Alt Title

Revitalisasi Pasar, Kepentingan Siapa?

Revitalisasi Pasar, Kepentingan Siapa?

Dari hasil penjualan kios-kios di pasar, di sanalah pundi-pundi uang mengalir kepada para kapitalis setiap bulannya

Dari revitalisasi pasar ini, siapa yang diuntungkan? Jelas sekali para pemilik modalah yang diuntungkan dan para penguasa pemerintah setempat yang mengizinkan merevitalisasi pasar tersebut

____________________________


Penulis Ummu Bagja Mekalhaq

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Penulis Bela Islam 212



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Apa yang terpikir saat mendengar kata revitalisasi pasar? Tentu lebih ke arah pembangunan ulang pasar yang sudah ada, kemudian direnovasi kembali dengan beragam alasan.


Salah satu alasannya yakni untuk memiliki tempat jualan yang lebih nyaman. Menghidupkan kembali pasar yang sebelumnya tidak berdaya karena kondisi pasar yang dianggap tidak strategis baik dari sisi tempat atau pun dari sisi persediaan barang dan jasa yang kurang komplet.


Padahal revitalisasi pasar seharusnya dilakukan saat kondisi pasar benar-benar sudah tidak layak pakai. Atau bisa jadi revitalisasi pasar itu dilakukan untuk menghidupkan kembali pasar tradisional yang sebelumnya tidak berdaya menjadi berdaya.


Revitalisasi ini, biasanya dilakukan oleh pemerintah setempat untuk menata kembali kota tersebut, agar lebih rapih, indah terlihat. Artinya ketika pasar tradisional sudah parah bangunannya, semrawut kondisinya juga tidak layak untuk dipakai berjualan, bahkan khawatir runtuh dan membahayakan para pedagang dan pengunjung pasar. Maka, kondisi pasar tersebut betul-betul harus direvitalisasi, agar pasar menjadi kondusif dan aman.


Sebaliknya, jika sebuah pasar masih layak huni, layak pakai bahkan baru saja lima atau sepuluh tahun dibangun, lalu ingin direvitalisasi kembali? Nah, inilah yang perlu dipikirkan masak-masak. Artinya, jika bangunan pasar masih kokoh kuat sebaiknya tidak usah direvitalisasi, karena hanya menghambur hamburkan biaya.


Yang perlu diperhatikan sebelum revitalisasi ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, di antaranya:


Pertama, harus ada dialog antara pemilik kios atau para pedagang dengan aparat pemerintahan setempat. Kemudian, harus ada kebijakan yang adil, saat melakukan revitalisasi harus ada kesepakatan kedua belah pihak.


Kedua, jangan memaksa para pedagang atau pemilik kios sekiranya revitalisasi itu menyengsarakan, menjadi beban dan memberatkan rakyat. Itu karena biasanya dana untuk revitalisasi sangat besar, dikhawatirkan para pemilik kios tidak mampu menebusnya. Biaya tebusan kios bisa mencapai ratusan juta rupiah. Jika penguasa dan aparat pemerintah bersikeras memaksa para pedagang untuk menerima tawaran revitalisasi, dikhawatirkan terjadi hal yang tidak diinginkan, baik berupa kisruh, caci-maki antara aparat dan rakyat.


Intinya aparat jangan memaksa rakyat/pedagang yang tidak mau kiosnya direvitalisasi. Karena banyak rakyat/para pedagang yang tidak mampu untuk menebus kembali kios yang direvitalisasi tersebut. Ini akan menambah beban berat bagi mereka.


Hal yang sering dialami, saat para pedagang menolak revitalisasi pasar, biasanya ada pihak yang sangat membahayakan, yakni para pemegang modal besar.


Siapa para pemegang modal itu? Dialah, para konglomerat, para pengusaha kapitalis pemilik modal besar bermain cantik, dalam revitalisasi bekerja sama dengan pemerintah setempat. Atas dasar dua kekuatan ini, biasanya para pedagang kalah. Para pedagang yang lemah, biasanya turut saja menaati kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait revitalisasi pasar tersebut. 


Jikalau ada penolakan revitalisasi, tak sedikit yang berlanjut dengan kejadian kebakaran di sebuah pasar. Hal ini terjadi biasanya untuk memuluskan program revitalisasi tersebut. Kalau kondisinya sudah seperti ini, penuh paksaan, penuh ancaman, intimidasi dan lain-lain, maka para pedagang biasanya manggut-manggut saja, terpaksa taat pada penguasa. Meskipun beban cicilan untuk kios bertahan tahun cicilan itu dibayar.


Pantas saja kemakmuran dan kesejahteraan rakyat tidak tercapai, karena rakyat kerap dipaksa, diperas tenaga, pikiran, bahkan waktu tercurah habis untuk memaksakan diri membayar cicilan kios di pasar.


Bagai buah simalakama, tidak setuju revitalisasi, risikonya tidak punya kios.Jika setuju revitalisasi risikonya punya cicilan. Jadi intinya, kondisi para pedagang di pasar tradisional itu, selamanya menjadi bulan-bulanan para pemilik modal/para kapitalis. 


Begitu buruknya aturan ekonomi saat ini. Sungguh sangat terasa buruknya. Para pedagang yang kerja keras sekadar untuk memenuhi kebutuhan primer. Tetapi para kapitalis para pemilik modallah yang diuntungkan.


Dari hasil penjualan kios-kios di pasar, di sanalah pundi-pundi uang mengalir kepada para kapitalis setiap bulannya. Nah, dari revitalisasi pasar ini, siapa yang diuntungkan? Jelas sekali para pemilik modalah yang diuntungkan dan para penguasa pemerintah setempat yang mengizinkan merevitalisasi pasar tersebut. Karena tanpa ada surat izin, tidak akan terlaksana. Jadi jelas kan? Revitalisasi pasar kepentingan siapa? Kepentingan kedua belah pihak, yakni penguasa dan pengusaha. Penguasa yang mengeluarkan Surat Keputusan/SK revitalisasi. Lalu pengusaha yang memberi modal, jelas? Revitalisasi tak akan berakhir selama penguasa tidak amanah atas jabatan yang dipangkunya.


Dan hanya penguasa Islam yang akan menyelesaikan beragam persoalan hidup termasuk teknik revitalisasi yang akan dilakukan oleh penguasa dalam Islam pasti adil, pasti atas dasar perlindungan yang tidak merugikan rakyat. Hanya dalam sistem Islam saja semua kebijakan itu benar benar akan terwujud. Walahualam bissawab. []