahkan, negeri-negeri Islam selalu menjadi negeri pembebek kepentingan Barat.


Oleh karena itu, menghadapi penistaan terhadap Al-Qur'an tidak cukup hanya dengan kecaman atau kutukan. Sistem hari ini menumbuh suburkan para penista. Akan terus bermunculan dengan ragam perilaku dan pelaku yang berbeda. Akan muncul pula Ramulus dan Momika lainnya selama Islam tidak memiliki kepemimpinan tunggal. Sebuah kepemimpinan yang mampu mengerahkan pasukan kaum muslim untuk menindak tegas mereka. Betapa mendesak dan pentingnya kebutuhan akan hadirnya negara yang mampu menyatukan umat di bawah satu komando kepemimpinan Islam.


Dalam Islam, agama merupakan sesuatu yang wajib dijaga kemuliaannya. Selain itu, tujuan diterapkannya syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan adalah memelihara dan melindungi agama. Pemimpin dalam sistem Islam adalah junnah (perisai) yang akan melindungi kaum muslimin. Sebagaimana sabda Nabi saw. dari Abu Hurairah yang artinya, "Sesungguhnya seorang khalifah (pemimpin) laksana perisai (junnah) bagi umatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)


Demikian pula yang disebutkan dalam sejarah. Pemimpin dalam Islam begitu tegas terhadap penista agama. Hal ini bisa kita lihat dari sikap Khalifah (pemimpin) Abdul Hamid saat merespon pelecehan kepada Rasulullah saw. Saat itu, Sultan Abdul Hamid tidak peduli jika Prancis menyerang pribadinya. Akan tetapi, jika mereka menghina agama Islam dan Nabi Muhammad saw., maka Sang Sultan siap bangkit dari kematian.


Dengan tegas menunjukkan sikap dan lantang berbicara "Ia akan menarik pedang ketika sedang sekarat. Ia akan menjadi debu dan terlahir kembali dari debunya, dan berjuang bahkan jika mereka memotong lehernya, mencabik-cabik dagingnya untuk melihat wajah Baginda Nabi kita. Melihat wajah Rasulullah di akhirat."


Seperti itulah sikap pemimpin kaum muslim yang harusnya ditunjukkan, tegas dan berwibawa. Umat akan terus dihinakan karena tidak ada yang menjaga agama ini dengan tegas dan berani. Ketidak tegasan negara dan para pemimpin negeri muslim telah menjadi bencana terbesar dan kepiluan panjang bagi umat abad ini.


Oleh karena itu, hanya dengan tegaknya sistem Islam secara kafah, agama ini terlindungi. Sehingga, seruan penegakan sistem Islam harus terus digaungkan agar umat memahami bahwa satu-satunya pilihan hidup terbaik saat ini dan seterusnya adalah diterapkannya syariat Islam di segala aspek kehidupan. Sudah saatnya mencampakkan sistem kapitalis sekuler yang menjadi biang keladi bagi permasalahan umat. Wallahualam bissawab. [GSM]