Alt Title

Perzinaan dan Inses Marak, Apa yang Salah?

Perzinaan dan Inses Marak, Apa yang Salah?

Dahulu, sebelum ada gempuran media dan penerapan dari sistem yang serba permisif, jumlah kasus perzinaan (termasuk pemerkosaan) apalagi inses ini sudah kerap terjadi

Apalagi saat ini dimana kehidupan sudah dianggap semakin permisif, liberal dan sekuler yang bermanifestasi dalam aspek undang-undang dan media (terutama media sosial) telah menjadi makanan utama moral individu dan masyarakat kita. Tak ayal, jika jumlah kemaksiatan ini semakin meningkat dari tahun ke tahun

____________________________


Penulis Ninik Rahayuningsih

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Jagad media sosial digemparkan oleh berita seorang ayah yang melakukan hubungan inses dengan anak kandungnya di Banyumas, Jawa Tengah, selama kurang lebih 8 tahun lamanya. Yang membuat miris adalah sang ayah telah membunuh setiap bayi yang dilahirkan anaknya, dimana temuan aparat saat ini dari hasil pengakuan pelaku ada sebanyak 7 bayi. Sang istri juga turut membantu melahirkan si anak, saat baru dilahirkan oleh anak kandungnya, bayi-bayi tersebut langsung dihabisi oleh R dengan cara dibekap hingga tewas untuk kemudian dikubur di kebun pinggir sungai.(sutradara[dot]tribunews[dot]com, 26/06/23)


Sebenarnya, kabar memiriskan ini bukan kali pertama terjadi di masyarakat kita. Bahkan, hal ini seperti fenomena gunung es, di mana yang belum terekspos masih banyak. Adanya perzinaan bahkan inses ini sudah berlangsung sejak dahulu kala, karena memang faktanya banyak terjadi di masyarakat. Hanya saja, pada kondisi dan masa sekarang, frekuensi perzinaan ini semakin meningkat dan kejahatan yang muncul dari perzinaan semakin bermacam-macam seperti kasus pembunuhan pada bayi.


Lebih parah lagi, masyarakat sekitar tempat tinggal tidak mengetahui aksi kemaksiatan tersebut hingga berlangsung bertahun-tahun. Betapa degradasi moral dan nilai sosial masyarakat secara masif terjadi, bahkan saat ini mempunyai daya rusak yang luar biasa terutama pada generasi muda. Ada apa dengan masyarakat kita? Apa yang salah dari semua ini dan apa solusinya?


Mencari Akar Masalah dan Solusi 


Dahulu, sebelum ada gempuran media dan penerapan dari sistem yang serba permisif, jumlah kasus perzinaan (termasuk pemerkosaan) apalagi inses ini sudah kerap terjadi. Apalagi saat ini dimana kehidupan sudah dianggap semakin permisif, liberal dan sekuler yang bermanifestasi dalam aspek undang-undang dan media (terutama media sosial) telah menjadi makanan utama moral individu dan masyarakat kita. Tak ayal, jika jumlah kemaksiatan ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. 


Apalagi dari kasus inses di atas, diketahui bahkan korban (anak kandungnya) telah diancam oleh pelaku jika membongkar perilaku jahat ayahnya, termasuk istri pelaku tak luput dari ancaman tersebut sehingga perbuatan amoral ini bisa berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya. Dalam rentang 2016 hingga 2021, jumlah kasus pemerkosaan dan pencabulan meningkat menjadi 31%. Dimana, tahun 2016 jumlahnya 5.237 kasus, sedangkan tahun 2020 menjadi 6.872 kasus. databoks[dot]katadata[dot]co[dot]id, 15/12/21)


Jika melihat secara mendalam bahwasanya aksi kemaksiatan dan kejahatan ini dilakukan oleh individu-individu yang memang jauh dari akidah dan aturan agama (baca: Islam), meski secara zahir mereka mengaku seorang muslim dari lahir. Namun, karena pemahaman Islam yang tidak kaffah terhadap aturan-aturan syariat dalam pergaulan dan interaksi ini, menyebabkan seorang muslim tidak memiliki standar dalam berbuat.


Seorang ayah yang lemah iman sekaligus tidak memahami aturan syariat terkait interaksi dengan anaknya. Seharusnya seorang ayah bisa menjadi qowwam dalam keluarga, justru menjadi pelaku perzinahan kepada anaknya sendiri. Tidak jarang seorang anak perempuan juga tidak memahami bagaimana berinteraksi dengan ayahnya di dalam rumah. Ada batasan aurat yang harus dijalankan dihadapan ayahnya.


Sehingga, dengan melihat aurat menjadikan seorang laki-laki yang lemah iman melakukan inses kepada anaknya. Nahasnya, adanya rayuan syaitan menjadi bumbu dalam perilaku kemaksiatan ini dilakukan. Muncul aksi-aksi bejat antar anggota keluarga tak terbatas ayah dengan anak perempuannya, tapi juga ibu dengan anak lelakinya. Naudzubillah.


Selain karena faktor individu diatas, peran masyarakat yang semakin bebas dan memaklumkan perzinaan yang terjadi. Menjadikan individu yang lemah iman tadi mendapat tempat di lingkungan sosial. Seks bebas sudah menjadi nilai baru yang berkembang di masyarakat. Bahkan, masyarakat yang bersikap cuek dan tidak peduli terhadap masalah orang lain, membuat kasus perzinaan makin tambah subur tanpa ada kontrol dari lingkungan. Masyarakat sebagai kontrol sosial telah kehilangan fungsi dan perannya. Inilah, gambaran masyarakat sekuler yang jauh dari aturan Islam dan serba bebas.


Adapun keberadaan negara dalam membentengi dan melindungi akidah masyarakatnya dengan menerapkan aturan syariat Islam, tidak ada selama ini. Yang hadir dalam kehidupan saat ini adalah negara berbasis akidah sekulerisme dan menerapkan aturan-aturan yang bertentangan dengan aturan Islam. Negara sekuler pemuja kebebasan ini justru membiarkan media menyebarkan kebebasan tersebut dengan memenuhi tontonan dengan pornografi dan pornoaksi.


Konten L6bt+ berkeliaran bebas di masyarakat, bahkan tidak sedikit para generasi muda sudah terkena pengaruh virus L6bt+. Selain itu, sektor pendidikan tidak membuat individu masyarakat mempunyai iman yang kuat serta pemahaman Islam yang mumpuni, justru negara melandaskan pendidikan pada asas sekuler kapitalisme. Belum lagi pada sisi hukum perundang-undangan yang jauh dari Islam, sehingga, pelaku perzinaan tidak akan pernah merasa jera dan takut terhadap hukuman negara. Lengkap sudah, penyebab aksi kemaksiatan merajalela dan tak terselesaikan hingga saat ini. Biang keroknya adalah karena penerapan sistem aturan sekularisme pada individu, masyarakat dan negara.


Oleh karena itu, tidak ada solusi yang bisa menyelesaikan perzinaan ini secara komprehensif hingga ke akarnya, selain dengan mengembalikan kehidupan ini pada fitrah penciptaannya. Dimana kehidupan ini telah diamanahkan pada manusia untuk dijalankan sesuai dengan aturan-aturan Illahi, agar manusia selamat di dunia hingga ke akhirat kelak.


Kita semua harus memahami bahwa negara ini tidak akan mendapat kemerdekaannya tanpa pertolongan dari Allah Swt.. Untuk itu, sudah menjadi kewajiban bagi negara ini untuk kembali kepada aturan Allah Swt. dalam setiap sendi kehidupan dan mengkondisikan masyarakat serta individunya untuk terikat pada aturan tersebut. Insyaallah segala permasalahan kehidupan akan bisa diselesaikan, dan kemaksiatan akan dituntaskan. Wallahualam bissawab. [DH]